Share

Diselingkuhi Suami Diratukan Preman Milyuner
Diselingkuhi Suami Diratukan Preman Milyuner
Penulis: Maheera

Hadiah Pernikahan

Najwa semakin mengeratkan kepalan kedua telapak tangannya yang gemetar. Seolah-olah dengan cara seperti itu dia bisa mendapatkan kekuatan mendengar pengakuan Rafa, lelaki yang telah menikahinya enam tahun yang lalu. Pernikahan yang diharapkan wanita itu sekali seumur hidup. Tidak ada yang salah dengan pernikahan mereka. Rafa seorang lulusan pondok pesantren terkenal sangat paham syariat agama. Lelaki berkulit putih bersih dengan tulang hidung tinggi itu memperlakukannya sangat baik selama mereka menikah. Kata-kata manis selalu keluar dari bibir si lelaki, membuatnya yakin tak ada yang bisa membuat sang suami berpaling.

Namun, keyakinan Najwa kini luluh lantak. Di perayaan pernikahan mereka yang ke enam, Rafa memberi hadiah yang membuatnya tak bisa berkata-kata. Sesuatu menghantam dadanya begitu keras hingga ingin memaki lelaki di hadapan. Hendak bertanya apa salahnya sehingga Rafa tega menduakan tanpa bertanya terlebih dahulu. Ingin rasanya melemparkan hidangan yang dia masak sepenuh hati untuk merayakan hari bahagia mereka, meski keadaannya belum terlalu sehat setelah didera penyakit tifus beberapa bulan yang lalu.

Akan tetapi, ajaran-ajaran baik yang selalu ditanamkan ibunya dulu membuat Najwa menekan dalam-dalam kemarahannya. Meski sorot mata wanita itu mengandung ribuan kubik magma, dia masih berusaha menahan nada suara tidak memaki sang suami.

"Kenapa, Mas? Apa yang salah dengan pernikahan kita?" Pertanyaan itu keluar dari bibir Najwa yang bergetar. Matanya nanar menatap sang suami

Pandangan Rafa berubah sendu saat melihat raut terluka sang istri, menghadirkan rasa bersalah di dadanya. Namun, keadaan tidak bisa dikembalikan seperti sedia kala.

"Maaf, tidak ada yang salah dalam pernikahan kita. Kamu istri yang sangat baik." Wajah Rafa memelas karena memang seperti itu kenyataannya.

"Lalu kenapa?" Najwa mulai terisak. Sesak di dada memanaskan kelopak mata, memaksa air mata berderai membasahi wajahnya.

"Kami selalu bertemu. Aku sudah berusaha menghindar, tetapi selalu ada situasi yang membuat kami selalu bersama."

"Apa?" Tawa getir terdengar dari bibir Najwa. Tatapan matanya menunjukkan ketidakpercayaan kepada Rafa. "Kamu enggak fakir ilmu, Mas. Kamu sangat paham agama, bahkan setiap ucapanmu selalu menyelipkan nasehat untuk orang lain. Kamu tahu batasan bergaul antara laki-laki dan wanita, tapi kenapa kamu tak bisa menjaga hati dan pandangan?"

"Karena itu aku menikahi Laila." Rafa mulai frustasi mendengar rentetan kalimat yang diujarkan Najwa. "Aku tak mau berdosa berzina mata dengannya."

"Tanpa bicara padaku? Tanpa meminta pertimbangan apakah aku siap dimadu?" Mata Najwa semakin menajam, seolah-olah hendak melobangi dada rafa.

"Seorang laki-laki boleh menikah lagi tanpa ijin istri pertamanya," tukas Rafa cepat. Dia tidak ingin disudutkan dengan tatapan menuduh dari manik mata Najwa.

"Kejam kamu, Mas!" seru Najwa keras. Pertahanan wanita itu runtuh mendengar kalimat tak berperasaan dari bibir Rafa. Dia tidak mengira, lelaki yang selalu berlaku lembut kini tega menancapkan belati ke dadanya. "Memang tidak ada kewajiban meminta ijin dari istri pertama, tapi setidaknya dengan membicarakannya kamu masih menganggap aku istrimu. Aku bukan batu yang diam saja saat kamu sakiti, Mas. Tidak ada wanita di dunia ini rela dimadu tanpa alasan yang jelas."

"Aku tahu, tapi kalau kamu ikhlas maka surga balasannya." Rafa mencoba meraih tangan Najwa, tetapi wanita itu menepis pelan.

"Masih banyak cara untuk mendapatkan surga. Jangan gunakan ilmumu padaku, karena aku juga sangat paham. Kamu zalim, sampai kapan pun aku tidak ikhlas!"

