Seorang pria tampan bersetelan jas hitam melangkah gontai menghampiri Amanda yang baru saja memberikan lambaian tangannya di area sebelah kolam ikan. Luna langsung mengalihkan pandangannya. Jantungnya berdebar kian cepat karena melihat sosok pria yang tak lain adalah ayah dari anak yang tengah di kandungnya. Juga, sekaligus suami dari sahabatnya yang kini berdiri di hadapannya. "Duduk, Sayang." Sapa Amanda ketika Rayyanza tiba di meja mereka. Pria tampan berhidung mancung itu meletakkan bokongnya di atas kursi kayu. Duduk di sebelah Amanda. Ia tak berani menatap Luna. Jemari tangannya saling meremas menahan gugup. Luna menatap layar ponselnya. Berpura-pura sibuk membalas pesan agar tidak terlihat salah tingkah. "Kalian tidak akan bersalaman, hah? Seperti tidak saling mengenal saja!" cetus Amanda. "Hah? Oh, ya. Hai Rayyan apa kabar?" Luna melempar senyum dan mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Rayyanza menyambut uluran tangan Luna. Tatapan keduanya saling bertaut. Penuh d
Terjadi ketegangan di dalam ruangan yang tidak terlalu luas itu. Luna yang tidak ingin melibatkan Rayyanza dalam hal apapun, spontan menujukkan reaksi tak sukanya. "Eum ... maaf, Manda. Bukan maksudku membentakmu. Aku hanya tidak ingin sampai merepotkanmu, apalagi jika sampai meminjam jas kepunyaan suamimu," terang Luna sembari terbata. "Kamu itu selalu saja berkata tidak ingin merepotkan! Aku sama sekali tidak pernah merasa direpotkan. Lagi pula, Rayyan pasti tidak akan keberatan untuk meminjamkan jasnya padamu. Ya, kan, Sayang?!" ucapnya yang dilanjut dengan menoleh ke arah Rayyanza. Pria tampan itu melepas jas hitam yang ia kenakan, menyisakan kemeja putih dengan dasi salur berwarna biru navy. Kemudian, menyerahkannya pada Luna. "Pakai saja. Aku hanya mengenakannya saat pergi dan pulang barusan. Jadi, samasekali tidak berbau dan tidak terkena keringatku!" Luna tidak ingin meraih jas yang disodorkan oleh Rayyanza. Ia menggeleng pelan dan lebih memilih menggigil menahan dingin.
Di sebuah kamar yang tidak terlalu luas dan tampak sederhana, dengan dinding berwarna soft cream yang mulai memudar. Luna berdiri di depan cermin, memandangi pantulan dirinya yang terlihat cantik. Ia menyisir rambutnya yang panjang dan masih basah. Suara musik dari ponsel yang tergeletak di atas meja rias mengalun dengan lembut, mengisi setiap sudut kamar dengan melodi yang menenangkan. Ia tersenyum tipis, menemukan ketenangan yang ia cari meskipun hanya untuk sementara waktu. Braaaak .... Luna tersentak oleh suara benturan pintu kamar yang terbuka secara tiba-tiba. Terlihat Nikita berdiri dengan raut memburu penuh emosi. "Loh ... kamu kenapa?" "Mana laki-laki itu, hah?! Apakah dia bersembunyi?" Luna mengerutkan dahi, "Apa maksudmu?" "Jas hitam yang di atas sofa itu pasti punya dia, kan? Tadi pagi aku bertemu dengannya di halteu bus. Ia mengenakan jas yang sama!" cecar Nikita. "Oh ... jas itu. Iya itu memang miliknya," jawab Luna seraya menyisir rambutnya, "tadi, aku bersama M
Luna melangkahkan kakinya di trotoar jalan. Hembusan angin menggoyangkan rambut panjangnya. Di tengah asiknya berjalan, suara klakson mobil tiba-tiba memecah kesunyian. Luna menoleh dan melihat mobil Rayyanza mendekat dari arah belakang. "Rayyanza? Sedang apa dia disini?!" gumamnya.Suami dari sahabatnya itu berhenti di sampingnya dan menurunkan kaca jendela. Wajahnya yang tampan mengembangkan senyum. Tapi, Luna merasa muak setiap kali melihatnya. Pasalnya, sudah berkali-kali ia menghindar namun Rayyanza terus mengganggunya. "Luna ... tunggu sebentar. Aku perlu bicara denganmu," kata Rayyanza, suaranya memohon. Wanita yang sudah merasa lelah akibat bekerja itu enggan menanggapi. Ia sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan oleh Rayyanza. "Tidak! Aku tidak mau berbicara denganmu!" ketus Luna. "Sebentar saja, Luna. Aku mohon." Luna menghela napas berat. "Sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan, Rayyan. Pulanglah! Aku yakin Amanda sedang menunggumu di rumah." Tanpa menunggu j
