"Mas, hari ini ada kesibukan apa?" tanyaku sambil menata bekal makanku."Mau nemenin Mas Ilham beli mobil, kenapa, Dek? Tumben tanya Mas kayak gitu!" jawabnya heran."Mas Ilham mau beli mobil?" tanyaku terkejut."Iya," jawab Mas Joko singkat. Mas Ilham hanyalah seorang kuli, bukan berarti aku meremehkan pekerjaannya. Sangat aneh sekali, mengingat Mas Ilham yang sangat boros dan malas itu bisa beli mobil dalam jangka waktu yang cepat.Kemarin malam saja dia masih ribut denganku gara-gara ikan gabus. Masa iya, secepat itu? Jangan-jangan dugaanku benar, ibu lagi bagi-bagi warisan. Dan aku, sengaja tak ibu beritahu agar aku tak meminta bagian."Mas, ibu bagi-bagi warisan ya?" tanyaku. Belum sempat menjawab, ponsel Mas Joko berbunyi. Ia memilih mengangkatnya dan berdiri menjauh dariku. Aneh sekali kamu Mas, aku akan mencoba menguping dari balik kamar saja."Iya, Bu! Ini Joko mau langsung otewe, lima menit lagi!" Mas Joko bergegas mencium tanganku untuk pamitan dan pergi keluar dengan bur
Rendi menjongkokkan badannya mensejajari Azka dan menatapnya lembut."Adik, namanya siapa?" sapa Rendi sambil tersenyum. Azka menatap Rendi dan juga ikut tersenyum."Aka, Om ganteng," jawab Azka"Main sama Om, di sana aja yuk! Mamamu lagi kerja, takut ganggu! Aka mau, Mama sedih karena tidak bisa bekerja lagi?" Azka melirikku dan aku menganggukkan kepalaku pertanda setuju.Rendi menggendong Azka dan berkata lirih di depanku."Aku bawa Aka ke ruanganku. Di sini membuatmu tak fokus, bekerjalah dengan betul! Jika kamu tidak ingin aku pecat!" ucapnya.Aku mengiyakan permintaan Rendi dan berterimakasih karena sudah mengizinkan Azka ikut bekerja.****Jam istirahat makan siang sudah masuk, aku menyudahi pekerjaanku dan bergegas ke ruangan Rendi untuk mengambilnya.Aku membuka gagang pintu ruangan Rendi dan melihat Azka yang tengah tertidur di sofa."Ren, Azka rewel ya?" tanyaku khawatir."Dia anak pintar, sangat penurut. Dia sama sekali tidak merepotkanku, setelah puas bermain dia tertidur,
"Sudah dapat mobilnya?" tanyaku setibanya Mas Joko dari perginya seharian."Sudah dong, nih! Mas juga dibelikan motor sama Mas Ilham. Baik kan dia?" ucap Mas Joko memperlihatkan kuncinya."Lalu, mana motornya?" tanyaku heran karena ia tadi pulang jalan kaki bukannya naik motor."Aku tinggal lah, di rumah Mas Ilham," jawabnya santai sambil duduk mengangkat kakinya."Itu motor buat Mas, atau mas kasih pinjam sama Mas Ilham?" tanyaku aneh, mengingat bukannya motor itu dibawa pulang malah di taruh di rumah Mas Ilham."Buat Mas lah, cuma aku titipkan di sana. Di sini penuh, mana muat buat narih dua motor!" jawabnya. "Ada yang Mas sembunyikan pasti dari Vita, ya? Ayo, ngaku!" ucapku pada Mas Joko. Dari pada aku menduga-duga, baik aku langsung saja bertanya pada orangnya."Apaan sih, Dek? Mana ada, sembunyi-sembunyi?" ucapnya kikuk."Udah, Deh! Nggak usah bohong sama aku. Aku ini faham karakter Mas dan Mas Ilham, kalian ada kongsi apa? Sampai aku tak tahu?" desakku."Nggak ada, Mas Ilham l
"Nenek mau nginep di rumah Azka, sudah Azka tidur saja dulu, apa mau main ponsel Mamam?" tawarku."Nggak Mam, Aka mau tidul cama Mamam cama Papap.""Ya udah, Azka tidur di sini dulu, nanti Mamam bopong Azka kalau sudah nyenyak. Tidur dulu ya!" Azka mengangguk dan berbaring serta segera memejamkan matanya."Nginep ko bawa tas besar banget?" tanyaku tak percaya. Mungkin ibu akan tinggal di rumah ini, aku kenal betul sifat Mas Ilham. Dia pasti tak akan mau menampung ibu terlalu lama, setelah rumah itu di jual dan dia mendapatkan uangnya maka ibu ia jadikan korbannya."Sudah lah, Jok! Nggak usah berbelit-belit. Bilang saja pada istrimu itu, Ibu mau pindah ke sini. Istrimu ini pasti tak keberatan, iya kan Vit?"Kutatap tajam Mas Joko, ia sungguh sangat keterlaluan sudah mengambil keputusan tanpa menanyakannya padaku."Mas, kenapa nggak tanya pendapatku dulu? Ini rumahku, dan Mas harus izin dulu jika mau bawa ibu ke sini," ucapku jengkel."Kamu tidak izinkan Ibu tinggal di sini, Vit? Bena
