"Panggil Alina, sekarang juga!" Seru seorang wanita kepada salah seorang asisten rumah tangga yang dari tadi sedang sibuk mengepel lantai di ruang tamu.
Mbok Sumi pun dengan patuh menuruti apa yang diperintahkan oleh sang majikan. Ia segera berjalan tergopoh-gopoh menuju ke arah dapur untuk memanggil Alina. Seorang gadis muda yang baru 1 bulan terakhir ini bekerja bersamanya menjadi pembantu rumah tangga."Lina....Lin kamu dimana?" Triak Mbok Sum setelah sampai di dapur dan tidak menemukan Lina yang tadi saat Ia tinggal sedang mencuci piring."Cucian piring masih banyak gini, tapi si Lina kemana? gumam Mbok Sum berbicara sendiri.Mbok Sumi menyusuri lorong menuju paviliun di belakang, paviliun yang di peruntukan untuk tempat tinggal para pekerja di rumah besar milik pasangan suami istri yang terkenal sangat kaya di kota. Dan benar saja dugaan Mbok Sum jika Alina berada di paviliun. "Tapi.....tunggu, kenapa dia menangis?" Mbok Sum segera menghampiri Alina yang sedang menangis dengan memeluk lutut tubuhnya yang mungil."Ada apa Lin?" tanya Mbok Sumi yang khawatir melihat Alina menangis."Mbok, Ibu..... Mbok.... Ibu masuk ke rumah sakit," jawab Alina sambil menangis. hiks hiks hiks tangis Alina pecah di pelukan Mbok Sumi yang selama ini sudah baik padanya."Ibu kamu sakit apa, Lin? "Ibu sakit jantung, dan kali ini ibu sudah harus di operasi, dan biayanya cukup mahal," kata Alina."Kamu tadi di panggil sama Nyonya Maria, sepertinya ada hal yang penting ingin di sampaikan, jadi hapuslah air matamu dan ayo kita temui mereka, karena mereka sudah menunggu kamu."A-apa? gumam Alina bingung dan ia takut jika nanti akan di marahin jika mungkin dia melakukan kesalahan."Tapi Mbok," Alina menahan tangan Mbok Sumi yang menggandengnya."Tidak ada apa-apa, ayo kamu temui Nyonya dan Tuan."Alina mengikuti langkah Mbok Sumi dari belakang dengan di iringi perasaan yang takut, ia takut jika telah melakukan kesalahan yang tanpa ia sadari. Di satu sisi fikiran Alina tertuju pada ibunya yang sedang berjuang di rumah sakit, dan harus segera di operasi jantungnya. Tapi dari mana Alina mempunyai uang sebanyak itu untuk biaya operasi sang Ibu?Alina menatap sekilas pasangan suami istri yang sedang duduk di sofa. Dengan anggunnya sang wanita yang tidak lain adalah Nyonya Maria duduk di sofa panjang dengan menyilangkan kaki kanannya sedang sang suami yang tak lain adalah Tuan Panji Kusuma duduk di sofa tunggal yang menghadap pada sang istri tercinta."Alina, apakah kamu tau, kenapa kami memanggilmu?" tanya Maria pada Alina yang terus saja menunduk."Ti-tidak Nyonya," jawab Alina hati hati dan terbata."Tatap mata saya, Alina! Saya Nggak suka lawan bicara saya terus menunduk," kata Maria sedikit meninggikan suaranya.Alina adalah gadis yang sangat cantik dan masih muda, usianya masih 18 tahun. Menurut Maria kriteria Alina adalah yang terbaik untuk mengandung anak suaminya. Maria sudah menelusuri latar belakang, keluarga, pendidikan Alina jauh sebelum dia masuk ke dalam rumahnya. Awalnya sang suami sangat keberatan jika Alina adalah wanita yang di tunjuk oleh Maria untuk mengandung anak keturunannya. Akhirnya setelah mengalami perdebatan yang panjang dan alot, Panji pun mau menerima keputusan yang di ambil Maria.Panji dan Maria adalah pasangan suami istri yang sudah lama menikah. Akan