“Nuha! Honey! Bangunlah!”Darren menepuk-nepuk pipi Nuha. Tiba-tiba Nuha mengerjap dan membuat Darren terkejut minta ampun.“Ayo! Kita jalan-jalan lagi!” ucap Nuha dengan antusias. Darren sampai terkejut melihat perubahan Nuha. Tadi dia pusing dan sekarang begitu bersemangat.“Ayo!” seru Nuha yang sudah terlihat baik-baik saja. Dia meninggalkan Darren yang dilanda bingung.“Ah, ada foto box, aku mau ya?”Nuha menemukan spot berfoto yang terletak tak jauh dari mall. Dia pun masuk ke dalam box itu setelah membayar terlebih dahulu.“Lah kok kau eh … Mas ikut?”Nuha dikejutkan oleh Darren yang tiba-tiba ikut masuk mengikuti Nuha.“Buat ngasih lihat ke Daddy, dokumentasi kalau kita benar-benar honeymoon, eh … berlibur, ralat,” jawab Darren dengan memeluk Nuha dari belakang lalu menaruh dagunya di pundak Nuha dan tersenyum ke arah kamera.“Pencitraan dulu!” ucapnya dengan mengabaikan ekspresi Nuha yang terlihat ketakutan.Nuha nyaris tak bisa bernafas saat Darren memeluknya dengan intim. N
Malam itu tak seperti biasanya, Kania merasa gelisah. Dia sendiri tidak tahu penyebab apa yang membuatnya gelisah. Dokter menyatakan bahwa dirinya telah sembuh dari sakit tifus yang dideritanya. Seharusnya dia merasa tenang dan tidur nyenyak karena minum obat. Namun pikirannya melanglang buana. Akibat daya tahan tubuhnya yang lemah, beberapa kali Kania dilarikan ke rumah sakit karena terserang bakteri tifus setelah sebelumnya terserang demam berdarah.Kania memikirkan Nuha yang tiba-tiba hilang tanpa ada kabar berita. Nuha menjadi sulit dihubungi. Kania beranjak dari tidurnya dan berjalan keluar ruang keluarga. Dia berniat akan menonton acara drama di saluran luar negeri langganannya. Semoga saja Kania beruntung, dia akan menemukan drama bagus yang bisa memperbaiki suasana hatinya.Kania duduk dan mengambil remot yang tergolek di atas meja lalu menekan tombol on. Televisi layar datar pun menyala. Dia mulai menikmati film dengan menyandarkan punggungnya pada sofa dan merentangkan kaki
“Papa! Ya ampun sampe cengo lihat yang bening! Bilangin Mama loh,” Kania merebut ponsel miliknya dari tangan Naufal. Dia mengira jika sang ayah terpesona melihat kecantikan wajah temannya tersebut. Bukankah tak menutup kemungkinan lelaki beristri menyukai gadis lajang.“Kau jelas gadis yang paling cantik Sayang. Bagi Papa, kau gadis cantik nomor satu di dunia ini dan Mama urutan ke dua,” kata Naufal berusaha menormalkan perasaannya yang tak karuan. Seperti ada sebuah insting yang terhubung saat mengingat Nuha. Perasaan seorang ayah.“Papa gombal!”Kania memasang wajah masam.“Sayang, Papa pernah melihat Nuha tak sengaja,” tutur Naufal berupaya mengingat pertemuannya dengan Nuha saat Nuha terkunci di dalam kendaraan beroda miliknya Din kala itu. Nuha terlihat ketakutan.“Kapan?” tanya Kania dengan terburu-buru.“Waktu itu, mobil Papa mogok di tepi jalan yang sepi dekat perkebunan jati. Tak jauh dari mobil Papa, ada juga mobil yang berhenti di sana, kira-kira beberapa meter di depan mo
Aruni terbangun dengan dibanjiri keringat dingin yang luar biasa. Tubuhnya gemetar hebat. Dia baru saja mengalami mimpi buruk tentang putrinya.Jantungnya berdegup sangat kencang bagaikan sehabis berlari maraton. Perasaan gelisah pun menyelimuti pikirannya.Masih pukul tiga dini hari. Dia ingin menghubungi putrinya tetapi sungkan, khawatir mengganggunya sebab mungkin Nuha dan suami tengah berlibur. Lalu Aruni hanya memilih mengirim pesan pada putrinya untuk berhati-hati di jalan saat berpergian, jangan pergi berjauhan dengan sang suami. Terkadang firasat seorang ibu itu tak pernah meleset.Aruni lantas pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menghabiskan waktunya di sepertiga malam untuk bermunajat kepada sang Khaliq. Meminta pertolongan dan perlindungan untuk semua anaknya tak terkecuali.Aruni menjadi berpikir sudah saatnya putra putrinya harus belajar ilmu bela diri, dengan tujuan untuk melindungi diri mereka saat sendirian.“Salwa, apa kau bersedia ikut ekskul bela dir