Malam yang semula hangat itu, berubah menjadi penuh ketegangan. Rayyanza terdiam selama beberapa saat setelah Amanda melontarkan pertanyaan yang tajam. "Kamu sedang membayangkan siapa, hah? Kenapa kamu tidak bisa melihatku?!" Pertanyaan itu begitu mengguncangnya hingga ia tidak bisa langsung menjawabnya. Rayyanza terlihat kikuk dan salah tingkah. Namun, dengan cepat ia menjawab pertanyaan amanda secara asal."Aku tidak membayangkan siapapun. Aku hanya sedang meresapinya!"Mendengar jawaban Rayyanza, Amanda merasa jika suaminya tengah berbohong . Ia menolak melanjutkan aktivitas ranjang yang telah terhenti secara mendadak itu.Namun, pria yang merasa keinginannya belum terpenuhi itu tidak mau menerima penolakan tersebut. Ditambah dengan dorongan hasrat yang masih menggelora. Ia memaksa Amanda untuk melanjutkan aktivitas ranjangnya. "Ayo, Sayang. Aku masih menginginkannya." Bisik Rayyanza sembari menindih tubuh Amanda. Ia tidak memedulikan perasaan marah dan kecewa istrinya.Setelah
"Manda, aku benar-benar tidak yakin bisa datang. Pekerjaan ini mendesak sekali," jawab Luna, berusaha untuk tetap tegas.Namun, Amanda terus memohon. "Luna, tolonglah. Kedatanganmu penting bagiku. Aku ingin sahabatku ada di malam spesial ini. Lagipula, kamu kan bisa mengatur waktu. Aku yakin kamu bisa meluangkan sedikit waktu untukku."Luna merasa semakin terdesak. Ia tidak ingin mengecewakan Amanda, tetapi ia juga tahu bahwa kehadirannya bisa memperumit banyak hal. "Baiklah, Manda. Aku akan usahakan untuk datang, tapi tidak bisa lama-lama, ya?!"Mendengar itu, Amanda tersenyum lega. "Terima kasih, Luna! Aku sangat senang kalau kamu datang. Sampai bertemu nanti malam!""Oke, Manda," jawab Luna, meskipun hatinya masih diliputi keraguan dan kecemasan.Setelah percakapan berakhir, Amanda merasa puas telah meyakinkan sahabatnya untuk datang. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik layar.Di sisi lain, Luna berusaha menenangkan pikirannya, mempersiapkan diri untuk menghadapi ma
Di sebuah halaman rumah mewah yang luas dan asri, pesta kejutan ulang tahun yang diadakan oleh Amanda untuk sang suami sedang berlangsung. Dihadiri oleh kerabat dekat dan keluarga yang merupakan seorang konglomerat. Suasana malam itu dipenuhi dengan tawa riang dan percakapan hangat. Lampu-lampu hias menggantung indah di pepohonan menerangi halaman dengan cahaya yang temaram, menambah kesan intim pada acara tersebut.Rayyanza, yang tengah berulang tahun tampak sangat tampan malam itu. Mengenakan setelan jas yang rapi. Aura percaya diri dan karismatiknya membuat semua mata tertuju padanya. Tidak hanya tampan, tetapi juga penuh pesona yang memikat hati banyak orang.Di salah satu sudut halaman, berbagai hidangan lezat dan minuman berjejer di atas meja panjang. Beraneka ragam jenis makanan mulai dari hidangan tradisional hingga internasional tersaji dengan rapi dan menggiurkan. Wangi harum dari masakan menyeruak menggoda setiap tamu yang lewat. Ada sushi, pasta, sate, dan berbagai kue-k
Pesta ulang tahun Rayyanza masih berlangsung dengan meriah. Musik lembut mengalun di antara gelak tawa dan percakapan para tamu. Namun, di sudut taman yang agak tersembunyi dari keramaian, suasana terasa berbeda."Ma, mungkin sebaiknya kita tidak membicarakan hal ini sekarang. Ini kan pesta ulang tahunku," kata Rayyanza dengan lembut namun tegas sembari meraih tangan Amanda dan membawanya menjauh dari ibunya."Aku tidak mengerti kenapa Mamamu tidak suka aku berteman dengan Luna hanya karena dia bukan berasal dari kalangan seperti kita. Sudah lebih dari 10 tahun Luna menjadi sahabatku, tentu saja aku tidak mungkin melepasnya begitu saja!" bisik Amanda penuh penekanan."Aku tahu, Sayang. Luna adalah sahabatmu, dan dia sangat berarti bagimu. Aku juga tidak setuju dengan Mama, tapi mari kita coba untuk tidak memperkeruh suasana," jawab Rayyanza, memeluk Amanda untuk memberinya rasa nyaman.Mereka kembali ke tengah pesta, berusaha menikmati malam yang seharusnya penuh kebahagiaan. Karena