Share

Istri Rahasia Sang Ceo
Istri Rahasia Sang Ceo
Penulis: RinaraDesvia

Bab 1 Foto Suami Diruang Tamu

 Bab 1 Foto Suami Di Ruang Tamu

Foto Suamiku Diruang Tamunya (Aku Istri Kedua Suamiku)

"Hari ini aku pulang telat ya sayang, ada kerjaan penting yang harus aku kerjakan," ujar Mas Farel.

kami sudah menikah selama hampir dua tahun dan walaupun belum memiliki anak tapi kehidupan kami bahagia. Aku bersyukur mengenal lelaki seperti Mas Farel.

"Ya Mas, gak papa kok," jawabku.

"Ini ATM Mas, kamu pegang aja kalau kamu ada apa-apa." 

Mas Farel kemudian memberikan benda pipih berlogo sebuah bank itu padaku.

"Makasih ya, Mas." 

Kulayangkan sebuah sentuhan lembut di pipinya dan diapun membalas dengan tatapan mata elangnya padaku.

Tatapan inilah yang membuatku langsung jatuh cinta saat Arin memperkenalkan Mas Farel dua tahun yang lalu. Ketampanan wajahnya dan juga kelembunan sikapnya, sanggup membuatku jatuh cinta pada Mas Farel pada pandangan pertama. Kami hanya kenal beberapa bulan, lalu menikah.

"Mas berangkat dulu ya," ujar Mas Farel setelah beberapa saat menatapku.

Akupun bergelayut manja sambil mengiringi Mas Farel berjalan ke ruang depan.

Sesampainya di depan segera kuraih tangan suamiku lalu kucium tanganya sebagai tazim.

"Hati-hati dirumah ya, Sayang."

"Aku ngajar hari ini, Mas." 

Untuk mengisi waktu luang aku mengajar disebuah Bimba pada sore hari. Aku mengajar untuk anak-anak SD yang rentang usianya antara tujuh sampai sembilan tahun.

"Kamu bawa saja mobilnya Mas naik motor." 

Begitulah Mas Farel jika mobil kami salah satu ada yang bermasalah, dia rela naik motor dan kepanasan dari pada aku yang kepananasan. Sungguh, Mas farel adalah lelaki terbaik yang aku miliki. Mas Farel melambaikan tangannya setelah motor matiknya selesai distarter.

"Hati-hati di jalan, ingat di sini istrimu menunggu di rumah," pesanku yang dibalas cubitan pipi oleh Mas Farel.

Setelah Mas Farel hilang dari pandangan, aku kembali masuk ke dalam rumah untuk bersiap mengajar di sebuah Bimba di kotaku. Aku sengaja memilih mengajar anak-anak karena aku suka dan merasa terhibur oleh mereka.

Lagi pula kata orang-orang tua jika ingin cepat punya anak maka kita harus dekat sama anak kecil. Istilah jawanya buat pancingan. Siapa tahu dengan seringnya aku bergaul dengan anak-anak  dapat memancing benih di rahimku hingga aku bisa punya anak.

Selesai mandi aku segera berdandan, aku sengaja memakai make up yang gak terlalu tebal namun cukup menunjang penampilanku. Dari rumahku ke Bimba tempatku mengajar memakan waktu sekitar 30 menit naik mobil.

Setelah bebrapa jam perjalanan akhirnya aku sampai di Bimba tempatku bekerja. Begitu sampai bimba, aku langsung disambut beberapa orang muridku.

"Bu Ane," ujar mereka begitu bahagia saat melihat aku datang.

Kukeluarkan beberapa minuman dan makanan dari tasku yang tadi sempat kubeli di perjalanan kemari.

"Ni ambil satu-satu ya, makannya nanti kalau habis belajar!" 

Anak-anak itu kemudian mengambil jajan yang aku berikan hingga aku menyadari sesuatu, salah satu muridku bahkan yang paling dekat dengaku gak hadir. 

"Anak-anak, Tasya kemana?" 

"Tasya gak masuk Bu, dari kemarin," jawab salah seorang siswa.

"Ada yang tahu gak Tasya kemana?" 

"Gak, Bu," Jawab mereka serentak.

Segera kuambil ponselku untuk menghubungi orang tua Tasya, karena memang jika ada salah satu muridku yang gak masuk aku akan menghubungi orang tuanya. Namun, sudah beberapa kali menelpon dan chat tak ada respon.

Dalam hati aku berpikir keras ada apa dengan Tasya, apa dia sakit? Sepanjang mengajar aku tak bisa konsentrasi penuh, pikiranku terus teringat akan Tasya.

