Share

Bab 2

"Tunggu!"

"Mulai malam ini kamu tidurlah di kamar tamu! Saya tidak suka jika calon istri saya masih tidur di paviliun." kata Panji dengan suara datarnya.

Maria segera mengantarkan Alina ke kamar tamu yang sudah ia sediakan sebelumnya.

"Istirahatlah di sini dan persiapkan dirimu, besok adalah hari pernikahanmu!" kata Maria sambil berlalu meninggalkan Alina.

"Tu-tunggu Nyonya," lirih Alina pelan tapi masih terdengar jelas oleh Maria.

Maria yang hendak melangkah segera menghentikan langkahnya, karena Alina memanggilnya. Ia segera berbalik dan tersenyum menatap Alina yang berjalan mendekat.

"Ada apa?"

"Maaf Nyonya, ke-kenapa Nyonya meminta Tuan menikahi saya? tanya Alina dengan suara yang lembut dan sangat hati hati.

Maria tersenyum mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Alina. Ia tau jika Alina pasti akan bertanya mengenai hal ini. Dengan memegang kedua pundak Alina dengan erat tapi tidak menyakiti.

"Maafkan saya ya Alina, karena saya telah menyeret kamu masuk ke dalam lingkaran masalah saya," kata Maria dengan suara yang bergetar dan air mata yang mengalir dari ujung matanya. Saya melakukan ini semua karena saya tidak bisa memberikan keturunan buat suami saya sendiri. Saya dinyatakan oleh dokter kandungan karena saya kurang subur.

"Tapi kenapa harus saya, Nyonya?" tanya Alina ragu.

"Saya tau kamu mampu," sahut Maria kemudian meninggalkan Alina yang masih berdiri mematung.

Dering ponsel Alina menyadarkannya dari lamunan, Ia segera mengambil handphone jadul miliknya yang hanya bisa ia gunakan untuk menerima pesan SMS dang panggilan telepon biasa. Tidak ada aplikasi aplikasi secanggih W******p, messenger I*******m dan beberapa aplikasi keren lainya. Dengan mempunyai handphone jadul ini saja Alina sudah merasa sangat bersyukur hingga bisa berkomunikasi dengan pamannya di desa dan mengetahui kabar ibunya yang di rawat. Segera Alina mengangkat panggilan telepon dari sang paman yang pastinya akan memberikan kabar tentang ibunya.

"Hallo Paman."

"Alina, sekarang ibumu sudah masuk ke ruangan operasi, doakan ibumu ya semoga operasi berjalan lancar!"

"Alhamdulillah, terima kasih Tuhan."

"Iya, bersyukur tadi ada orang baik yang mau menanggung biaya operasi ibumu beserta perawatannya."

"Terima kasih paman sudah menjaga Ibu, selama aku jauh darinya."

"Nggak apa-apa, kamu jangan pikirkan masalah nggak enak sama paman. Paman itu sayang sama ibumu dari dulu, dari jamannya kita masih bocah. Ya sudah telponya paman tutup dulu ya ,kamu hati hati di sana jaga diri dan jaga kesehatan!"

Setelah telepon ditutup, Alina pun tersenyum. Ia bersyukur karena Tuan dan Nyonya tidak mengingkari janjinya untuk membiayai biaya operasi sang Ibu. Ia juga merasa beruntung karena adanya paman Asep yang mau menjaga Ibunya dalam keadaan apapun.

Paman Asep adalah orang yang baik, dia seorang duda yang di tinggal mati oleh istrinya dua tahun yang lalu. Paman Asep dan Ibu sudah bersahabat sejak lama sejak keduanya masih anak-anak.

Alina sudah menganggap paman Asep seperti ayahnya sendiri dan begitupun sebaliknya. Ia juga setuju jika paman Asep dan ibunya suatu saat akan menikah dengan ikhlas Alina akan mendukung ibunya.

