Semua Bab Kakak Ipar Rasa Pacar : Bab 11 - Bab 20
41 Bab
Chapter 11
"Aku mau kerja lagi, Kak," ucap Nadia setelah menghabiskan makan siangnya."Ya, silakan. Aku juga mau balik ke kantor," sahut Darren. "Nanti pulangnya naik taksi saja, jangan bareng Renaldy lagi."Gadis itu mengangguk singkat, tanpa menjawab apa-apa lagi, dia langsung melangkah ke dalam butik dan melanjutkan pekerjaannya. Sementara Darren juga kembali ke parkiran restoran dan segera naik ke dalam mobilnya. Bibirnya mengulas senyum tipis, setidaknya dia sudah menggagalkan acara pendekatan Renaldy."Anda terlihat bahagia, Pak," ucap Jacob. Darren terkekeh singkat, asisten pribadinya itu memang menunggu di dekat gerobak mie ayam sejak tadi. Niatnya adalah untuk memastikan keselamatan Darren, tanpa sadar mencuri dengar percakapan atasannya itu dengan Nadia."Dia adik iparku, sekarang menjadi tanggung jawabku. Selama dia belum bisa menjaga dirinya sendiri, maka akulah yang harus memastikan keselamatannya," sahut Darren.Jac
Baca selengkapnya
Chapter 12
Mella menuju kamar putrinya dan langsung menceritakan apa yang diperbuat Toni, hal itu tak ayal membuat Tania kesal dan kecewa."Kok Ayah gitu, sih? Nggak ingat apa kita yang selalu bantuin ayah, padahal Nadia sudah buat malu. Seharusnya anak itu dicoret saja dari daftar ahli waris, dia nggak pantas mendapatkan itu semua!" pekik Tania dengan kedua tangan terkepal erat. "Tapi mau bagaimana lagi? Ayahmu sudah membuat keputusan seperti itu. Selama masih ada Nadia, maka kita tidak akan bisa menjadi satu-satunya penguasa harta ayahmu."Tania tidak langsung menjawab, netranya membelalak dengan seringnya senyum yang terlihat mengerikan. "Kalau misalkan Nadia sudah nggak ada, apa kita akan menjadi ahli waris satu-satunya?" tanya Tania yang langsung diangguki oleh Mella."Kalau begitu, kita harus menyingkirkan Nadia, Bu," bisik wanita hamil itu."Menyingkirkan bagaimana maksudnya? Anak itu 'kan memang sudah menyingkir dari keluarga kita
Baca selengkapnya
Chapter 13
Malam ini Darren memberikan selembar kertas berisi formulir pendaftaran kelas bela diri kepada Nadia, pria itu menunggu di sofa selama adik iparnya tersebut mengisi data diri. "Kapan aku mulai masuk kelas, Kak?" tanya Nadia setelah selesai mengisi formulir tersebut. "Besok sudah bisa." Darren tidak menoleh ke arah gadis itu, tatapan matanya terpaku pada layar ponsel. "Pelatihnya perempuan 'kan?"Hanya anggukan yang didapati Nadia, tetapi dia berusaha maklum. Mungkin saja kakak iparnya itu tengah sibuk.Nadia mengambil ponsel dan berselancar di akun media sosial yang baru dibuatnya. Ruang tamu itu terasa hening hingga beberapa menit."Lebih baik kau ganti ponsel saja, Nad."Ucapan Darren tidak hanya memecah keheningan, tetapi juga membuat Nadia terkejut. "Kenapa harus ganti ponsel? Ponselku ini masih bagus dan bisa digunakan, kok, Kak.""Sudahlah, nggak usah banyak tanya. Besok aku belikan ponsel bar
Baca selengkapnya
Chapter 14
