Share

Di Antara Dua Sujud
Di Antara Dua Sujud
Penulis: Anana-chan

Chapter 1

"Nak, kapan kamu membawah calon menantu untuk Ummi?"

Seperti biasa, Ummi akan bertanya hal seperti itu. Wajahnya terlihat sedih. Dia menatapku dengan pandangan sendu. Kadang juga, dia menangis. Hatiku remuk melihat bidadariku menangis hanya karena perkara jodoh yang tidak kunjung datang di hidupku.

"Sampai kapan Nak Faizal?" lirihnya. Air matanya menetes di pipi. Aku hanya bisa menunduk. Bingung harus menjawab apa.

Namaku Faizal, lelaki dewasa yang sampai saat ini tidak memiliki pasangan. Umurku 30 tahun dan konon, aku sudah sangat pantas untuk menikah, itu yang sering aku dengar dari mereka. Berprofesi sebagai dosen Fisika tidak membuat hidupku mudah mendapatkan jodoh.

Aku terlalu dingin dan penakut, itu yang dikatakan mang Dadang, satpam di kompleks sebelah yang selalu aku ajak minum kopi di kedai mbak Sri.

"Faizal akan berusaha Ummi, kalo memang belum ada yang pas, Faizal pasrah dengan pilihan Ummi," ucapku.

Ummi mengengam tanganku dengan lembut, dia mengelus kepalaku dan mengecupnya. Air matanya menetes lagi dan lagi.

"Yah, masalah jodoh, memang nggak bisa dipaksakan juga. Faizal sudah dewasa, dia bisa menentukan pilihannya sendiri."

Abi keluar dari dalam kamar dan bergabung di ruang tamu bersama kami. Dia menatapku dengan serius. "Itu yang abi katakan lima tahun lalu, saat kamu memilih mengambil studi di Inggris untuk program doktor. Tapi sekarang, sudah sangat berbeda, Faizal," sambung abi sedikit cemas.

"Kami sudah mau meminang cucu," kekehnya sambil tersenyum. Dia berusaha menghibur ummi yang dari tadi menangis sesegukan di sampingnya. Abi sangat romantis kepada ummi. Ummi adalah cinta pertamanya. Bahkan abi rela memperjuangkan ummi dan membawah ummi ke Mesir untuk menemaninya bersekolah.

"Ya, diusahakan lah, Nak. Kalo ada yang kamu suka, langsung gercap aja bawah ke ummi. Kami insyallah setuju dengan wanita pilihanmu, Nak."

Aku menghela napas panjang.

"Insyallah Abi, doakan selalu Faizal, anakmu ini. Doa Abi dan Ummi sangat berarti untuk Faizal. Doa itu lah yang membuat Faizal akan menemukan sang bidadari Faizal," ucapku berlemah lembut.

Ummi menyeka air matanya, dia tersenyum.

"Bagaimana kalo ummi memperkenalkan kamu dengan putri dari sahabat ummi? Insyallah, dia gadis sholeha, namanya Alina. Cantik, menawan dan juga berpendidikan. Dia adalah putri dari ummi Ayna."

Aku mengerutkan kening tidak mengerti.

"Bibi Ayna punya putri?"

Yang aku tahu, sahabat ummi itu tidak memiliki putri. Ummi mengangguk pelan. "Ya, pokoknya lihat dia dulu deh. Masalah jodoh mah, nanti kita pikirkan lagi. Intinya kamu bertemu dia dulu." Aku mengangguk setuju. Demi membahagiakan surgaku, aku akan melakukan hal itu.

Setelah berbicara dengan ummi, aku berpamitan untuk ke kampus. Hari ini, aku akan mengajar beberapa mata kuliah di kampus Tunas Bangsa.

"Dosen tampan!" sahut suara itu. Aku menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Siapa yang berani mengodaku? Apa dia tidak punya sopan santun?

Aku menatap seorang gadis cantik tersenyum ke arahku sambil malu-malu memberikan surat.

"Ini surat cinta, Pak." Tangannya bergetar. Dia terus menunduk karena ketakutan. Aku tidak menjawab apapun. Ku pandangai surat yang dibawahnya. Surat itu penuh dengan tanda love dan ada hiasan ciuman di sana.

Apa? Maksudnya dia mengatakan cinta kepada dosennya sendiri? Apa dia tidak tahu ini wilayah kampus. Aku ingin marah tapi melihat wajahnya yang ketakutan, hatiku jadi luluh.

“Saya tidak butuh surat cinta!:”

"Tidak masalah pak, bapak bisa ambil saja dulu."

Aku mengambil surat itu dan dia bergegas berlari. Aku tidak pernah melihatnya di sekitar fakultas. Bahkan, ku yakin dia bukan mahasiswaku. Berani-beraninya dia menyatakan cinta kepadaku?

