Share

Bayi Siapa?
Bayi Siapa?
Penulis: Puput Gunawan

Bayi Siapa?

BAYI SIAPA?

 

Kantung kemihku terasa penuh dan membuatku terbangun. Waktu menunjukkan pukul 03:00 dini hari. Aku beranjak dari tempat tidur untuk ke kamar mandi.

 

Sayup-sayup terdengar suara bayi menangis. Suaranya begitu dekat. Setahuku tidak ada tetangga yang baru melahirkan di lingkungan sekitar tempat tinggalku. Apa jangan-jangan hantu? Bulu kuduk seketika meremang. Segera aku tunaikan keinginan untuk buang air kecil.

 

Aku berjalan perlahan menuju kamar untuk kembali tidur. Namun, suara tangis bayi itu semakin terdengar kencang. Karena penasaran, aku mencari sumber suara. Semoga saja hanya imajinasiku saja.

 

Mataku tertuju kepada pintu depan rumah. Dari suaranya terdengar jika berasal dari sana. Dengan sedikit perasaan takut, aku membuka pintu dan terkejut karena ada sebuah kardus berisi bayi.

 

Aku mengambilnya kardus dan memperhatikan isinya. Sesosok bayi mungil yang baru dilahirkan terbaring tak berdaya, dia menangis mungkin karena kedinginan. Ari-ari masih melekat pada bayi yang tidak berbusana itu.

 

Aku segera membawa bayi itu kedalam kamar dan membedongnya dengan selimut, agar si bayi menjadi lebih hangat. Suamiku terbangun mendengar suara tangis bayi dan terkejut melihatku menggendong bayi

 

"Bun, bayi siapa itu?" tanyanya sambil mengusap matanya.

 

"Tidak tahu, Yah. Tadi aku menemukannya di depan rumah."

 

"Kita harus lapor polisi," ucap suamiku.

 

"Kita ke bidan dulu saja. Bayi ini masih memiliki ari-ari dan harus secepatnya di potong," ucapku.

 

Aku segera membangunkan Amran dan Angga. Kedua orang putraku untuk mengantarkan aku ke klinik bersalin terdekat. Mereka terkejut melihat bayi dalam gendonganku ini.

 

"Bayi siapa, Bu?" tanya Amran.

 

"Nanyanya nanti saja, kita ke bidan dulu. Ayo antarkan."

 

Dengan sigap Amran mengantar aku ke bidan. Kami tidak hanya berdua, tapi berempat dengan Angga dan suamiku. Sepanjang perjalanan aku berpikir siapa orang tua bayi ini? Kenapa meletakannya di depan rumahku?

 

Amran terus bertanya bayi siapa itu, aku menjelaskan yang sebenarnya terjadi kalau aku pun tidak tahu. Sementara Angga hanya diam saja, sepertinya dia bingung dengan apa yang terjadi. Mungkin terkejut aku bangunkan tiba-tiba. Suamiku sendiri malah tertidur di mobil.

 

Setibanya di klinik bersalin aku langsung menemui bidan yang berjaga untuk memotong tali pusar yang masih menempel dengan ari-ari. Untung saja bidan tersebut tidak bertanya macam-macam.

 

"Ibunya kemana?" tanya bidan.

 

"Di bawa ke rumah sakit akibat pendarahan. Kami tetangga yang kebetulan di mintai tolong untuk membawa bayi ini ke bidan. Ibu si bayi orang miskin dan melahirkan di rumah. Keluarga mereka panik karena sang ibu mengeluarkan banyak darah," jawabku.

 

Untung saja bidan itu percaya dengan ucapanku. Aku tidak berani berkata jujur karena takut bidan ini tidak mau menolong lantaran ketidak jelasan asal usul si bayi. Untuk sekarang, berbohong demi kebaikan adalah yang terbaik.

 

Kami langsung pulang begitu si bayi di periksa. Syukurlah bayi ini sehat dan hanya sedikit kedinginan. Aku mendekapnya agar dia hangat dan tidak lupa membeli beberapa popok dan susu bayi di klinik, kebetulan klinik ini juga menjual perlengkapan bayi.

 

Setibanya di rumah, kami langsung berbincang mau di apakan bayi ini. Lapor polisi atau merawatnya. Entahlah aku bingung. Jujur saja aku menyayangi bayi mungil ini. Terlebih jenis kelaminnya perempuan dan aku belum memiliki anak perempuan.

 

"Apa tidak sebaiknya kita laporkan polisi saja," ucap suamiku.

 

"Jangan, Bun. Rawat saja, bayi itu sangat manis," ucap Amran putra sulungku yang berusia 25 tahun.

 

"Bayi gak jelas, Bun. Bawa ke panti asuhan saja," usul Angga putra keduaku yang masih berseragam putih abu-abu.

 

"Rawat saja, Bu. Kasihan anak itu tidak tahu apa-apa," ucap mbok Iin asisten rumah tangga kami.

 

Di samping Mbok Iin ada Ami, putrinya. Usianya sepantaran dengan Angga dan mereka sekolah di SMA yang sama. Ada yang aneh pada wajah Ami. Dia terlihat pucat.

 

"Ami, kamu sakit?" tanyaku.

 

Dia tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak terjadi apa-apa.

 

Perbincangan kami terus berlangsung, hingga akhirnya aku memutuskan untuk merawat bayi tidak bersalah ini. Sambil mencari tahu siapa orang tuanya.

 

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status