“Rahayu pernah cerita dia bersahabat baik dengan Maya. Maya juga sempat tinggal bersama kami beberapa bulan. Hingga tiba-tiba ayah Nana mengusirnya dengan alasan tidak baik wanita asing tinggal terlalu lama dirumah. Bibi sempat beberapa kali memergoki Maya menggoda ayah Nana. Saat ibu Nana tidak ada. Bibi sudah katakan pada Rahayu tentang keburukannya. Sayangnya Bibi tidak memiliki bukti, jadi Rahayu tidak percaya.” “Bau-bau pengkhianatan, rupanya ilmu pelakor itu sudah ada dari zaman dulu. Hanya baru saat ini terkenalnya. Terus selanjutnya, Bi.” “Hingga hari itu terjadi, Bibi yang baru saja pulang dari berbelanja. Sempat melihat Maya mengendap-endap keluar dari rumah. Tidak lama terdengar teriakan dari dalam rumah. Saat Bibi sampai Rahayu sudah tergeletak di lantai dan keluar banyak darah dari jalan lahir. Saat itu dia sedang mengandung delapan bulan. Nana itu lahir prematur, hanya ada satu pilihan. Selamatkan ibu atau anak saja. Ayah Nana memilih meny
Dikantor Ferdy yang telah mendapatkan informasi yang diminta Burhan. Segera pria tampan itu melangkah tegap menuju ruang kerja direktur.Tanpa perlu mengetuk pria yang selalu berpenampilan modis itu. Melenggang masuk kedalam, terlihat Burhan sedang merapikan berkas di mejanya.“Bro,” sapa Ferdi membuat pria itu terkesiap. Dia benar-benar tidak menyadari ada yang masuk karna terlalu konsentrasi.“Si*lan Lo, buat kaget. Dasar karyawan gak ada akhlak, ya. Masuk ruangan pimpinan main nyelonong aja. Mirip penyusup, saran Gue ada bagusnya kalau nama Lo diganti. Ferdi penyusup,” gerutu Burhan menggeleng.“Lo, masih ingin ngomel atau dengarin kabar yang Gue dapat,” bisik Ferdi dengan mendekat kemuka Burhan.
“Saya terima nikah dan kawinnya Bella Ariyanti binti alm. Muhammad Nuh dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Dalam satu tarikan nafas Burhan berhasil menghalalkan gadis muda disampingnya.Gadis belia yang mengenakan gamis dan khimar putih, wajahnya ditutupi niqab menunjukkan betapa terhormatnya dia. Sedang Burhan mengenakan setelan kemeja senada menambah kesan serasi pada pasangan pengantin baru saja diresmikan.Semua didominasi warna putih, putih melambangkan kesucian. Putih seolah menunjukkan acara ini sangatlah sakral. Putih adalah lambang sebuah ketulusan dan kemurnian.“Bagaimana saksi, sah.” Penghulu bertanya pada seorang wanita yang duduk tepat belakang Burhan.Wanita itu mengangguk dan disambut tepuk tangan meriah dari para undangan.“Sah.”“Sah.”“Sah.”Kata itu menggema di seluruh penjuru ruangan. Semua yang hadir turut merasa bahagia atas momen paling berharga untuk kedua mempelai.Tapi tidak bagi wanita muda yang ditanya tadi, semburat kesedihan terpancar jelas di waja
Dia tetaplah Burhan yang hanya buruh panen di kebun milik mendiang orang tua Nana.“Kita sudah membahas hal ini jauh hari. Dan, Abang setuju. Lalu sekarang mengapa berubah pikiran. Lakukan demi cintamu padaku, Bang,” tukas Nana berlalu masuk ke kamar melemparkan tubuh langsingnya keranjang.“Aku laki-laki, Dik. Cepat atau lambat meski tanpa cinta pasti akan terbiasa dengan hadirnya wanita lain diantara kita. Tapi Aku tidak yakin dengan hatimu. Selama ini saja kau selalu cemburu melihat aku dekat dengan wanita lain. Padahal hanya sebatas teman,” batin Burhan menggelengkan kepala.Bagi Burhan permintaan Nana sangat konyol. Saat wanita diluar sana membenci poligami namun, Nana justru menginginkan.Setahun terakhir Nana terus menodongnya untuk menikah lagi. Tetapi selalu ditolaknya dengan berbagai alasan, mengulur waktu dan secara halus menghindar.Rasa cinta yang begitu besar pada sang istri. Sama sekali tidak mempermasalahkan kondisi Nana yang tak memiliki rahim.Sengaja dia mendirikan