Najwa beranjak meninggalkan meja makan yang masih menyajikan hidangan makan malam yang belum tersentuh. Bahkan, kue tart yang dibuat sepenuh hati olehnya dibiarkan jatuh di lantai.

Rafa menyugar rambut dengan raut kesal. Dia tak mengira semua menjadi serumit ini. Tadinya dia pikir Najwa akan menerima pernikahan keduanya, karena wanita itu juga sangat paham agama sepertinya. Najwa putri seorang pemuka agama yang sangat disegani di kota mereka. Pernikahan mereka atas dasar perjodohan, tetapi bukan berarti dia tidak mencintai wanita itu.

Najwa bak bunga baru mekar yang menguarkan arumi surgawi. Wajahnya cantik membuat mata tak ingin beralih menatap ke arah lain. Suaranya begitu merdu kala membaca kitab suci membuat dada Rafa bergetar. Sangat mudah jatuh cinta kepada wanita itu. Saat Najwa menerima perjodohan mereka, dia seperti mendapat durian runtuh. Dia merasa sangat bangga , sebab dari sekian banyak laki-laki, Ustad Amir, Ayah Najwa, memilihnya menjadi menantu. Ijab-kabul yang keluar dari mulutnya sebagai penanda mereka siap mengayuh bahtera ke laut lepas sekaligus hari patah hati bagi para pengagum Najwa.

Tadinya Rafa yakin tidak akan pernah menemukan wanita seperti Najwa. Namun, bertahun-tahun kemudian sosok lain hadir mengusik hatinya. Wanita itu bernama Laila. Seorang janda tanpa anak yang memiliki toko pakaian muslim yang juga rekanan usahanya yang bergerak sebagai biro perjalanan haji dan umroh. Setiap mata mereka beradu pandang ada geletar yang merayapi sendi-sendi hati Rafa, menghadirkan rasa yang sama saat pertama kali melihat Najwa. Dia sudah berusaha menghindar, tetapi mereka selalu bertemu di setiap kesempatan.

Benih-benih rasa mulai bertunas di dada Rafa. Tempurung kepalanya disesaki bayangan Laila. Ada rasa rindu bila tak bertemu. Dia tahu rasa itu tak boleh ada, tetapi dia tak mampu menghalau keinginan memiliki wanita itu. Dia seperti remaja sedang kasmaran, selalu gelisah memikirkan sosok juwita yang mengalihkan hatinya dari Najwa. Oleh karena itu, dia lebih sering mendatangi toko Laila dengan alasan untuk mengurus perlengkapan haji dari kliennya. Meski hanya melihat sebentar sudah mampu mengobati rindu di dadanya.

Tak ingin terus-terusan berzina hati, Rafa nekad menyampaikan niatnya. Gayung pun bersambut, Laila menerima lamarannya dan tidak keberatan menerima ajakan menikah siri. Dia mereguk manis rumah tangga bersama istri keduanya, lupa Najwa yang masih terbaring di rumah sakit. Namun, tak selamanya rahasia bisa ditutup dengan sempurna. Satu pesan mesra yang tak sengaja dibaca sang istri membuatnya harus mengakui pernikahan keduanya yang baru beberapa bulan.

Rafa mencoba menghampiri Najwa sekali lagi. Dia yakin cepat atau lambat wanita itu akan menerima Laila sebagai madu. Najwa hanya kaget, itu yang ditanamkan Rafa di otaknya. Tidak mungkin wanita berilmu seperti Najwa memintanya menceraikan istri keduanya. Dia hanya perlu bersabar dan berusaha mengambil hati sang istri agar merestui pernikahan tersebut.

Tangan Rafa yang hendak mengetuk pintu tertahan di udara saat sayup-sayup mendengar tangis tertahan dari dalam kamar. Dia sadar luka yang ditorehkan sangat dalam ke dada sang istri, tetapi dia juga yakin Najwa wanita kuat dan bijaksana. Wanita itu hanya butuh sendiri untuk meluahkan semua amarahnya. Rafa memilih memberi sang istri ruang untuk berpikir. Setelah wanita itu tenang dia akan kembali membujuk.

Rafa menjauh dari pintu kamar menuju ruang tamu saat ponselnya berdering. Nama Laila tampil sebagai pemanggil.

"Assalamualaikum, sayang," sapa Rafa pelan.

"Waalaikumussalam, Mas. Maaf, bisa ke sini? Aku tidak enak badan. Dari siang mual-mual terus."

Rafa melirik ke arah kamar utama. Pintu bercat cokelat tua itu masih tertutup. "Iya, tunggu, ya, Mas akan datang."

Rafa memutus pembicaraan setelah si wanita membalas salamnya. Lelaki itu meraih kunci mobil, lalu bergegas meninggalkan rumah. Saat ini Laila lebih membutuhkannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status