Share

7. PS4 dan Sarah

“Bosen gue Win,” kata Bagas, minumannya habis lebih cepat. “Lo suka main game? Bisa main game?”

“Bisa,” jawab Edwin. “Suka gue, lumayan.”

“Main yuk, PS4 aja kali ya.”

“Oke yuk, main di mana?”

“Di sinilah, itu gue ada TV.”

“Lha TV doang di Pos Satpam juga ada. PS-nya mana maksud gue.”

“Beli dulu lah, bentar.”

Bagas mengeluarkan hapenya, tampak mengetik sesuatu. Edwin masih asyik dengan es kopi yang belum juga habis. Dia kembali menyinggung obrolan mereka tadi.

“Lo diselametin Silvi ya kemarin,” buka Edwin.

“Iya sih kayaknya, tapi emang salah ya.”

“Emang gak salah sih, tapi lo yang gila.”

Kala itu Bagas hampir menjelaskan temuan data anehnya ke Pak Agung. Namun, sebelum Bagas bicara panjang, ternyata Silvi dengan cepat menariknya dan mengalihkan pembicaraan.

Bagas nyaris bicara, tapi tidak jadi. Dia jadi bertanya-tanya apa maksud kakeknya untuk jadi diri sendiri. Menurutnya, keanehan dalam laporan keuangan itu harus dibicarakan.

Mereka terus mengobrol sampai satu jam lebih. Edwin kembali ingat ajakan main game tadi.

“Lo katanya mau beli PS4, jadi gak nih? Gue anter bisa.” kata Edwin.

“Udah kok, paling bentar lagi dateng.”

“Hah? Maksudnya?”

“Gue minta tolong asisten gue, lagi males jalan aja.”

Benar saja, belum sempat Edwin membalas, bel flat Bagas berbunyi. Sepertinya delivery yang mereka tunggu-tunggu. Bagas membuka pintu dan langsung saja Edwin terheran-heran.

“Permisi, atas nama Bagas betul? Kami dari Blitz Gaming Store. Ada pesanan ya,” si pengirim buka suara.

“Betul mas, ini apa aja?”

“Sesuai pesanan ya, detail ada di nota. Totalnya 63 juta 500 ribu.”

Edwin mengerutkan alis, tapi menahan diri untuk bicara. Dia memilih mengambil nota belanja dan membacanya. Tercatat harga satu unit PS4 5.750.000 rupiah, lalu 100 kaset dengan harga beragam mulai 300 ribu hingga 600 ribu rupiah.

“Ini sudah dibayar kok,” lanjut si petugas. “Mau ditaruh di mana?”

“Di bawah TV ada tempatnya mas, sekalian dipasang ya,” jawab Bagas.

“Oke, 15 menit beres.”

Edwin cepat-cepat menarik Bagas ke samping. Berbisik-bisik, dia bicara. “Lo gila apa beli 100 kaset?!”

“Hah, emang kenapa?” jawab Bagas.

“Itu banyak banget anjir, mau buat apa lo.”

“Emang lo gak mau maen?”

“Ma … mau sih, tapi …” Edwin tergagap.

“Yaudah, tinggal maen.”

Bagas mengamati dua petugas yang sedang memasang PS4 dan menyesuaikan pengaturan. Ada satu hal yang masih membuatnya belum puas, dia butuh PC Gaming. 

“Bisa rakit PC Gaming juga Mas?” tanya Bagas.

“Bisa. Ada yang udah jadi, ada yang siap rakit, bisa juga pesen custom sesuai bujet.”

“Oh, aku mau deh, custom ya.”

“Boleh-boleh, bujet berapa?”

“Berapa ya, gak tau. 100 juta cukup?”

Belum sempat si penjual menjawab, Edwin sudah heboh. “Gas! Lo ini wah!”

“Hah, kenapa?” jawab Bagas.

“100 juta itu duit!”

“Lha, emang duit.”

Si petugas menahan tawa melihat obrolan tak jelas dua pemuda ini. 

“Oke PC Gaming rakit 100 juta ya, butuh waktu tapi. Paling seminggu, bisa lebih, penginnya dibuat kayak gimana.”

Bagas lanjut mengobrol dengan si petugas, memilih tiap komponen dan desain PC-nya. Edwin gatal untuk membahas berapa banyak uang yang dikeluarkan Bagas dalam hitungan jam. 

Tak lama, proses pemasangan PS4 selesai dan PC Gaming pesanan Bagas sudah dicatat. Si petugas dan rekannya baru saja pergi, Edwin akhirnya punya kesempatan bicara.

“Wah lo ajaib Gas,” kata Edwin.

“Hah, kenapa?” Bagas merespons.

“Lo habisin duit 160 juta lebih tuh gak pake mikir woi.”

“Oh, kirain kenapa. Emang banyak ya …”

“Iya banyak itu banyak banget,” Edwin memotong ucapan Bagas, dia sudah hafal kebiasaan Bagas yang menanyakan soal duit.

Belum sempat Bagas menjawab, bel flatnya kembali berbunyi. Hanya satu kali, tapi Bagas langsung tahu.

“Oh, itu si Sarah,” kata Bagas.

“Sarah siapa?” Edwin dibuat heran lagi.

“Asisten gue, yang beliin PS tadi. Tolong bukain pintu Win.”

Edwin bergerak ke pintu, tidak tahu apa yang akan dia hadapi di baliknya. Dia membuka pintu dan terpaku di tempatnya.

“Halo Bagaaaas,” kata Sarah. “Udah sampai PS-nya?”

Edwin masih belum bicara.

“Eh, lo siapa?” Sarah bertanya ke Edwin.

“Gue … eh.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status