Darren mengetuk pintu unit apartemen Nadia, tidak lama kemudian gadis itu keluar dengan wajah tegang dan tubuh gemetar. "Kak," panggilnya dengan suara lirih. "Kamu yang minta dibawain makanan sama Renaldy?" Nada bicara Darren terdengar sangat dingin dan membuat Nadia semakin kikuk."Tidak, Kak." Gadis itu menggelengkan kepala. "Aku juga nggak tahu pak Renaldy tiba-tiba kirim pesan kalau beliau ada di lobi dan memintaku menemuinya.""Ya sudah kalau begitu. Kamu makan saja makanannya. Setelah ini langsung istirahat dan jangan begadang, besok aku antar ke butik," kata Darren seraya berbalik badan dan berlalu pergi dari hadapan Nadia. Membuat Gadis itu terpaku dengan mata melotot. Kakak iparnya itu berubah lagi, Padahal dia sudah siap mendengar semprotan amarah.Nadia tidak mau ambil pusing dan segera menutup pintu kembali, sementara Darren pun langsung merebahkan tubuhnya saat tiba di kamarnya."Aku hanya ingin melindung
Baca selengkapnya
Chapter 15
Tiga hari berlalu, Darren kini pulang ke kota tempat istrinya tinggal. Sebelum itu, dia sudah memerintahkan Jacob untuk menjaga Nadia, dia tidak mau Renaldy semakin berani mendekati Nadia mentang-mentang tidak ada dirinya."Kamu mau ke mana Mas?" tanya Tania saat melihat suaminya hendak masuk ke dalam. "Kamu baru saja sampai, ini aku baru buatkan kopi.""Aku ada janji bertemu dengan klien. Nggak jauh, kok, rumahnya.""Memangnya kamu nggak capek?" Tania meletakkan secangkir kopi itu di atas meja, dia membawa langkah mendekati Darren."Nggak, Tan. Tadi aku bawa sopir, nggak menyetir sendiri."Wanita hamil itu mengangguk. "Baiklah kalau begitu, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya. Aku sudah kangen sama kamu, Mas."Darren membiarkan Tania memeluk tubuhnya, meskipun rasanya ingin sekali membanting istrinya itu. "Kamu masuk ke dalam saja, angin sore nggak bagus buat ibu hamil.""C1um dulu, dong," rengek Tania sambi
Baca selengkapnya
Chapter 16
Pagi ini Darren tiba di rumah sakit dan langsung menemui dokter kandungan ternama di kota itu, dia langsung menceritakan keinginannya untuk melakukan tes DNA. "Untuk mencocokkan DNA bisa saja, Pak. Tapi, kita harus menunggu usianya minimal empat belas minggu. Untuk usia lebih amannya lagi, yaitu di antara empat bulan sampai lima bulan. Kami menyebutnya tes paternitas prenatal, dan itu resiko kegugurannya jauh lebih besar daripada tes DNA non-invasif, yang biasa digunakan untuk menentukan apakah ada resiko kelainan genetik pada janin," jelas dokter perempuan itu dengan ramah.Darren mangut-mangut setuju. "Jadi, saya harus ke sini dua bulan lagi?""Benar, Pak. Kami juga harus melihat kesiapan tubuh ibu untuk dilakukan tas ini.""Saya minta tolong jangan sampai istri saya tahu hal ini, bilang saja tes DNA untuk melihat resiko kelainan genetik. Saya tidak mau dia mikir macam-macam," kata Darren.Dokter itu tidak langsung menjawab, terdengar
Baca selengkapnya
Chapter 17
"Tan." Darren berdehem sejenak untuk menormalkan kegugupannya. "Bukan Nadia adikmu, tapi Nadia asistennya Jacob.""Sejak kapan Jacob punya asisten?" tanya Tania sambil mengerutkan kening."Baru-baru ini. Sejak aku tahu kamu hamil, aku memintanya untuk mencari asisten, karena aku pasti akan sering pulang dan kasihan kalau Jacob kerja sendirian. Dia butuh asisten biar ada yang membantu, tapi asistennya ini masih minim pengalaman kerja dan butuh pengawasan lebih. Makanya aku meminta Jacob untuk mengikuti Nadia," jelas Darren."Oh, begitu ... aku kira kamu tahu keberadaan adikku, Mas. Kalau tahu 'kan kita bisa langsung menjemputnya," kata. Tania yang hanya membuat Darren mengulas senyum tipis. Pria itu lega saat istrinya percaya dengan alasannya, mulai hari ini dia berjanji tidak akan menyebut nama Nadia di rumah itu. Hari ini Tania bisa mengerti, tetapi dia tidak bisa menjamin bahwa di lain hari istrinya itu tidak akan curiga dengannya."Oh
