Share

8. Satu tim

Sepekan berlalu. Bagas sudah menuntaskan pekan pertama bersama Silvi bersama tim Pak Agung. Tidak ada kejadian apa pun. Bagas memilih menahan diri setelah ditarik Silvi. 

Sekarang, pekan kedua, Bagas berkelompok bersama Edwin di bawah tim Pak Evan. Tentu saja Edwin masih mengulangi pertanyaan yang sama setelah seminggu.

“Gas! Sarah gimana kabar? Dia cantik banget anjir,” kata Edwin pagi itu.

“Biasa aja,” jawab Bagas.

“Lah, sakit mata lo. Seumuran kita dia Gas?”

“Iya kayaknya, gue juga baru kenal.”

“Lho baru kenal kok kayak udah akrab banget?”

“Emang rada heboh gitu orangnya, gak ngerti juga gue. Lo tanya melulu.”

“Ya namanya juga usaha Gas, emang lo kagak naksir apa cantik begitu,” lanjut Edwin.

“Biasa aja, kemarin dua hari dia numpang tidur di tempat gue,” Bagas menjawab biasa. 

“Hah?! Wah pelanggaran lo, udah ngapain aja lo?!”

“Emang siapa yang nginep?” Silvi datang baru datang dan langsung bertanya. 

Sudah dua minggu, bicara di pagi hari seolah-olah jadi kebiasaan baru di antara tim magang. Biasanya mereka datang lebih pagi, berkumpul di ruangan magang, dan minum secangkir kopi atau teh sambil menunggu jam untuk bergabung dengan tim sales atau melakukan aktivitas lainnya.

Pagi itu, Bagas dan Edwin datang lebih cepat, tapi obrolan mereka dipotong Silvi yang mencuri dengar soal ada cewek tidur di tempat Bagas.

“Oh, itu si Sa …” 

“GUE! Gue yang tidur di tempat Bagas,” Edwin menyela jawaban Bagas.

“Oh gitu. Emang kalian sering main di luar kantor?” tanya Silvi.

“Main PS doang di tempat gue,” Bagas menjawab. 

“Ikut dong,” Silvi merespons cepat, tapi tampak malu-malu. “Ke tempat lo maksudnya.”

“Emang lo bisa main PS?” 

“Gas, lo bego bener dah gak ngerti lagi gue,” Edwin menyela. “Dah yuk cabut gabung tim Pak Evan.”

“Have fun guys,” Silvi berucap.

Bagas dan Edwin berjalan meninggalkan ruangan magang, suasana kantor masih relatif sepi. Para pegawai baru berdatangan.

“Lo bego apa bilang-bilang soal Sarah ke Silvi?” Edwin bertanya kesal.

“Hah? Emang kenapa?”

“Lo masa gak ngerti kode-kode cewek?” 

“Hah? Kode?”

“Hah terus mulut lo bau.”

“Emang kode apa?”

“Nih anak emang ya. Silvi tuh tebar kode, kayaknya suka sama lo.”

“Masa gitu? Emang gimana kodenya?”

“Wah parah lo gitu aja gak peka.”

“Emang lo ngerti cewek? Udah pernah pacaran?”

“Belom pernah,” jawab Edwin. “Tapi gue ngerti lah.”

Bagas dan Edwin kembali bersama tim Pak Evan. Ini hari keempat, mereka sudah bergabung sejak hari Rabu pekan sebelumnya. Tim Pak Evan sedikit lebih ceria, anak magang diberi kesempatan bekerja.

“Pagi pak,” kata Edwin.

“Pagi,” jawab Pak Evan. “Kalian berdua pagi bener udah dateng.”

“Ditarik Edwin, pak,” jawab Bagas.

“Lo nih, wah!” Edwin masih kesal. Ya gimana pak, anak magang ya begini,” lanjutnya.

“Kopi gue masih banyak Win, gelasnya di sana.”

“Bawel lo, bikin lagi sono.”

Pak Evan tertawa. “Emang kenapa? Hari ini kalian mau turun lapangan lagi?”

“Boleh pak, kalau diizinkan,” jawab Bagas.

“Saya belum ngopi nih pagi ini.” 

“Biar dibikinkan Edwin pak, katanya gitu.”

“Semena-mena lo! Wah …”

“Oke Win, makasih ya. Seperti biasa.”

Edwin menoleh ke Bagas sebentar, lalu balik ke Pak Evan. “Baik pak, pake gula merah sama krim ya.”

“Nah itu udah tau, sip.”

Edwin baru berdiri hendak keluar ruangan. “Gue juga Win, makasih ya,” kata Bagas.

“Wah orang kaya gila lo!”

Tiga jam pertama pagi itu dihabiskan untuk menulis laporan terbaru dan menyesuaikan data. Bagas dan Edwin mencoba menyusun data mereka sendiri setelah diizinkan turun lapangan pekan lalu.

“Oke, kalian berdua boleh ikut ke lapangan hari ini,” ujar Pak Evan.

“Wah mantap nih Gas, makasih pak,” jawab Edwin.

“Tapi,” lanjut Pak Evan. “Jangan malu-maluin kayak minggu lalu ya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status