tetapi karena masalah kesuburan yang di alami oleh Maria sehingga ia tidak bisa mengandung. Harta, kekayaan yang melimpah tidak ada artinya jika tidak memiliki keturunan atau penerus. Hanya Alina lah yang cocok menjadi istri kontrak selama satu tahun buat Panji hingga Alina hamil dan melahirkan.Maria menatap Alina dengan tajam hingga ia menyadari jika gadis di hadapannya itu bermata sembab tanda habis menangis."Kamu kenapa Lin?" tanya Maria pura pura tidak tau dengan masalah yang sedang gadis itu hadapi. Karena sesungguhnya Maria sudah tau masalah apa yang menimpa gadis itu."Saya tidak apa-apa Nyonya," jawab Alina pelan."Jangan bohong sama saya, ceritakan saja jika ada masalah! siapa tau kami bisa bantu."Dengan linangan air mata Alina menceritakan semuanya pada kedua majikan yang dari tadi tak luput dari pandangannya."Berapa biaya yang kamu butuhkan?" tanya Maria kemudian dengan senyuman yang terbaik dari ujung bibirnya."300 juta buat biaya operasi ibu saya Nyonya," jawab Alina"Baiklah, Saya akan memberikan uang sebesar 300 juta untuk biaya operasi Ibu kamu," Tapi, Maria menggantungkan kalimatnya."Ta-tapi apa Bu?'' tanya Alina"Tapi itu semua tidak gratis, kamu akan mendapatkan lebih dari itu asalkan kamu mau menikah kontrak dengan suami saya dan mengandung anaknya," kata Maria menjelaskan dengan begitu santai."Gleeekk!"Kedua bola mata Alina membulat sempurna , ia terkejut dengan permintaan sang majikan yang menginginkannya untuk menikahi suaminya dan mengandung anaknya."A-apa Nyonya sedang bercanda?" tanya Alina dengan hati hati."Tidak, tidak saya tidak bercanda tapi saya sangat serius.""Gleeekk!"Alina sudah tidak bisa berfikir lagi karena sejujurnya dia sangat keberatan jika harus menikah dengan majikannya sendiri. Tapi bagaimana dengan ibunya yang harus segera di operasi? Jika terlambat saja nyawa ibunya menjadi taruhannya dan Alina akan kehilangan orang tua satu satunya setelah kepergian Bapak dua tahun yang lalu.""Berpikirlah, jangan sampai kamu menyesal karena salah melangkah." Ucap Maria kemudian bangkit dari duduknya. "Saya kasih waktu semalam buat berpikir dan secepatnya kamu ambil keputusan!"**Maria dan Panji meninggalkan Alina yang masih mematung di ruangan tengah. Alina melangkah dengan gontai menuju paviliun. Dadanya terasa sesak mengingat keputusan yang harus dia ambil, karena keputusan itu bukanlah keputusan yang mudah."Aku harus bagaimana?" gumam Alina di sela Isak tangisnya."Nyonya dan Tuan adalah orang yang baik hanya satu kekurangan mereka, yaitu tanpa hadirnya seorang anak di tengah tengah kebahagiaan mereka." kata Mbok Sumi menenangkan Alina.Di sebuah desa, seorang wanita yang sudah tidak muda lagi sedang terbaring lemah di salah satu kamar rumah sakit."Tidak ada waktu lagi untuk pasien bertahan tanpa operasi Dok," kata seorang perawat yang memeriksa tubuh Bu Nina."Cepat hubungi keluarganya! Kita harus segera mengambil tindakan," perintah dokter bernama Evan.Di jakarta Alina yang baru saja selesai melaksanakan shalat isya. Ia melirik ke arah nakas yang diatasnya terdapat handphone miliknya yang berdering. Segera ia meraih handphone tersebut ternyata dari sang paman."Hallo, Paman!"".....""Usahakan yang terbaik buat ibuku paman, soal biaya jangan khawatir," sahut Alina."