Share

Bab 3

"Dengan siapa aku akan tinggal di sini Mbok?" tanya Alina.

"Kamu akan tinggal di sini bersama seorang asisten rumah tangga yang akan membantumu setiap hari,''

"Sekarang aku harus pulang dulu, karena Nyonya besar akan pulang dari hongkong bersama Tuan Besar. Mereka pasti akan marah jika aku tak ada di rumah dan menyambut mereka," kata Mbok Sum pamit dan meninggalkan Alina di apartemen bersama satu satpam dan satu asisten rumah tangga.

Mbok Sumi dan Mang Jono pun kembali ke rumah Tuan Panji. Karena misi mereka berhasil telah menyembunyikan Alina dari Nyonya Lisa dan Tuan Aroon. Sebenarnya Nyonya Lisa sudah tidak suka dengan Nyonya Maria karena dulu pernah beberapa kali melihat jika sang menantu sedang berjalan mesra dengan seorang pria. Saat itu Nyonya Lisa akan melabrak sang menantu akan tetapi Tuan Aroon menghentikannya dan mengajaknya pulang. Sampai pada saat ini Nyonya Lisa selalu menjaga jarak dengan menantunya.

Satu jam kemudian Mbok Sumi dan Mang Jono tiba di kediaman Tuan Panji setelah keduanya masuk tidak lama kemudian Nyonya Lisa dan Tuan Aroon pun tiba di rumah. Meskipun kedua pasangan itu sudah tidak muda lagi, tapi mereka tetap menunjukkan kemesraan dan keharmonisan satu sama lainnya.

Saat kedua orang tua Panji sudah masuk dan baru saja duduk di sofa untuk melepas lelah dan penat, Maria dan Panji sudah bersiap akan pergi ke apartemen Alina. Maria sangat terkejut saat melihat Aroon dan Lisa sudah berada di dalam rumah.

"Mama, Papa kalian kapan datang? kenapa tidak memberi kabar jika mau pulang?" tanya Maria berbahasa basi dan mencium punggung tangan kedua orang tua suaminya.

Lisa bukanya menjawab pertanyaan sang menantu akan tetapi dia malah heran dan bertanya pada anak dan menantu yang terlihat sudah sudah sangat rapi.

"Kalian mau kemana? Disaat kami baru datang kalian malah akan pergi?" Sungut Lisa yang langsung beranjak meninggalkan anak dan menantunya yang masih mematung dan membanting pintu kamar dengan sangat keras.

"Braaakk"

Aroon hanya menghela nafas cepat, dan tanpa bertanya apapun ia meninggalkan anak dan menantunya menyusul istrinya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar.

"Sayang, salah aku sebenarnya apa? Kedua orang tuamu sekarang sangat membenciku. Mereka sudah tidak lagi seperti dulu yang sangat menyayangiku,'' ucap Maria di sela isak tangisnya.

Dalam hatinya Maria mengumpat, ia sangat kesal sekali karena wanita tua itu berani berbuat seperti ini, sudah tidak menganggapnya ada lagi di rumah ini.

"Sayang, sebaiknya aku tidak ikut denganmu ya?" Ucap Maria lembut.

"Kenapa, Sayang?" tanya Panji heran karena hari ini adalah hari yang di inginkan Maria untuknya menikahi Alina.

"Aku mau masak, masakan kesukaan Mama. Semoga Mama tak akan marah lagi sama aku." kata Maria kemudian memeluk dadabidang suaminya. Tanpa mereka sadari Lisa melihat anak dan menantunya merasa geram karena ulah Lisa yang yang tak tau malu jika sudah berselingkuh dari putranya.

''Sekarang aku pergi dulu ya, aku hanya ingin menemuinya dan sedikit ingin tau tentangnya mungkin hanya sekedar ngobrol sedikit, aku tidak akan menikahinya hari ini. Tanpa adanya kamu yang menjadi saksi,'' kata Panji sambil mengecup kening Maria dan juga mengecup bibirnya yang selama ini menjadi candu baginya.

Sepeninggal Panji, Maria segera menuju ke dapur dan menemui Mbok Sumi yang sedang sibuk menyiapkan masakan buat makan siang Nyonya besar.

"Mbok, masak apa?" tanya Maria saat masuk dapur.

"Ini Nyonya, saya masak gurame asam manis kesukaan Tuan dan salad sayur kesukaan Nyonya," kata Mbok Sumi tersenyum.

******

Di tempat lain Panji sudah tiba di apartemen Alina. Tepat berada di depan pintu apartemen ia segera mengetuk pintu dan di sambut oleh asisten rumah tangga yang di tugaskan menemani Alina.

Panji langsung melangkah masuk dan tanpa mengucapkan salam saat masuk kedalam apartemen. "DI mana Nyonya kecil?" tanya Panji pada Tiwi tanpa melihat.

"Nyonya kecil sedang melaksanakan kewajibannya Tuan, " jawab tiwi ragu.

