Share

Enam Batu Nisan

Pagi harinya aku mencuci seluruh tubuh. Udara di tahun delapan puluhan ini terasa sangat dingin luar biasa. Belum bercampur dengan kemunafikan dan dosa. Eh, aku juga seorang pendosa besar, sih.

Aku masih jadi yang pertama kali bangun. Kulihat Om Andi masih malas beranjak dari pembaringan. Pun Angga dan Anton yang katanya anakku tak juga bangun dari tidurnya.

Apa mereka tidak sholat Shubuh. Karena yang aku kenal dulu Bang Angga orang yang rajin ibadah. Aku sendiri? Nggak usah ditanyain gimana hancurnya jadi orang.

“Om, Om Andi, nggak bangun?” Aku mengguncang tubuh lelaki yang sudah jadi suami seperti keinginanku.

“Jam berapa?” tanyanya, tapi mata tetap terpejam.

“Jam setengah enam pagi,” jawabku.

“Kalau di sini penyebutannya jam lima setengah, jangan lupa itu, Nora, supaya kamu gampang berbaur.” Om Andi bangkit dan meraih handuk.

Tebakku langsung menuju kamar mandi. Aku rapikan sprei dan baju kami yang berserakan di lantai. Malam tadi kami terlalu menggebu seperti kuda liar yang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status