....."Sambungan telepon pun ditutup, Alina segera keluar kamar untuk menemui Nyonya dan Tuan yang masih berada di dalam kamar. Ia berjalan mondar mandir di depan kamar sang majikan. Tekadnya semakin bulat untuk mengetuk pintu kamar yang ada di hadapannya.Tok.... tok.... tok....."Siapa?" tanya sebuah suara dari dalam kamar."Sa-saya, Nyonya.""Ada apa Alina?" tanya MariaAlina terdiam dan air matanya mengalir dari ujung netranya, seperti yang Maria duga Alina akan mau melakukan apa yang dia inginkan. Dengan menangkupkan kedua tangannya Alina memohon pada Maria untuk segera menolong ibunya yang sedang sekarat di rumah sakit."Tolong ibu saya Nyonya, saya janji saya akan melakukan apapun untuk kesembuhan ibu Saya." kata Alina lirih."Baiklah, kamu tunggu di sini!" kata Maria lalu meninggalkan Alina masuk ke dalam kamar.Tidak lama kemudian Nyonya Maria keluar bersama Tuan Panji dengan membawa surat perjanjian kontrak yang harus di tandatangani oleh Alina."Silakan kamu tanda tangan di Surat ini!" kata Maria menyerahkan berkas formulir perjanjian kawin kontrak.Dengan tangan yang gemetar Alina meraih berkas itu untuk segera di tandatanganinya. Tapi sebelum ia tanda tangan terlebih dahulu ia membaca beberapa poin penting yang tertulis di dalamnya." Sudah tidak usah di baca, langsung saja kamu tanda tangan! Ingat nyawa ibumu lebih penting dari semua isi perjanjian di dalam kontrak ini." kata Maria yang langsung menekan Alina untuk segera tanda tangan.Maria tidak ingin Alina membaca isi surat perjanjian kontrak itu.Alina melirik ke arah Tuan Panji yang hanya menatapnya datar. Ia sepertinya sangat kesulitan untuk menelan salivanya sendiri. Tatapan Tuan Panji sangat tajam membuat Alina menundukkan pandangannya kembali.Setelah tanda tangan kontrak Alina berpamitan undur diri. Akan tetapi saat bangkit dari duduknya dan akan melangkahkan kakinya, sebuah suara bariton menginterupsi pendengaran telinganya."Tunggu!""Tunggu!""Mulai malam ini kamu tidurlah di kamar tamu! Saya tidak suka jika calon istri saya masih tidur di paviliun." kata Panji dengan suara datarnya.Maria segera mengantarkan Alina ke kamar tamu yang sudah ia sediakan sebelumnya."Istirahatlah di sini dan persiapkan dirimu, besok adalah hari pernikahanmu!" kata Maria sambil berlalu meninggalkan Alina."Tu-tunggu Nyonya," lirih Alina pelan tapi masih terdengar jelas oleh Maria.Maria yang hendak melangkah segera menghentikan langkahnya, karena Alina memanggilnya. Ia segera berbalik dan tersenyum menatap Alina yang berjalan mendekat."Ada apa?""Maaf Nyonya, ke-kenapa Nyonya meminta Tuan menikahi saya? tanya Alina dengan suara yang lembut dan sangat hati hati.Maria tersenyum mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Alina. Ia tau jika Alina pasti akan bertanya mengenai hal ini. Dengan memegang kedua pundak Alina dengan erat tapi tidak menyakiti."Maafkan saya ya Alina, karena saya telah menyeret kamu masuk ke dalam lingkaran mas
