All Chapters of Perjanjian Panas dengan Bos Arogan: Chapter 41 - Chapter 50
60 Chapters
Chapter 41
“MAMAAAAAA!” teriak seorang laki-laki yang menyambut ibunya pulang. Aluna berlari. Ia memeluk anaknya. “Apa kabar sayang..” “Gio sehat, Ma.” Gio menatap ibunya. “Mama jangan kawatir.” Aluna tersenyum sembari mengusap puncak kepala anaknya. “Aluna,” panggil ibu Aluna. “Ibu..” Aluna memeluk ibunya. “Kamu baik-baik aja kan?” Aluna mengangguk. “Aluna baik-baik saja.” Ia beralih pada anaknya lagi. “Gio mau beli apa? Mainan?” tanyanya. “Mainan!” ucap Gio dengan riang. Aluna tersenyum. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat anaknya yang sehat dan ceria. Sebelum pulang mereka mampir terlebih dahulu ke toko mainan untuk membeli mainan Gio. Sesampainya di sana, Aluna berjongkok dan berkata. “Pilih semua yang ingin kamu beli. Hari ini Mama akan belikan semua yang kamu inginkan.” “Benarkah?” tanya Gio. “Benar.” Aluna mengusap puncak kepala Gio. “Sekarang pilih sesuka hati kamu.” Gio segera pergi memilah mainan. “Hati-hati Gio, jangan berlari!” peringat A
Read more
Chapter 42
Pulang ke rumah. Tidur di atas kasur yang sudah berbulan-bulan tidak ia sentuh. Aluna merebahkan diri. Menatap langit-langit kamarnya. Hampir saja terpejam jika ponselnya tidak berbunyi. “Hallo,” ucap Aluna seadanya karena ia lelah. “Sudah sampai?” Mendengar suara Ethan membuat Aluna langsung melebarkan mata. Tidak jadi mengantuk. “Iya.” Aluna menguap beberapa kali. “Kau mengantuk?” “Hm.” Aluna mengambil posisi berbaring menyamping. “Kau tidak mengabariku seharian.” Aluna berusaha tidak mengantuk namun matanya benar-benar berat. “Iya karena tadi aku menemani…Gio..” “Gio siapa?” tanya Ethan. Aluna membuka matanya lagi. “Gio..Gio..” “Gio adalah keponakanku!” Huh! Aluna menghela nafas. Beginilah kalau hidup penuh kebohongan. Tidak akan pernah tenang. “Kau punya kakak? Setahuku kau anak tunggal dari keluarga miskin.” Aluna menyipitkan mata. Tidak bisakah kata miskin itu tidak usah diperjelas? “Punya.” Aluna menepuk dahinya pelan. “Kakak dari anak saudara ibuku.” “Silsilah
Read more
Chapter 43
Setelah menghabiskan 2 hari bersama anaknya. Aluna memutuskan untuk langsung kembali ke kota. Meskipun dengan berat hati. Ia harus meninggalkan anaknya lagi untuk bekerja. Apalagi Gio masih harus perawatan rutin ke rumah sakit. Tentu saja Aluna harus mengeluarkan banyak biaya. Tidak banyak yang bisa dilakukan Aluna ketika kembali. Ia hanya berbaring di atas ranjangnya. Meskipun ranjangnya bagus—pemandangan yang indah. Tetap saja, rumahnya di kampung adalah tempat ternyaman baginya. “Aluna kau sudah menentukan harinya?” itu adalah pesan dari Gerald. Aluna tidak tahu harus jalan dengan pria itu hari apa. Aluna langsung membalas. [Bagaimana kalau sekarang? besok aku bekerja] [Boleh] Aluna langsung mengganti pakaiannya. Belum selesai berdandan. Panggilan ponselnya berdering kembali. “Kau di mana?” tanya seorang pria yang sepertinya sedang kesal. “Aku di Apartemen. Tapi aku—” “Aku akan ke sana.” “JANGAN!” “Kenapa?” Aluna terdiam beberapa detik. Ia ragu memberi
Read more
Chapter 44