Baca selengkapnya
Chapter 18
Nadia berjalan lemas memasuki kamar, gadis itu meringkuk di atas ranjang dengan tubuh bergetar. Dia sudah biasa dibentak Mella, tetapi baru bentakan Darren yang terdengar sangat menyakitkan. Nadia memeluk tubuhnya yang terus bergetar, malam ini gadis itu tidak bisa tidur nyenyak. Pagi menjelang... Darren menuju unit apartemen Nadia, dia menunggu di depan pintu seperti biasa. Namun, adik iparnya tidak kunjung keluar. "Apa dia sudah berangkat?" gumam pria itu saat menyadari sudah tiga puluh menit lamanya dia berdiri di sana. Darren kembali mengecek rekaman CCTV, jantungnya hampir merosot saat mendapati Nadia yang masih meringkuk di atas kasur, tubuh mungil itu dibungkus selimut tebal. "Astaga!" Darren segera mengeluarkan kartu akses miliknya, dia menempelkan di pintu unit dan sedetik kemudian pintu itu terbuka. Langkah kakinya langsung menuju kamar Nadia, degup jantungnya bertalu
Baca selengkapnya
Chapter 19
Nadia membuka mata dan langsung bingung saat mendapati dirinya ada di rumah sakit. Gadis itu menoleh, saat itu juga keterkejutannya bertambah saat melihat Darren menyandarkan kepala di ranjangnya.Kedua mata elang itu terpejam, bulu mata lentik nya tidak bergerak menandakan sang empunya terlalu pulas dalam buaian mimpi. Nadia mengurungkan niatnya untuk bergerak, gadis itu memilih diam saja, takut mengganggu tidur kakak iparnya. Namun, tanpa sengaja tangannya bergerak menyenggol lengan Darren dan membuat pria itu membuka mata. Darren membelalakkan kedua netranya dan langsung memencet tombol untuk memanggil dokter saat tahu Nadia sudah sadar."Tunggu sebentar ya, Nad. Dokter akan segera sampai dan memeriksa kamu, semoga kondisimu sudah baik-baik saja," kata Darren dengan suara lembutnya. Nadia hanya bisa mengangguk tanpa mampu menjawab apa-apa. Jujur saja dia masih takut dengan kakak iparnya itu, dalam hati ada rasa bersalah karena sudah terlalu m
Baca selengkapnya
Chapter 20
Darren yang membaca pesan dari orang suruhannya itu pun langsung teringat pada penggalan video yang belum dia upload selama dua hari ini."Kamu semakin berani saja, Tan. Sekarang biar aku tunjukkan apa itu arti keberanian yang sesungguhnya," gumam Darren dengan penuh emosi.Video kali ini lebih banyak menunjukkan d3s4h5n Tania, ada beberapa part yang menampilkan wajah wanita itu. Meskipun hanya samar, tetapi jika orang yang pernah bertemu dengan Tania pasti akan langsung tahu."Kamu bermain dengan pria lain saat tidak ada aku di sana, maka aku juga bermain-main di sini," gumamnya.Tidak lama kemudian perawat datang membawa troli makanan untuk Nadia. Ingin sekali dia ikut masuk dan menyuapi adik iparnya itu, tetapi takut kalau kembali mendapatkan penolakan."Aku biarkan Nadia merenangkan diri dulu, mungkin dia masih kesal karena aku bentak semalam," ucapnya sambil mengawasi Nadia dari kaca yang terdapat di pintu ruang rawat.Darre
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status