"Dengan siapa aku akan tinggal di sini Mbok?" tanya Alina."Kamu akan tinggal di sini bersama seorang asisten rumah tangga yang akan membantumu setiap hari,''"Sekarang aku harus pulang dulu, karena Nyonya besar akan pulang dari hongkong bersama Tuan Besar. Mereka pasti akan marah jika aku tak ada di rumah dan menyambut mereka," kata Mbok Sum pamit dan meninggalkan Alina di apartemen bersama satu satpam dan satu asisten rumah tangga.Mbok Sumi dan Mang Jono pun kembali ke rumah Tuan Panji. Karena misi mereka berhasil telah menyembunyikan Alina dari Nyonya Lisa dan Tuan Aroon. Sebenarnya Nyonya Lisa sudah tidak suka dengan Nyonya Maria karena dulu pernah beberapa kali melihat jika sang menantu sedang berjalan mesra dengan seorang pria. Saat itu Nyonya Lisa akan melabrak sang menantu akan tetapi Tuan Aroon menghentikannya dan mengajaknya pulang. Sampai pada saat ini Nyonya Lisa selalu menjaga jarak dengan menantunya.Satu jam kemudian Mbok Sumi dan Mang Jono tiba di kediaman Tuan Panji
"Tap-tapi Tuan, " kata Alina masih ragu.Tanpa menjawab, Panji nampak menghubungi seseorang untuk memesan tiket pesawat menuju Surabaya. Ia memesan tiket pesawat VIP, untuk berangkat satu jam kemudian.Bersiaplah dari sekarang karena pesawat akan berangkat jam 8 pagi. Karena nanti malam kita harus sudah kembali ke sini lagi.Kata Panji sambil menyeruput kembali kopi buatan Alina yang sudah dingin tinggal setengah.Alina masuk ke dalam kamar hanya tinggal mengganti pakaian saja dan mengambil sebuah tas kecil yang harganya pun tidaklah mahal. Dengan mengenakan celana jeans berwarna Navy dan kemeja berlengan pendek berwarna hitam Alina pun mematutkan diri di depan cermin besar yang terdapat di dalam kamarnya tinggi cermin itu secara setara dengan tinggi badannya. Setelah selesai Ia pun keluar kamar dan menghampiri Panji yang sedang sibuk menelpon ia berdiri dengan jarak 1 m dari arah Panji yang berdiri di jendela dan menghadap ke taman belakang apartemen."Aku pasti tidak akan lama sayan
"Apa kamu tidak mau membuat ibumu senang dalam keadaannya yang sakit?" tanya Panji pada Alina yang terdiam."Tapi tidak seperti ini caranya Tuan, apalah artinya jika sekarang ibu saya bahagia setelah saya akan menikah dengan tuan, akan tetapi suatu saat beliau akan tau jika semua ini adalah sebuah kebohongan yang akan terungkap nantinya!" kata Alina dengan suara yang bergetar dan airmata yang mengalir deras membasahi wajahnya yang putih mulus.Alina tergugu membayangkan jika suatu hari nanti ibunya akan tau jika ia menjual rahimnya untuk sang majikan, apakah ibunya tidak akan merasa kecewa dengannya? Alina sangat terkejut saat Panji berusaha menarik tubuhnya ke dalam pelukanya untuk menenangkannya. Ia mencoba berontak akan tetapi ia tidak bisa melepaskan pelukan Panji sangat erat hingga ia pasrah dan menangis dalam pelukan pria yang masih berstatus majikannya.EheeemTerdengar deheman dari seorang pria yang ternyata adalah paman Asep. ''Kalian baik baik saja?" tanya Paman Asep khawati
"Tap-tapi Tuan, " kata Alina masih ragu.Tanpa menjawab, Panji nampak menghubungi seseorang untuk memesan tiket pesawat menuju Surabaya. Ia memesan tiket pesawat VIP, untuk berangkat satu jam kemudian.Bersiaplah dari sekarang karena pesawat akan berangkat jam 8 pagi. Karena nanti malam kita harus sudah kembali ke sini lagi.Kata Panji sambil menyeruput kembali kopi buatan Alina yang sudah dingin tinggal setengah.Alina masuk ke dalam kamar hanya tinggal mengganti pakaian saja dan mengambil sebuah tas kecil yang harganya pun tidaklah mahal. Dengan mengenakan celana jeans berwarna Navy dan kemeja berlengan pendek berwarna hitam Alina pun mematutkan diri di depan cermin besar yang terdapat di dalam kamarnya tinggi cermin itu secara setara dengan tinggi badannya. Setelah selesai Ia pun keluar kamar dan menghampiri Panji yang sedang sibuk menelpon ia berdiri dengan jarak 1 m dari arah Panji yang berdiri di jendela dan menghadap ke taman belakang apartemen."Aku pasti tidak akan lama say
