bab 19 Ketika kugeser layarnya terdengar suara anak kecil menangis sambil berteriak."Tanteeee, tolong Mama,"Aku langsung teriak memanghl Mas Irfan yang ada dibelakang."Mama kenapa, Far?" sahutku."Mama jatuh di kamar mandi, Tan," suara terbata-bata, sambil masih menangis."Jatuh dimana? Diam dulu jangan menangis, Tante tidak dengar," teriakku."Di kamar mandi kantor Mama," suara Fara tersendat diantara tangisnya."Ada orang gak disitu? Coba minta tolong ke Pak Satpam atau siapa, suruh panggilkan ambulans," aku sendiri panik, sambil melihat belakang, berharap Mas Irfan segera muncul."Halo, Fara, sudah ketemu Pak Satpam belum?",? ulangku, jantungku berdegup kencang, Tiba-tiba telepon sudah mati."Haloo..halooo, Fara...far...Mas Irfan!" tetiakku kencang.Bersamaan dengan itu, Mas Irfan muncul dari belakang, pintu terobosan kerumah ibu juga dibuka dengan paksa, ibu dan Mbok Rah tergopoh-gopoh mendatangaiku."Ada apa teriak-teriak! Bikin panik orang!" bentak ibu mertuaku."Yang, ada
Bab 20"Panggilan untuk suami Nyonya Nungky Kusumawati" ulangnya.Hening, tidak ada yang beringsut. Suara bisik-bisik terdengar dimana-mana, mencari keberadaan suami nyonya Nungky sambil menoleh kekanan dan kekiri."Fan, kamu maju," bisik ibu mertua, tanganya mendorong, supaya Mas Irfan maju.Mas Irfan bergeming, karena memang bukan suaminya Mbak Nung. Ibu mertua mendekatkan bibir ke telinga anak bungsunya."Ngakuuu aja kenapa, sih," bisiknya dengan nada jengkel, penuh penekanan. Mas Irfan kelihatan salah tingkah."Keluarga dari Nyonya Nungky!" suara petugas itu lagi dengan lebih lantang.Mas Irfan dan ibu berdiri, aku mengikutinya. Kami jalan beriringan. Ada suara huuuuu, menyoraki. Kami bertiga mendekat dan mengikuti petugas yang tadi memanggil. Sampai di ruang bersalin, petugas menyuruh kami untuk menunggu di luar, tidak boleh masuk semua."Maaf, hanya suaminya yang boleh masuk," katanya."Ya, ini suaminya," tegas ibu mertua. Mas Irfan melangkah ragu-ragu. "Cepetan!" ibu mertua
Bab 21Tiba-tiba pintu terbuka. Kami semua tengadah melihat petugas berdiri kaku disana. Fara yang tadi tidur ikut terjaga ingin melihat adik bayinya, dia merajuk manja dipangkuan ibu mertua."Suami Nyonya Nungky." Panggil petugas itu.Kali ini Mas Irfan tidak ragu-ragu lagi, tidak menunggu dorongan ibu mertua supaya maju. Namun, dia mantap berdiri tegak, lalu melangkah tegap memasuki ruangan."Selamat! Putra anda sudah lahir, sehat, jenis kelamin laki-laki. Silahkan untuk diadzani," jelasnya."Alhamdulillah" kami semua bersyukur.Anak ke dua mbak Nung sudah lahir, Ibu menangis terharu. Aku juga ikut terharu bercampur bahagia. Apapun yang terjadi perjuangan Mbak Nung sangat berat, melahirkan tanpa didampingi suami. Walaupun akhirnya suamiku yang harus direcoki.Tidak lama kemudian Mas Irfan mengabarkan kalau bayi dan ibunya sudah pindah di kamar inap, sudah boleh dibezuk.Kami menuju kamar Mbak Nung, Fara yang masih mengantuk digendong Mas Irfan. Sampai di dekat pintu, ibu berhenti."
