Bab 14"Kata Mama...." ucap balita kriwil itu tidak meneruskan kalimatnya, sambil menikmati es krem."Kata Mama apa, Far?" desak Mas Irfan.Bocah mengemaskan itu menjulurkan lidah, menyapu disekitar mulut yang kena es krem, mata bulatnya kekanan kekiri.Aku ikut tegang, sudah siap memakai jaket, helm, masker, karena akan diajak makan bakmi oleh Mas Irfan."Baca aja sendiri di hapenya, tante," jelasnyaDuh, menggemaskan, alias menjengkelkan, aku buru-buru mengambil gawai, ingin membaca sendiri apa chat dari Mbak Nung."Tan!' teriaknya, sambil jari-jarinya dimasukkan satu persatu ke mulutnya. Bikin mules itu anak."Kata Mama, Om Irfan suruh jemput. Mama gak jadi lembur," jelasnya setelah mencuci tangan di wastafel.Kuurungkan membuka chat dari Mbak Nung, karena sudah dijelaskan oleh putrinya sendiri. Jelas, akurat dan bukan hoak.Mas Irfan menatapku, aku sengaja membuang muka, kesal sekali. Seharusnya aku sudah bisa pesan bakmi godhog bersamanya, tetapi, ya sudahlah."Yang, maaf, ya. M
Bab 15Ada rasa bersalah kalau mengingat nama itu. Laki-laki asal Lombok, yang kugantung cintanya karena tidak mendapat restu dari kedua orang tuaku."Bapak dan ibuk tidak setuju, titik!" kata Bapak tegas ketika aku memperkenalkan Andre Sagara sebagai kekasihku"Apa alasannya, Pak, Bu?" tanyaku dengan uraian air mata, setelah Andre pulang. Bapak dan Ibuk hanya menunduk dengan kening berkerut. Aku tidak tega melihat orang tuaku sedih. Namun, aku juga ingin cintaku bersama Andre direstui."Aku ingin alasannya masuk akal, bukan mengada-ada," imbuhku, sambil menyusuti air mata yang kian deras."Dia orang luar jawa, Nduk. Jauh sekali asalnya," tegas Bapak, membuat aku tersikap, tangisku semakin menjadi. "Hanya itu? Hal yang sepele, Pak," bisikku diantara tangis."Kamu anak Bapak satu-satunya," jawabnya tegas."Bapak dan Ibu tidak mau kehilanganmu, Nduk" rintih Ibu sambil mengelus kepalaku."Bapak, Ibukmu sudah semakin tua, kalau kamu diboyong ke tempat asal Andre, kami akan kehilangan
Bab 16Entah kenapa tiba-tiba aku ingin sarapan bubur, tentu saja bikin sendiri. Kalau beli kadang rasanya kurang nendang, Mas Irfan sering protes, kurang gurihlah, kurang ini, itu, banyak sekali komentarnya.Mas Irfan ingin aku masak sendiri, katanya lebih enak, Kebetulan aku masih mempunyai sayur krecek, pas sekali kalau dipadukan dengan bubur buatanku.Aku sudah terbiasa berada di dapur, sejak remaja aku sering membantu ibu masak di dapur. Ibu selalu mengajariku cara mengolah masakan yang enak, dan memadu padankan antara sayur dan lauk supaya cocok."Bumbunya harus berani, Nduk," begitu pesannya."Gih, Buk,""Nanti tinggal ngepaskan, antara gurih, manis dan pedas bagi yang suka cabe," imbuhnya.Aku terapkan ilmu memasak dari ibu, hasilnya tidak mengecewakan. Mas Irfan selalu memuji masakanku. Katanya sejak menikah denganku selera makannya bertambah, walaupun berat badannya tidak ikut naik.Itu yang membuat ibu mertua mencibir dan tidak percaya kalau aku bisa masak. Sudah dijelaska
bab 17Bab 17Aku buru-buru keluar mencari keberadaan Mbok Rah di dapur, namun tidak ada. Kuayun langkahku menuju depan, tidak ada. Ternyata Mbok Rah sedang menyapu di dalam warung."Sini, aku yang nyapu aja, Mbok Rah dipanggil Ibu," seruku."Gak boleh, biar Mbok Rah selesaikan dulu," elaknya."Cepetan, ibu menunggu Mbok Rah," ucapku tidak sabar."Mbok Rah harus menyelesaikan menyapu dulu sampai selesai," jawabnya kekeh."Emang kenapa gak boleh aku terusin?" tanyaku heran."Orang jawa bilang, itu tidak baik kalau nyapu belum selesai kok diteruskan orang lain." jelas Mbok Rah."Kok gitu, Mbok?" aku penasaran.""Iya, Neng. Kata simbah zaman dulu, ada yang mengganggu rumah tangga kita, merebut suami kita, merusak rumah tangga kita. Kalau zaman sekarang istilahnya ada pelakor yang ingin meneruskan suami kita," jelas Mbok Rah sambil mulutnya manyun."Oh, ya udah," aku menyerah, supaya Mbok Rah segera menemui ibu, kalau aku tanggapi sampai siang juga belum selesai. Aku terkekeh sendiri."A