“Ke mana mereka?!” Ethan yang semakin melotot panik. Menyetir dan mengikuti ke mana mereka akan pergi. “Sial, seharusnya aku tidak membiarkan Aluna pergi.” “Seharusnya aku menjemputnya dari stasiun dan langsung membawanya ke rumahku.” “Aluna membuatku benar-benar gila.” Tidak ada orang yang baru tidur langsung pergi dan menyeret temannya untuk membuntuti kekasihnya. Siapa lagi kalau bukan Ethan. Ia menyadap ponsel Aluna dan langsung pergi membuntuti perempuan itu bersama temannya. “Aku akan habisi bajingan itu jika berani menyentuh Aluna.” Ocehan Ethan tidak berhenti. Hal itu membuat Bobby mengusap telinganya yang terasa panas. “Datangi saja mereka!” ucap Bobby yang sudah kesal. “Seret Aluna pulang.” Bobby tertawa. “Itupun kalau kau berani.” Ethan menyipitkan mata. Kedua tangannya mengepal menahan kekesalan. Melihat kemarahan Ethan, Bobby langsung menutup mulutnya dengan tangan. “Yaa… ke mana mereka pergi..” lirih Bobby karena mobil Gerald tidak kunjung berhent
Read more
Chapter 45
Aluna tertawa canggung. “Apa aku terlihat secantik itu?” Huh! Selamatkan Aluna. Aluna tidak terlalu nyaman sebenarnya. Tapi bagaimana lagi? Ia harus membereskan segera masalah ini. Gerald tersenyum tipis. “Kau mengira pasti aku sedang berbohong.” Aluna menyipitkan mata. “Omongan pria tidak boleh terlalu dipercaya.” “Kau cukup waspada juga.” Memesan menu yang sebenarnya Aluna juga tidak tahu. Yang ia tahu hanya steak. Itupun harganya sangat mahal. Ah sudahlah. Tidak perlu memikirkan harga. Yang terpenting adalah acara ini harus cepat selesai. Gerald itu tampan dan sangat mirip dengan Grace. Tapi Aluna tidak tertarik sama sekali. Ia juga takut berurusan terlalu dalam dengan keluarga mereka. Gerald baik. Tapi—Aluna tidak merasakan tertarik sebagai lawan jenis. Ia hanya bersikap baik dan menganggap pria itu temannya sendiri. “Sudah berapa lama kau bekerja di Winston?” tanya Gerald. “Baru sih..” Aluna berpikir. “Baru satu bulan.. aku dulu bekerja di perusahaan lai
Read more
Chapter 46
“Apa yang mereka lakukan di sini?” tanya Aluna. Mendengar teriakan laki-laki membuat orang yang berada di restoran menoleh, termasuk Aluna dan Gerald. Mereka mendekati Ethan dan Bobby yang berada di ambang pintu. “Kenapa kalian di sini?” tanya Gerald. Ethan memijit dahinya pelan. Melirik Bobby dengan kesal. “Aku—” Bobby tersenyum. “Aku mengantar Ethan.” Tuk!Ethan menendang kaki Bobby. “Kami—kita..” sangat ambigu kan? Ethan berdecak dalam hati. “Kita akan bertemu dengan rekan bisnis di sini. kebetulan bertemu kalian.” “HA..HAHAHA..” tertawa dengan sumbang. Ethan terdiam kembali karena tidak ada yang tertawa. “Teruskan saja kegiatan kalian.” Ethan menatap Aluna. “Anggap saja aku dan Bobby tidak ada.” Aluna mengernyit.Dua orang ini tidak ada yang waras. Aluna yakin, Ethan ke sini karena ingin membuntutinya. “Baiklah kalian bisa di sini.” Aluna tersenyum. “Karena kami sudah selesai, kami akan pergi.” Hah? Ethan melongo. Tidak bisa. Tidak tentu saja. Perjuangannya sampai di
Read more
Chapter 47
Entah dari mana, Ethan tahu Aluna suka cokelat. Hanya dengan satu kotak cokelat, kemarahan Aluna langsung luntur. Di dalam mobil, ia dengan senang memakan cokelat sedangkan Ethan menyetir. “Suka?” tanya Ethan. “Suka banget!” Aluna menoleh. “Makasih Ethan..” sambil tersenyum menampilkan lesung pipinya. Ethan membuang muka ke kanan sebentar. Hanya untuk tersenyum! Tidak kuat dengan Aluna yang menurutnya lucu. Kemudian kembali menatap lurus ke depan dengan ekspresi yang datar kembali. “Kalau begitu—” menunjuk pipi kirinya. Minta dicium. Aluna menyipitkan mata. Namun karena Ethan berbaik hati membelikannya cokelat, Aluna mendekat. saat bibirnya hampir menyentuh pipi Ethan. Ethan justru menoleh sehingga bibirnya mencium bibir Ethan secara tidak sengaja. “Ck!” Aluna berdecak. “Modus!” Ethan tertawa pelan. “Aku hanya ingin mencicipi cokelatmu.” Aluna mendengus. “Dari bibirku?” “Tentu saja.” Tangan Ethan terangkat mengusap puncak kepala Aluna. “Kau tidak keram