“Jika ternyata Aku juga tidak bisa hamil, apa Kakak akan kembali memaksa Bang Burhan menikah untuk ketiga kalinya.” senyum Bella mengembang kala melihat Nana kebingungan menjawab pertanyaannya.“Entahlah, semoga saja kau cepat hamil.” Nana berdiri dari tempat duduknya.Meraih minuman dan camilan yang telah disiapkan.Nana menggelengkan kepalanya mengingat pertanyaan bella. Terbayang olehnya Burhan memiliki banyak istri.“Apa yang Aku pikirkan, satu ini saja susah payah aku wujudkan,” batin Nana.Bella terbahak melihatnya sikap Nana yang ngedumel sendiri.“Lupakan ucapanku barusan, Kak.” Bella menghampiri Nana.Nana sedikit terlonjak saat Bella menepuk pundaknya. Lamunan yang terlalu dalam membuat Nana lupa saat ini berada dimana.“Ayo kita kedepan acara akan dimulai,” ajak Nana.“Kakak jangan terlalu jauh dariku. Aku takut kak,” rengek Bella. Dia merasa jika Nana akan meninggalkannya.“Aku akan duduk dibelakang pria yang sebentar lagi akan menjadi suami kita.” Mendengar itu Bella sedi
Mobil baru saja memasuki halaman parkir tampak para tamu undangan sudah membubarkan diri.Satu persatu meninggalkan tempat itu. Tergesa Burhan masuk kedalam mencari keberadaan istrinya di setiap sudut ruangan.Sosok wanita yang teramat dicintainya itu sudah tidak ada. Burhan menendang apa saja yang ada di hadapannya.Dia sangat frustasi, teringat Bella yang masih bungkam dalam mobil membuat emosinya semakin membuncah.Pintu mobil dibuka kasar, menarik Bella keluar dari mobil.“Katakan padaku apa yang kau lakukan,” pekik Burhan.“Ti- tidakk tahu,” isak Bella.“Jujur,” suara Burhan semakin menggelegar.“A- aku tidak, ta-tahu,” jawab Bella ketakutan.“Ck, tidak tahu tapi kau menangis." Burhan semakin geram pada tingkah Bella.Bella hanya menggeleng tubuh tersungkur tepat dihadapan Burhan.“Hei, kau tak perlu drama. Aku tidak akan peduli padamu.” Burhan berbalik memunggungi Bella.“Maaf, ada apa Pak. Sebaiknya jika ada masalah selesaikan di rumah saja. Kasian istri Bapak,” tegur satpam ya
“Ini semua sudah menjadi ketentuan Tuhan nak. Jangan salahkan dirimu. Bibi sangat tahu kau gadis yang baik,” Bi Siti mengusap punggung Bella penuh kasih.“Terima kasih Bi, sudah percaya padaku. Aku tahu diri, tidak mungkin Aku menyakiti Kak Nana. Walau hanya seujung kuku. Dia telah memberikan Aku semuanya, Bi. Tidak ada yang Aku inginkan selain, selalu bersamanya. Kak Nana pulang lah. Aku takut kak,” racau Bella.“Bersihkan dirimu, jangan berpikir untuk pergi jika kamu menyayangi Nana. Bibi yakin Nana akan kembali." Bi Siti menuntun Bella kekamarnya. Kamar yang terletak di lantai satu. Bersebelahan dengan kamarnya.Rumah besar itu tidak memiliki kamar pembantu. Semua kamar berukuran sama seperti kamar utama dengan fasilitas yang sama.Nana tidak ingin membedakan antara pembantu dan dirinya. Baginya siapapun yang bekerja di rumahnya layak dihargai dan dihormati.Bukankah Dimata Tuhan semua orang sama yang membedakan hanya amal ibadah masing-masing.***Burhan mengitari bagian kamarnya.
Buru-buru Nana meninggalkan tempat itu menuju terminal. Kemarin dia hanya beruntung Burhan tidak menemukan dia.Halte itu terletak tidak begitu jauh dari tempat acara, namun letaknya berlawanan dengan arah rumah.Jika Burhan berpikir melewati jalan yang berlawanan itu sudah dipastikan dia akan menemukan Nana.Dengan menempuh perjalanan selama empat jam sampailah Nana di depan rumah mewah warna abu-abu. Nuansa Arab jelas terasa saat dia memasuki pekarangannya.Beruntung supir travel bersedia mengantar langsung ke alamat yang disebutkan Nana. Suami Zoya mempunyai pengaruh dalam dunia travel. Hampir semua supir mengenal suami Zoya.Pintu terbuka lebar saat setelah Nana menekan bel. Dari dalam rumah muncul wanita muda mengenakan kaftan dan Khimar berwarna navy.“Nana ...”Wanita itu memeluk Nana lalu membawakannya masuk kedalam. Makanan dan minuman sudah tersedia diatas meja. Seperti permintaan Nana dalam pesan semalam, untuk melakukan penyambutan untuknya.Zoya tidak banyak bicara, tampi