Aku menatap surat itu lalu menyimpannya ke dalam saku. Gadis itu pergi entah ke mana.

***

"Dapat surat cinta lagi?" Abdulla menepuk pundakku. Aku menoleh dan menatapnya. Aku tersenyum dan mengangguk dengan pelan.

"Ya, mahasiswa di sini tuh suka sama kamu, Faizal."

"Kamu aja terlalu dingin, galaknya minta ampun."

"Siapa sih yang nggak tertarik dengan seorang Faizal, dosen tampan, kaya raya, punya bisnis dan juga ... dia sangat bertanggung jawab dengan pekerjaanya."

Abdullah tertawa terbahak-bahak, dia sepertinya sedang mengejekku, biarlah. Jika seperti ini dia bahagia, aku tidak masalah. Aku sudah lama selalu diisukan dekat dengan seorang mahasiswa. Padahal, mereka yang mendekatiku dan aku tidak pernah meresponnya.

Ada yang gila lagi, seorang mahasiswa mengaku telah mengandung bayiku. Saat itu, ummi sampai di larikan ke rumah sakit karena kaget. Untung saja, mahasiswa itu akhirnya mengaku salah setelah aku mengancamnya.

Namaku hampir saja buruk.

"Sila? Anisa, Aisyah? Atau mau Rahmani?"

Abdullah menyodorkan beberapa foto ke arahku. Aku menoleh dan menatapnya.

"Aku nggak mau dijodoh-jodohkan seperti gini sih."

Abdullah, salah satu sahabatku yang bekerja di kampus ini. Abi yang membuat Abdullah berhasil diterima sebagai dosen. Abdullah sudah menikah satu tahun lalu dengan mahasiswanya sendiri. Kadang, Abdullah sengaja memperlihatkan keromantisannya agar aku segera menikah.

"Mereka tuh bersedia jika kamu mengkhitbahnya."

"Sebenarnya masalahnya bukan di wanitanya, tapi masalahnya di kamu, Faizal. Kamu tuh nggak mau buka hatimu."

Ku perhatikan lima foto yang berada di tangan Abdullah. Semuanya terlihat cantik. Tapi, bukan kecantikan yang menjadi point utama dalam memilih calon istri untukku.

"Annisa, dia lulusan Kairo. Dia anak dari salah satu kyai di kampungku. Aku sudah menjelaskan kepadanya tentang dirimu. Insyallah, kalo kamu bersedia bertemu dengannya, aku akan memberikan fasilitas. Abinya juga setuju, dia ingin bertemu denganmu kalo kamu serius ingin berkenalan dengan putrinya."

LIhat sikap Abdullah kan? Dia bahkan mewawancarai kelima gadis itu untuk dijodohkan denganku. Aku seperti lelaki yang tidak bisa memilih jodohku sendiri dan harus bergantung dengan bantuan orang lain.

"Nggak dulu," jawabku singkat. Joko dan Abdullah saling pandang dalam keheranan. Aku mengeser foto Anisa dan menyuruhnya untuk menyimpannya saja.

"Ummiku akan memperkenalkan kepadaku seorang gadis cantik."

"Aku insyallah nurut sama dia saja," jawabku sambil tersenyum. Kedua lelaki itu sontak mengucap syukur.

"Akhirnya batu karang luluh juga," kekehnya.

Saat memberikan pelajaran di kelas, tidak jarang mahasiswa mencoba untuk mengodaku. Karena statusku yang masih single dan tampak misterius, mereka nekad untuk mencari informasi tentangku. Itu sudah hal biasa, aku seperti artis saja di kampus ini.

"Gimana pak Faizal, surat cintanya diterima nggak?"

Gadis itu belari saat aku baru saja berjalan ke parkiran kampus. Dia tersenyum. Wajahnya sangat manis. Ada gingsulnya yang membuat wajahnya tidak bosan dilihat.

Rambutnya terurai panjang, gadis itu menatapku sambil mengedipkan mata. Manis sekali caranya. Tapi aku tidak suka.

"Kamu siapa?" suaraku dingin.

"Saya Bea, Bea Delina. Bapak belum kenal saya? Saya mahasiswa di sini!" Dia menjulurkan tangannya untuk berpegangan tangan. Aku terus memperhatikannya secara serius.

"Saya sibuk."

"Lain kali, kamu harus tahu untuk sopan kepada orang yang lebih tua. Berapa umurmu?"

"22 tahun pak, sebentar lagi lulus." Setiap dia berbicara, senyuman tidak pernah lepas dari wajahnya.

Aku membuka pintu mobil dan segera masuk.

"Saya tidak tertarik dengan kamu!" ucapku lalu menjalankan mobil dan pergi dari hadapannya. Dari kaca spion, ku lihat wajahnya yang cemberut. Dia berdecak kesal. Aku tersenyum. Dia benar-benar lucu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status