Bab 22Suara notifikasi masuk lagi ke gawaiku, netraku tertarik untuk melihat. Hmm, dari Mas Irfan. Bukan hanya netraku, namun jemariku ingin menggeser layar benda pipih. Belum sempat kugeser, pintu depan ada yang mengetuk.Kuseret kaki ke pintu depan. Alhamdulillah penjual gudeg sudah mengantarkan pesananku, sehingga aku tidak perlu repot-repot mengambilnya. Kutata kembali oleh-oleh yang kubawa, karena naik kereta harus lebih praktis, beda kalau bawa mobil sendiri, mau bawa banyak tidak masalah.Tas yang kecil-kecil kipindah menjadi satu di dalam tas yang lebih besar. Aku suka lupa kalau terlalu banyak tas printhilan, pernah ada yang tertinggal soalnya.Kembali kuperiksa satu-persatu, biasanya Mas Irfan ikut cerewet mengingatkanku, kali ini aku harus mengecek sendiri. Disini kadang aku membutuhkan Mas Irfan.Jam menunjukkan pukul 6 lewat sedikit. Aku harus segera berangkat karena takut terlambat. Kuambil gawai untuk pesan taksi online. Masih pagi sehingga langsung nyangkut, tidak h
Bab 23 POV IRFANSuasana di Rumah BersalinKetika taksi online yang ditumpangi Ibu, Dela, dan Fara sudah hilang dari pandanganku, seperti ada sesuatu yang kurang dihatiku . Aku duduk di kursi taman rumah sakit, tubuhku bersandar di bangku berwarna putih. kaki kuluruskan.Hari ini aku betul-betu lelah sekali, hari yang terberat dalam hidupku, bagaimana tidak? Aku harus mengambil keputusan sangat berat, yang seharusnya dilakukan oleh almarhum mas Fadli.Peristiwa yang belum pernah kualami dan kurasakan, mengizinkan Mbak Nung untuk segera di operasi caesar karena ketubannya sudah pecah di luar, kalau tidak segera diambil tindakan akan membahayakan keduanya. Keputusan tadi belum pernah terbayang diotakku, kalau sampai meleset, entah apa yang terjadi.Selain itu aku mempunyai pengalaman mengadzani keponakanku yang sudah yatim, hatiku sempat bergetar karena ingat almarhum Mas Fadli.Almarhum Mas Fadli orang yang sangat spesial bagiku. Setelah ayah meninggal, selain kakak, dia adalah pen
Bab 24 POV IRFANAku tertunduk lesu, usahaku sia-sia. Seharusnya tadi malam gawaiku kuisi baterai sampai penuh, supaya aku bisa mengubunginya, setidaknya aku bisa melihat kode boking tiket kereta api yang aku pesankan, dan berapa nomor kursi sekaligus gerbongnya, sebelum gawaiku off.Seandainya aku bisa menemukan gerbongnya, aku pasti mendatangi, bisa ngobrol, walaupun hanya sebentar. Setidaknya bisa melepas rindu selama tujuh hari ke depan.Kupandangi kereta api jurusan Yogja-Surabaya yang membawa penumpang, salah satunya orang yang sangat berarti bagiku, sampai kereta itu menghilang dari pandanganku. Bersamaan dengan itu juga seakan separo jiwaku hilang.Kembali pandanganku menunduk, kedua tanganku kumasukkan saku celana, langkah kaki yang lunglai terpaksa kuayunkan menuju tempat parkir mobil.Tidak biasanya aku lesu seperti ini, bukan karena kurang tidur, atau belum sarapan, juga bukan belum mandi. Tetapi, ada yang hilang di hatiku.Kuhidupkan mesin mobil, kujalankan pelan-pelan me
Bab 25 POV IRFAN"Ok, terima kasih, ponakan om yang cantik,"Alhamdulillah, bisikku."Fan, ibu belum selesai bicara, lho," Suara ibu terdengar samar.Kuayunkan langkah seribu untuk menemui tamu di depan. Aku bersyukur sekali dengan adanya tamu, untuk sementara waktu aku bisa menghindar dari ibu.Ternyata Yanto yang datang, seperti yang kuharapkan, dia membawa asisten. Kupersilahkan mereka untuk segera menangani mobil yang butuh sentuhannya.Sebenarnya ibu menyuruhku untuk menutup bengkel, supaya aku fokus mengurusi Mbak Nung yang sedang melahirkan, antar ini dan itu untuk keperluannya.Disisi lain banyak pemilik mobil yang minta segera dibetulkan. Aku tidak mau mengecewakan pelanggan, sehingga semua tetap kulayani.Rejeki tidak bisa ditolak, ada saja mobil yang masuk bengkel, dengan kerusakan berbeda. Aku pun menghubungi mitraku yang lain, namanya Supri dan team untuk membantuku segera.Tadi ibu mengabarkan kalau keluarga Mbak Nung akan datang sore nanti. Aku tidak bisa membayangkan ba
Bab 26Kereta api jurusan Surabaya itu terus melaju ke arah timur, Air mataku masih meleleh memikirkan Mas Irfan yang sudah menyempatkan waktunya untuk menemuiku, namun tidak bertemu.Penyesalanku tiada habisnya, seharusnya kiriman chat dari Mas Irfan segera kubuka, supaya tahu kalau yang berdiri di stasiun tadi, yang terlihat sepintas olehku adalah Mas Irfan, bukan orang lain.Tanganku merogoh tisu yang kusimpan di dalam tas, kususuti air mata yang tidak bisa kuhentikan. Jilbabku juga sudah basah bercampur air mata dan ingus. Wajakku kuhadapkan keluar, pura-pura melihat pemandangan sawah, sehingga wanita di sebelahku tidak curiga. Padahal pandanganku kabur, air mataku menganak sungai.Kenapa ponsel Mas Irfan tidak bisa kuhubungi?Sengaja dimatikan karena marah? sebab aku tidak membuka chatnya? Atau memang mati karena baterai habis.Bisa jadi baterainya habis, sebab Mas Irfan sering lupa. Hampir setiap malam aku selalu mengingatkan, bahkan aku yang mencolokannya. Kembali kususuti