"Maaf Bu, apa Ibu tahu alamat rumah Tasya?" tanyaku pada salah satu wali murid saat mereka menjemput anaknya.

"Memang kenapa, Bu?" 

"Sudah tiga hari ini Tasya gak masuk Bu, saya sudah hubungi nomor orang tuanya tapi gak direspon," ujarku memaparkan.

"Setahu saya kemarin Ibu Tasya masuk Rumah Sakit Bu, mungkin Tasya ikut ke Rumah Sakit," jawab Ibu itu.

"Boleh saya tahu di Rumah Sakit mana?" 

"Saya gak tahu Bu, tapi kalau alamat rumahnya saya tahu."

"Boleh Saya minta alamatnya, Bu?"

"Boleh."

Berbekal alamat yang dikasih oleh orang tua wali muridku, aku mulai mencari rumah Tasya. Anak itu sangat dekat denganku, bahkan aku sudah menganggap anak itu seperti anakku sendiri.

Aku juga sudah beberapa kali bertemu ibunya yang aku ketahui mengidap penyakit Hepatitis A dan gini sudah komplikasi kanker hati stadium dua. Bodohnya aku, aku tak pernah tanya di mana alamat rumahnya.

Aku sampai disebuah rumah bertingkat dua, bercat ungu dan memiliki banyak tanaman bunga di terasnya, Mbak Riana Ibu Tasya sering cerita kalau dia menyukai bunga. Suami Mbak Riana sering dinas ke luar kota, jadi dia punya banyak waktu luang untuk merawat bunga-bunga itu.

"Asalamu alaikum." Aku mengucap salam setelah tidak menemukan swis bel didekat pintu.

"Walaikum salam." Terdengar suara lemah seseorang dari dalam rumah. 

"Tasya buka pintunya, Nak! Ada tamu." 

Butuh waktu beberapa detik hingga pintu dibuka dan seorang anak kecil muncul dibalik pintu.

"Bu Guru," ujar Tasya sambil memelukku.

"Tasya kenapa gak masuk?" tanyaku.

"Mama sakit Bu Guru, gak ada yang jaga. Papa jarang pulang, terus Nenek juga gak ada."

 

"Memang Nenek kemana sayang?" 

"Kerumah Tante lihat dedek bayi." 

"Tasya, siapa yang datang sayang?" Terdengar suara Mbak Riana dari dalam rumah.

"Bu Guru, Ma." 

"Suruh masuk, Sayang," ujar Mbak Riana.

Tasya pun menggandeng tanganku masuk kedalam rumah. Kutatap ruangan bercat putih itu, tampak tubuh lemah seorang wanita berbaring di sofa.

"Maaf Bu, tadi Bu Ane telpon saya gak bisa angkat, mendadak tubuh saya lemas," ujar Mbak Riana lemah.

"Bu Guru mau minum apa?" tanya Tasya.

"Apa aja deh sayang," jawabku dan aku pun duduk di hadapan Mbak Riana.

"Gak usah bangun, Mbak," ujarku saat Mbak Riana berusaha bangun.

"Maaf ya Bu Guru, kemarin habis terapi, muntah hampir seharian sekarang jadinya lemah banget," ujarnya.

Terbit rasa kasihan dihatiku melihatnya, apalagi jika ingat suaminya tak ada disini.

Dalam hati aku mengutuk suaminya. Sunghuh lelaki tak punya hati.

Prak!

Suara benda jatuh yang ternyata adalah bingkai foto yang tadi aku lihat didekap Mbak Riana.

"Biar saya ambilkan, Mbak," ujarku.

"Maaf, merepotkan." 

"Gak papa, Mbak tiduran aja," ujarku. 

Aku segera membungkuk mengambil foto itu namun betapa terkejutnya saat aku melihat Mas Farel ada dalam foto itu.

Tasya ditengah diantara Mbak Riana dan Mas Farel, mereka tampak seperti sebuah keluarga. Ya Tuhan apa hubungan Mas Farel dengan mereka?

"Itu Papa, Tante. Gantengkan Papa Tasya."

Papa? Tasya memanggil Mas Farel dengan sebutan Papa apa itu artinya?

Ya Tuhan ...

Apakah itu artinya Mas Farel memiliki dua istri? Tunggu kau Mas, jika benar kau memiliki dua istri, takkan kubiarkan kau mempermainkan kami.

Next?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ida Sari
iya itu pasti foto farel suami Ane
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status