Check in pesawat nyaris enam puluh menit lagi. Jika melewati waktu tersebut belum tiba di bandara sudah bisa dipastikan Darren Dash dan Mariyam Nuha akan ketinggalan penerbangan dan mereka harus mengatur jadwal keberangkatan selanjutnya.Tak apa ketinggalan penerbangan atau membatalkan sekaligus jadwal liburan. Yang terpenting ialah Nuha ditemukan. Darren tak rela jika Nuha menghilang karena insiden barusan. Kalau bisa Darren akan mengurung Nuha di rumah atau di kamar untuk dirinya lain waktu. Nuha membuat Darren ketar ketir mencarinya. Darren merasa takut jika Nuha diculik atau tersesat. Apalagi mereka tengah berada di negeri asing.Darren sudah mencari Nuha ke setiap jalan yang tadi mereka lewati. Namun Nuha belum bisa ditemukan dan dia benar-benar merasa menyesal atas apa yang terjadi barusan. Baru pertama kalinya Darren begitu mengkhawatirkan seseorang. Nuha telah berhasil mengaduk-aduk emosi dan hatinya.Kekhawatiran Darren semakin bertambah sebab dia hanya menemukan koper kecil
“Pecundang tak berguna!” pekik Daniel pada para orang suruhannya yang kebetulan warga asli Turki, yang berhasil melarikan diri. Daniel Dash bahkan sudah membayar puluhan ribu lira pada orang suruhannya itu untuk membawa Nuha.Aksi demo secara tidak langsung membatalkan aksi Daniel. Orang-orang suruhan Daniel malah tertangkap oleh para polisi yang menghalau aksi demo. Mereka dituduh sebagai koordinator demo karena kedapatan membawa senjata dan obat bius. Mereka diringkus oleh pihak berwajib. Hanya satu yang selamat dari kepungan para polisi bersenjata tetapi dirinya tidak selamat dari amukan Daniel.Daniel menghajar lelaki berjenggot yang usianya lebih tua darinya dengan membabi buta. Dia juga menghancurkan barang-barang yang berada di penginapan seperti furniture dan beberapa pajangan dari tanah liat.Aksi Daniel benar-benar payah. Dia gagal menculik Nuha. Untuk melampiaskan amarahnya, Daniel memanggil seorang wanita penghibur untuk memperbaiki suasana hatinya.Malam itu, wanita pengh
Dua puluh tahun yang laluMalam itu, seorang pemuda berperawakan tinggi dengan rambut gondrong tengah berlari di bawah rinai hujan yang begitu lebat. Dia memayungi tubuhnya dengan jaketnya. Dia berjalan dengan tergesa meski harus melawan hujan lebat demi menemui sang kekasih hatinya yang sudah lama menunggunya di halte bus dengan wajah yang ditekuk.Gadis cantik berambut panjang sepunggung itu duduk sendirian di sana sembari menekuri lantai yang dipijaknya. Sesekali dia memainkan sepatu pantofelnya, mulai merasa jenuh sebab kekasihnya tak kunjung datang menjemputnya padahal malam sudah larut dan jalanan terlihat sepi.“Arun! Arun!” seru pria berambut gondrong tersebut saat kakinya mendarat sempurna di depannya setelah mengibaskan jaketnya yang basah.“Sayang … Arun!” serunya lagi dengan suara yang lembut, berharap kekasihnya, Arunika muda menoleh padanya dan menyambutnya dengan sebuah pelukan dan kecupan hangat di pipinya. Namun hal tersebut hanyalah angan belaka.Aruni tak menggubris
Tangan Nuha begitu dingin saat memijat kepala Darren dengan terpaksa. Kening Darren terasa panas. Dia terserang demam pula.Demi rasa kemanusiaan, Nuha memijat pelan kepala Darren yang berlabuh di pahanya. Rambutnya yang agak panjang sebahu terasa halus di tangannya. Darren tertidur pulas dalam pangkuannya. Awalnya Nuha merasa sangat risi tetapi entah mungkin dorongan psikologis janin yang di dikandungnya dia dengan ikhlas memijat kepala sang suami.Untuk melakukan hal semacam itu saja butuh pergulatan batin. Nuha sadar apa yang dilakukannya keliru. Dia tahu dosa ketika dirinya belum bisa berbakti padanya dan melayaninya sebagai seorang istri. Nuha masih trauma atas apa yang terjadi padanya.Nuha masih beruntung memiliki suami seperti Darren yang penuh pengertian. Darren tak pernah menuntut Nuha untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Darren bahkan sadar diri karena awal hubungan mereka ialah ‘kesalahan’. Namun Darren meyakini hubungannya akan membaik jika ke duanya sali