Bsb 18Diana mengirim link, ketika kubuka, Netraku langsung membulat, kulihat nama perusahaanya PT. A.Sagara Indonesia, aku tahu itu perusahaan milik Andre yang berada di Lombok dan Bali.Perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor buka cabang di Yogjakarta. Membutuhkan beberapa karyawan, diantaranya marketing dan seketaris."Oh, no. Aku tidak mau terjebak dengan kisah cinta yang lama, lebih baik aku menjadi karyawan di toko ibu mertua," aku langsung menghubungi Diana lewat ponsel. Terdengar suara Diana terbahak-bahak, "Sudah gila kamu, Di," protesku."Del, dicoba aja, apa salahnya, sih," desak Diana."Ogah, bisa-bisanya kamu,ya," hardikku."Andre sudah punya istri, tau? Punya anak juga. Gak mungkin cintanya bersemi lagi," jelas Diana sambil masih terkekeh."Teganya kamu! Apa gak kasihan sama Mas Irfan, kalau aku yang jatuh cinta lagi padanya. Akan kutuntut kamu, ya" omelku panjang lebar."Ampun, ampun Del, percaya deh, kamu sangat cinta sama Mas Irfan. Kamu istri yang setia!" ledek
bab 19 Ketika kugeser layarnya terdengar suara anak kecil menangis sambil berteriak."Tanteeee, tolong Mama,"Aku langsung teriak memanghl Mas Irfan yang ada dibelakang."Mama kenapa, Far?" sahutku."Mama jatuh di kamar mandi, Tan," suara terbata-bata, sambil masih menangis."Jatuh dimana? Diam dulu jangan menangis, Tante tidak dengar," teriakku."Di kamar mandi kantor Mama," suara Fara tersendat diantara tangisnya."Ada orang gak disitu? Coba minta tolong ke Pak Satpam atau siapa, suruh panggilkan ambulans," aku sendiri panik, sambil melihat belakang, berharap Mas Irfan segera muncul."Halo, Fara, sudah ketemu Pak Satpam belum?",? ulangku, jantungku berdegup kencang, Tiba-tiba telepon sudah mati."Haloo..halooo, Fara...far...Mas Irfan!" tetiakku kencang.Bersamaan dengan itu, Mas Irfan muncul dari belakang, pintu terobosan kerumah ibu juga dibuka dengan paksa, ibu dan Mbok Rah tergopoh-gopoh mendatangaiku."Ada apa teriak-teriak! Bikin panik orang!" bentak ibu mertuaku."Yang, ada
Bab 20"Panggilan untuk suami Nyonya Nungky Kusumawati" ulangnya.Hening, tidak ada yang beringsut. Suara bisik-bisik terdengar dimana-mana, mencari keberadaan suami nyonya Nungky sambil menoleh kekanan dan kekiri."Fan, kamu maju," bisik ibu mertua, tanganya mendorong, supaya Mas Irfan maju.Mas Irfan bergeming, karena memang bukan suaminya Mbak Nung. Ibu mertua mendekatkan bibir ke telinga anak bungsunya."Ngakuuu aja kenapa, sih," bisiknya dengan nada jengkel, penuh penekanan. Mas Irfan kelihatan salah tingkah."Keluarga dari Nyonya Nungky!" suara petugas itu lagi dengan lebih lantang.Mas Irfan dan ibu berdiri, aku mengikutinya. Kami jalan beriringan. Ada suara huuuuu, menyoraki. Kami bertiga mendekat dan mengikuti petugas yang tadi memanggil. Sampai di ruang bersalin, petugas menyuruh kami untuk menunggu di luar, tidak boleh masuk semua."Maaf, hanya suaminya yang boleh masuk," katanya."Ya, ini suaminya," tegas ibu mertua. Mas Irfan melangkah ragu-ragu. "Cepetan!" ibu mertua
Bab 21Tiba-tiba pintu terbuka. Kami semua tengadah melihat petugas berdiri kaku disana. Fara yang tadi tidur ikut terjaga ingin melihat adik bayinya, dia merajuk manja dipangkuan ibu mertua."Suami Nyonya Nungky." Panggil petugas itu.Kali ini Mas Irfan tidak ragu-ragu lagi, tidak menunggu dorongan ibu mertua supaya maju. Namun, dia mantap berdiri tegak, lalu melangkah tegap memasuki ruangan."Selamat! Putra anda sudah lahir, sehat, jenis kelamin laki-laki. Silahkan untuk diadzani," jelasnya."Alhamdulillah" kami semua bersyukur.Anak ke dua mbak Nung sudah lahir, Ibu menangis terharu. Aku juga ikut terharu bercampur bahagia. Apapun yang terjadi perjuangan Mbak Nung sangat berat, melahirkan tanpa didampingi suami. Walaupun akhirnya suamiku yang harus direcoki.Tidak lama kemudian Mas Irfan mengabarkan kalau bayi dan ibunya sudah pindah di kamar inap, sudah boleh dibezuk.Kami menuju kamar Mbak Nung, Fara yang masih mengantuk digendong Mas Irfan. Sampai di dekat pintu, ibu berhenti."