Panji mengernyitkan dahinya karena bingung, bahkan ia berfikir Alina sedang melaksanakan kewajibannya pada siapa? Apakah dia berani berbuat hal yang tidak senonoh dan memalukan disini? Bola mata matanya memotong dan rahangnya mengeras. Ia sudah tak tahan ingin masuk ke dalam kamar dan melabrak Alina yang sudah berani berbuat hal yang memalukan.

"Tuan....jangan masuk," kata Tiwi mencoba menghalangi Panji yang akan menerobos masuk kedalam kamar.

"Kau berani menghalangiku!" kata Panji menahan marah dan raut wajahnya sudah merah padam.

"Tapi Tuan," tiwi hanya bisa menahan tawanya saat Tuan Panji memaksa menerobos masuk ke dalam kamar Nyonya kecil.

"Braaakk!"

Pintu kamar Alina di dorong paksa hingga membentur ke dinding. Panji berdiri mematung dan dan matanya mengedar ke segala penjuru ruangan tapi ia tidak menemukan siapapun kecuali Alina yang sedang sholat. Setelah Alina mengucapkan salam di akhir shalatnya dia sangat terkejut dengan keberadaan Tuan Panji di dalam kamarnya.

"Astagfirullah hal adzim,'' pekik Alina histeris.

"Ke-kenapa Tuan Panji berada di dalam kamar saya? Apa yang sedang Tuan lakukan?"

"Eheeem," Panji mencoba menetralkan raut wajahnya yang menahan malu karena telah salah paham dengan apa yang di katakan Tiwi tentang "melaksanakan kewajiban" ternyata Alina sedang melakukan kewajiban sholat dhuhur. Panji pun menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Tanpa menjawab Alina Panji langsung melangkah keluar kamar dan menuju ke kamar mandi yang berada di dekat dapur.

Alina segera keluar kamar dan masih bingung dengan apa yang terjadi. Ia mencari Tiwi, yang sedang tertawa terpingkal pingkal sambil duduk di lantai.

"Tiwi, ini kenapa? Tuan mana?" tanya Alina lembut dan pandangannya mencari sosok Panji.

''Itu Nyonya.... anu.....Tuan ada di kamar mandi." Jawab Tiwi yang seketika berhenti tertawa.

Tapi saat Tiwi akan menjawab, Panji terlebih dulu keluar dari kamar mandi dan berusaha memasang raut wajah dinginnya. Sebesar mungkin ia tidak memperlihatkan raut wajah gugur dan malunya.

Alina berjalan menghampiri Panji yang sudah duduk di ruang tengah dan memandang lurus padanya.

"Tuan apakah, Tuan mau saya buatan kopi?" tanya Alina saat sudah berada di hadapan Panji.

Tanpa berpikir panjang Panji mengiyakan tawaran Alina, karena memang dari rumah ia belum sempat meminum kopi karena buru buru datang ke sini. Belum lagi keadaan di rumah beberapa jam yang lalu mengingat sikap mamanya pada istrinya tercinta.

Beberapa saat kemudian Alina datang membawa Secangkir kopi yang dibuat oleh tangannya sendiri. Dengan berhati-hati ia meletakkan cangkir kopi itu di atas meja beserta dengan pisang goreng yang telah dibuatnya. Panji memperhatikan Alina dan menghirup aroma wangi kopi buatan Alina.

"Duduklah di sini dan jangan tinggalkan saya di saat saya sedang minum kopi."

Alina mengangguk dan hatinya ingin mengungkapkan isi hati dan keinginannya tentang keinginan bertemu sang ibu.

"Maaf Tuan, apakah saya boleh pulang dulu ke desa untuk menemui ibu saya, saya sangat mencemaskan keadaan ibu saya." kata Alina dengan suara yang pelan dan hati hati.

Panji menatap Alina dengan tajam, ia menghela nafas panjang dan kemudian membuangnya kasar.

"Apa kamu mau kabur?" tanya Panji tiba tiba.

Alina menggeleng, "saya tidak akan kabur Tuan, saya hanya ingin bertemu dengan ibu saya sebelum saya melaksanakan kewajiban saya menjadi istri kontrak Tuan, hanya itu saja."

"Nyonya harus tau dulu, apakah dia akan mengizinkan atau tidak," kata Panji sambil meraih ponsel yang berada dalam kantung jaznya.

"Hallo sayang,"

"....."

" Alina bilang dia mau ke desa dulu karena ingin melihat keadaan ibunya paskah operasi."

"....."

"Tapi bagaimana denganmu sayang?"

"....."

"Ok..."

'Eheeem'

"Alina, kapan kamu akun pulang ke desa?" tanya Panji setelah menelepon Maria

"Kalau bisa hari ini Tuan,"

"Baiklah, Saya akan ikut dan mengantarmu," kata Panji sambil menyerupai kopi buatan Alina yang terasa enak dan nikmat bahkan bisa melebihi enaknya dari buatan Maria.

Kedua bola mata Alina membulat saat Panji mengatakan akan ikut dan mengantarkannya.

"Tap-tapi Tuan, " kata Alina masih ragu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status