Alina berjalan menghampiri ranjang yang besar dan terlihat kasur yang sangat empuk. Perlahan ia merebahkan tubuhnya yang terasa lelah , pelan dan pasti ia tertidur pulas.

Di sebuah kamar yang besar dan luas Panji mendekati Maria yang baru saja membersihkan diri dan masih mengenakan handuk yang melingkar di tubuhnya yang putih dan mulus. Ia mengecup pundak sang istri dan beralih ke leher serta menggigit sedikit telinganya hingga membuat Maria mendesah.

Saat Maria baru saja keluar dari kamar mandi, Panji langsung saja memeluknya dan...

"Sebaiknya kamu istirahat, tabung energi kamu untuk malam pengantin besok," tukas Maria ketika mereka baru saja selesai melakukan permainan panas yang rasanya tidak ada puasnya, meskipun dalam waktu semalam entah berapa kali mereka ulangi.

"Aku akan tidur, setelah puas bermain-main dengan kamu sayang!" Panji mengerlingkan matanya lalu menarik kembali Maria kedalam pelukannya, bahkan tubuh mereka masih dalam keadaan polos.

Keesokan harinya Alina sudah terbangun dari subuh, ia segera membersihkan diri dan tidak lupa melaksanakan kewajiban dua rakaatnya.

Setelah selesai Alina berjalan hendak ke paviliun tapi di dapur dia bertemu dengan Siti dan Devi.

"Alina kamu dari mana, pagi pagi sudah dari depan?" tanya Devi penasaran dan curiga.

Ya.... Memang Devi dan Siti belum tau tentang apapun tentang rencana sang majikan yang akan menikahi Alina.

Mbok Sumi yang melihat Siti dan Devi sedang mencari informasi pada Alina, segera berjalan tergopoh-gopoh menghampiri mereka bertiga. Ia ingat amanat Nyonya Maria yang tak ingin rencananya memiliki seorang anak dari rahim Alina diketahui oleh orang lain termasuk Devi dan Siti. Karena belakangan terakhir kedua gadis itu menjadi cctv hidup bagi mamah mertuanya.

Rencananya setelah pernikahan Panji dan Alina, Maria akan membawa Alina keluar dari rumah besarnya dan akan tinggal di salah satu apartemen miliknya.

"Ini masih pagi kalian jangan ngerumpi! Ayo cepat kerjakan tugas kalian masing masing!" perintah Mbok Sum pada ketiganya.

"Alina kamu ikut saya!"

"Kemana Mbok?" tanya Alina bingung karena baru kemarin dia belanja kepasar.

"Sudah ayo jangan banyak bertanya, ikut saja!" kata Mbok Sumi sambil menggandeng tangan mungil Alina.

"Mang Jono ayo kita sudah siap untuk berangkat!" Seru Mbok Sum di telinga mang Jono yang masih tertidur pulas di pos satpam.

"Astagaaaa, Mbok! Nggak bisa ya bangunin tuh pelan pelan, penging nih kupingku," sungut mang Jono yang masih menguap.

"Kamu nggak lupa kan perintah Nyonya kemarin?" tanya Mbok Sum mengingatkan mang Jono yang terlihat pikun.

"Astaga Bi, aku lupa dan belum mandi ini," kata mang Jono kalang kabut.

"Sudah ayo berangkat aja langsung, nanti keburu Nyonya besar datang! Karena kata Siti Nyonya besar hari ini akan pulang," kata Mbok Sumi yang langsung menarik Mang Jono masuk kedalam mobil.

"Tapi, ini aku belum mandi ini Bi, masih banyak iler," kata mang Jono sambil mengerucutkan bibirnya yang terlihat lucu dan menggemaskan bagi Mbok Sumi sehingga membuat Alina yang sedari tadi diam pun ikut tertawa.

Mobil pun berjalan pelan meninggalkan rumah kediaman Panji, menuju ke apartemen mewah di jakarta.

"Kamu nanti akan tinggal di sini, Alina. Selama kehamilanmu berlangsung."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status