"Mana Joko? Kamu pergi cari suamimu itu kan? Ko nggak sekalian ikut pulang?" cerocos ibu saat aku baru sampai dari rumah."Siapa yang habis cari Mas Joko? Aku itu habis beli mie ayam di warung mang Jejen," seloyorku di depan ibu."Mana? Ibu lihat," ucap ibu membuntutiku. Pasti dia ingin makan pula mie ini. Mengingat ibu yang sangat pelit buat membeli jajan semacam ini."Ibu Mau?" tawarku"Memang kamu beli berapa?""Mau nggak nih? Tapi ada syaratnya," ucapku. Kali ini aku biarkan ibu sedikit jengkel dulu agar ia mau aku beri syarat agar bisa makan mie ini."Kelamaan pake syarat, udah cepet bilang. Syarat apa?""Ibu mulai besok tidur di rumah Mas Ilham, gimana?" tawarku. Aku ingin lihat bagaimana respon anak-anaknya jika tahu aku melakukan ini semua. Siapa suruh, Mas Joko main-main sama aku. Dia main serong, aku main dorong!"Kamu usir Ibu?" sungut ibu tampak emosi."Nggak, tapi kalau Ibu merasa begitu, ya! Vita nggak keberatan. Lagian, siapa suruh anakmu itu main wanita. Udah enak nika
Aku mengeluarkan ponselku dan memutar video rekaman gombalan serta ajakan Mas Joko pada Ibu dan Mas Joko. Mereka berdua melongo melihat video yang kutunjukan ini."Ka_kamu bisa tahu dari mana, Dek?" ucapnya terbata. Mungkin dia grogi dan takut karena sudah ketahuan begini. "Vita tak perlu mengatakan, Vita tahu dari mana. Kalian sudah berapa lama menjalin hubungan?" tanyaku penuh selidik."Mana ada, kami hanya berteman," elaknya."Sudahlah, Mas. Jangan alasan! Cukup selama ini aku kenyang dengan sikap malasmu bekerja, baru beberapa minggu bekerja dan menghasilkan uang. Kamu sudah berulah! Ibu, ingat perjanjian kita? Silahkan kalian kemasi barang-barang kalian dan keluar dari rumah ini."Aku meninggalkan Mas Joko dan Ibu yang masih menatapku tak percaya, aku sudah terlanjur ilfeel dengan Mas Joko."Ibu ada perjanjian apa sama Vita?" kudengar Mas Joko penasaran dengan perkataanku tentang sebuah perjanjian."Alah, itu cuma akal-akalan Vita saja karena mau mengusir kita. Baik kita pulang
Tin! Tin!Suara klakson mobil membuatku menepikan motorku, dari dalam sana kaca pintu mobilnya terbuka."Dek! Mau berangkat kerja?" Mas Joko dengan senyum bangganya menyapaku di pinggir jalan."Kamu kan lihat aku mau bekerja? Kenapa tanya? Aneh sekali," balasku malas."Nggak mau Mas anter naik mobil ini, Dek? Enak loh! Nggak kepanasan dan kehujanan.""Nggak!" tolakku spontan."Sombong sekali! Kamu akan menyesal sudah meminta berpisah dariku, Dek! Lihat, bahkan aku lebih keren sekarang dengan menaiki mobil ini. Sebentar lagi, aku akan memilikinya," ucap Mas Joko percaya diri.Kamu kira saya akan mengurungkan niatku meninggalkanmu, Mas? Naik Mobil bukan miliknya saja bangga, lebih baik aku langsung beranjak saja.Aku tak menanggapi ucapan Mas Joko dan kembali menstarter motorku menuju tempat kerja. Mas Joko mengikuti laju motorku dan ia dengan cepat menyusulku. Byur!Air kubangan lobang di jalan raya menciprat pada badanku akibat dilewati mobil yang ditumpangi Mas Joko. Pasti Mas Ilham
"Vit, Ren, aku mau ngomong!" ucap Anggi serius."Dari tadi juga kan kamu ngomong," ucapku."Serius ih!" balas Anggi. Rendi tampak sudah mengganti ekspresi bercandanya dengan wajah yang serius."Kenapa?" tanya Rendi."Maaf jika aku membuat kalian shock dan bersedih jika sudah mendengar berita ini," ucapnya bikin aku penasaran."Udah buru, nggak usah minta maaf!" desakku "Maaf, aku harus resign dari sini. Suamiku tak mengizinkan aku bekerja lagi," ucapnya sedih.Aku menatap Anggi sedih dan Rendi hanya memandangnya biasa. Ya, laki-laki memang begitu, mana bisa mereka baper dan sedih di muka umum."Kenapa?" ucapku dengan mata yang mulai berkaca-kaca."Aku hamil! Dan aku dilarang bekerja karena sekarang suamiku sudah naik jabatan, jadi keuangan kami sudah lebih baik," jawabnya menatapku pilu.Aku memeluk Anggi dengan air mata yang tak bisa dibendung. Selama ini, dia bahkan aku anggap keluarga ketika di kantor. Setelah kepergiannya, aku pasti sangat kehilangan sosok sahabat yang menemaniku