Read more
Chapter 48
Tidak begitu lama Aluna dan Ethan berada di sebuah motel. Motel ya bukan Hotel. Yang jelas, motel itu versi mininya hotel. Karena keadaan yang hujan lebat juga. Ethan tidak bisa menyetir karena hujan yang memang begitu lebat. “Aku tidak yakin bisa tidur di sini. Lebih baik di mobil saja,” gumam Ethan. Aluna meliriknya tajam. “Satu kamar kak. Yang paling VVIP..” sambil melirik Ethan. “Kamar VVIP-nya habis kak. Adanya kamar yang biasa.” “Yasudah kak ambil yang itu.” Aluna mengadahkan tangannya. Meminta dompet Ethan. Untungnya pria itu peka dan menyerahkan dompetnya ke Aluna. Aluna mengambil dua lembar uang berwarna merah itu dan menyerahkannya pada kakak resepsionis. “Aku lapar,” bisik Ethan sambil menunduk. “Ada makanan kak? Atau mungkin ada yang jual makanan disini? Kantinnya di mana?” Kakak itu nampak bingung sesaat. Namun ia menunjuk sebuah kantin kecil yang menjual makanan ringan. “Bisa beli di sana kak.” Setelah mengambil kunci kamar mereka. Aluna berj
Read more
Chapter 49
Kamar yang tidak terlalu lebar. Ada satu kasur dengan sprei kumuh. Dinding yang sedikit berdebu. “200 ribu untuk kamar ini?” tanya Aluna. “What the…” Ethan menutup bibir Aluna. “Jangan mengumpat. Wanita sepertimu tidak boleh mengumpat.” Aluna menyingkirkan tangan Ethan. Tidak peduli apa yang diucapkan oleh pria itu. Karena ia merasa rugi telah membayar 200 ribu untuk satu malam di kamar yang benar-benar kumuh. Lihat saja lampunya—lampu itu berkelip seperti akan segera mati. “Memangnya apa yang kau harapkan dengan uang 200 ribu?” tanya Ethan. Pasrah karena biasanya ia merogoh kocek jutaan untuk sekali menginap di hotel. Jadi dia memang sudah tidak heran jika mendapat kamar seperti ini. Aluna mendekat. “Tapi ini tidak worth it sama sekali, Ethan. 200 ribu itu banyak loh. Kamu jangan pasrah seperti ini dong!” “Memangnya aku harus apa? Aku harus mengeluh? Nanti kau menganggapku bocah tantrum lagi.” Aluna mengerjap. Dari mana pria itu tah dirinya sering memangil E
Read more
Chapter 50
Pagi harinya.. Aluna terbangun lebih dulu. Tubuh mereka sama-sama di bawah sebuah selimut tipis berwarna putih. Masih pukul 5 pagi sebelum mereka berangkat ke kantor. Namun baru saja ingin bangun. Tubuhnya ditarik kembali. “Ethan ayo bangun.” Aluna mengusap kepala Ethan. “Aku tidak ingin bangun.” Ethan menggeleng. Memeluk pinggang Aluna lebih erat. Tubuh mereka saling menempel. Ethan membuka mata—menatap Aluna yang tengah menatapnya juga. Jemarinya terangkat mengusap helaian rambut wanita itu. Ethan kembali memejamkan mata dan menunjuk pipi kanannya. “Ck!” Aluna berdecak. Namun ia tetap mendekat dan mencium pipi kanan Ethan. Ethan tertawa pelan. “Ada yang masih membuatku kesal.” “Apa?” “Aku tidak suka ada laki-laki lain yang tidur denganmu.” Aluna mengernyit. “Siapa? Aku tidak pernah tidur dengan pria lain selain kau.” “Ada.” “Siapa?” “Gio.” Aluna sempat terdiam. Jantungnya mendadak berdetak dengan cepat. ‘Karena dia anakmu!’ tidak mungkin Aluna
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status