"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Alina bingung."Maaf Nyonya, saya tidak bisa memberitahukan." kata satpam yang bernama Agung itu.Alina hanya bisa menghela nafas panjang, apa yang di katakan oleh pak satpam rumahnya sedikit mengganggu fikiranya."Pak agung ini bisa saja membuat saya jadi kepikiran," celetuk Alina kemudian."Maaf bu saya tidak bisa memberitahu, alangkah baiknya ibu nanti bisa tahu sendiri." kata agung lagi."Ada apa dengan nyonya Maria, kenapa aku harus berhati-hati dengannya? Bukankah selama ini nyonya Maria itu adalah wanita yang sangat baik padaku. Dan dia adalah wanita yang sangat lembut. Tuhan Panji saja sangat sayang dan mencintainya. Bahkan kecantikannya di atas rata-rata.Setelah makan malam selesai pak agung kembali ke depan pintu apartemen untuk berjaga di sana bersama rekannya. Dan Tiwi di dalam rumah dia membersihkan sisa makan malam bersama nyonya kecil dan segera mencuci piring.Alina sendiri langsung masuk ke dalam kamar iya ingin istirahat. Karena
"Panji juga sekarang sedang bersenang-senang dengan istri barunya. Mama dan papa juga sedang pergi ke luar negeri. Kalau aku tidak ke sini ngapain aku di rumah sendiri kan sangat membosankan?" Kata Maria"Pintar sekali Kamu honey," pintar memanfaatkan keadaan kata Riko sambil mengecup bibir merah milik wanita itu. Lambat laun ciuman mereka semakin liar dan semakin panas.Keduanya bercinta dan menghabiskan malam hingga pagi menjelang. Hingga Maria sangat terkejut ketika banyaknya panggilan video call dari Panji."Ada apa Panji menghubungiku? Apakah malam ini mereka berdua tidak bersenang-senang? gumam Maria lirih.Maria lebih terkejut lagi saat membaca chat dari Panji isi chat itu mengatakan bahwa semalam Panji pulang ke rumah dan tidak menemukan Maria di rumah dan Panji menanyakan di mana sekarang Maria berada."Sayang mampus gue, panji semalam tidak tidur di apartemen Alina tapi dia pulang ke rumah! ada apa dengan pria itu?" Celoteh Maria yang langsung turun dari ranjang dan bergegas
Setelah Maria sudah selesai dengan perawatannya Dia segera meninggalkan salon kecantikan itu untuk pergi ke butik langganannya. Kebetulan butik itu tidak jauh dari tempat Maria menjalani perawatan kecantikan, hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari salon.Maria masuk ke dalam butik dan mulai memilih pakaian apa yang pas dan cocok dikenakan oleh Alina. Hingga kedua matanya tertuju pada sebuah gaun dengan model off shoulder dengan bagian lengan menggantung dan berwarna green mint. Ia pun tersenyum menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi.Setelah mendapatkan gaun dan high heels buat Alina kenakan Maria segera berjalan ke kasir untuk melakukan pembayaran. Beberapa menit kemudian setelah selesai melakukan pembayaran Maria kembali ke salon dan menyerahkan paper bag pada pelayan agar diserahkan pada Alina saat ia sudah selesai perawatan dan segera berganti pakaian.Masih ada waktu sekitar tiga puluh menit Maria menunggu Alina. Ia menyempatkan diri untuk menghubungi Riko, dan memberi