Bab 1 Foto Suami Di Ruang Tamu
Foto Suamiku Diruang Tamunya (Aku Istri Kedua Suamiku)"Hari ini aku pulang telat ya sayang, ada kerjaan penting yang harus aku kerjakan," ujar Mas Farel.
kami sudah menikah selama hampir dua tahun dan walaupun belum memiliki anak tapi kehidupan kami bahagia. Aku bersyukur mengenal lelaki seperti Mas Farel.
"Ya Mas, gak papa kok," jawabku.
"Ini ATM Mas, kamu pegang aja kalau kamu ada apa-apa."
Mas Farel kemudian memberikan benda pipih berlogo sebuah bank itu padaku.
"Makasih ya, Mas."
Kulayangkan sebuah sentuhan lembut di pipinya dan diapun membalas dengan tatapan mata elangnya padaku.
Tatapan inilah yang membuatku langsung jatuh cinta saat Arin memperkenalkan Mas Farel dua tahun yang lalu. Ketampanan wajahnya dan juga kelembunan sikapnya, sanggup membuatku jatuh cinta pada Mas Farel pada pandangan pertama. Kami hanya kenal beberapa bulan, lalu menikah.
"Mas berangkat dulu ya," ujar Mas Farel setelah beberapa saat menatapku.
Akupun bergelayut manja sambil mengiringi Mas Farel berjalan ke ruang depan.
Sesampainya di depan segera kuraih tangan suamiku lalu kucium tanganya sebagai tazim.
"Hati-hati dirumah ya, Sayang."
"Aku ngajar hari ini, Mas."
Untuk mengisi waktu luang aku mengajar disebuah Bimba pada sore hari. Aku mengajar untuk anak-anak SD yang rentang usianya antara tujuh sampai sembilan tahun.
"Kamu bawa saja mobilnya Mas naik motor."
Begitulah Mas Farel jika mobil kami salah satu ada yang bermasalah, dia rela naik motor dan kepanasan dari pada aku yang kepananasan. Sungguh, Mas farel adalah lelaki terbaik yang aku miliki. Mas Farel melambaikan tangannya setelah motor matiknya selesai distarter.
"Hati-hati di jalan, ingat di sini istrimu menunggu di rumah," pesanku yang dibalas cubitan pipi oleh Mas Farel.
Setelah Mas Farel hilang dari pandangan, aku kembali masuk ke dalam rumah untuk bersiap mengajar di sebuah Bimba di kotaku. Aku sengaja memilih mengajar anak-anak karena aku suka dan merasa terhibur oleh mereka.
Lagi pula kata orang-orang tua jika ingin cepat punya anak maka kita harus dekat sama anak kecil. Istilah jawanya buat pancingan. Siapa tahu dengan seringnya aku bergaul dengan anak-anak dapat memancing benih di rahimku hingga aku bisa punya anak.
Selesai mandi aku segera berdandan, aku sengaja memakai make up yang gak terlalu tebal namun cukup menunjang penampilanku. Dari rumahku ke Bimba tempatku mengajar memakan waktu sekitar 30 menit naik mobil.
Setelah bebrapa jam perjalanan akhirnya aku sampai di Bimba tempatku bekerja. Begitu sampai bimba, aku langsung disambut beberapa orang muridku.
"Bu Ane," ujar mereka begitu bahagia saat melihat aku datang.
Kukeluarkan beberapa minuman dan makanan dari tasku yang tadi sempat kubeli di perjalanan kemari.
"Ni ambil satu-satu ya, makannya nanti kalau habis belajar!"
Anak-anak itu kemudian mengambil jajan yang aku berikan hingga aku menyadari sesuatu, salah satu muridku bahkan yang paling dekat dengaku gak hadir.
"Anak-anak, Tasya kemana?"
"Tasya gak masuk Bu, dari kemarin," jawab salah seorang siswa.
"Ada yang tahu gak Tasya kemana?"
"Gak, Bu," Jawab mereka serentak.
Segera kuambil ponselku untuk menghubungi orang tua Tasya, karena memang jika ada salah satu muridku yang gak masuk aku akan menghubungi orang tuanya. Namun, sudah beberapa kali menelpon dan chat tak ada respon.
Dalam hati aku berpikir keras ada apa dengan Tasya, apa dia sakit? Sepanjang mengajar aku tak bisa konsentrasi penuh, pikiranku terus teringat akan Tasya.
"Maaf Bu, apa Ibu tahu alamat rumah Tasya?" tanyaku pada salah satu wali murid saat mereka menjemput anaknya.
"Memang kenapa, Bu?"
"Sudah tiga hari ini Tasya gak masuk Bu, saya sudah hubungi nomor orang tuanya tapi gak direspon," ujarku memaparkan.
"Setahu saya kemarin Ibu Tasya masuk Rumah Sakit Bu, mungkin Tasya ikut ke Rumah Sakit," jawab Ibu itu.
"Boleh saya tahu di Rumah Sakit mana?"
"Saya gak tahu Bu, tapi kalau alamat rumahnya saya tahu."
"Boleh Saya minta alamatnya, Bu?"
"Boleh."
Berbekal alamat yang dikasih oleh orang tua wali muridku, aku mulai mencari rumah Tasya. Anak itu sangat dekat denganku, bahkan aku sudah menganggap anak itu seperti anakku sendiri.Aku juga sudah beberapa kali bertemu ibunya yang aku ketahui mengidap penyakit Hepatitis A dan gini sudah komplikasi kanker hati stadium dua. Bodohnya aku, aku tak pernah tanya di mana alamat rumahnya.Aku sampai disebuah rumah bertingkat dua, bercat ungu dan memiliki banyak tanaman bunga di terasnya, Mbak Riana Ibu Tasya sering cerita kalau dia menyukai bunga. Suami Mbak Riana sering dinas ke luar kota, jadi dia punya banyak waktu luang untuk merawat bunga-bunga itu.
"Asalamu alaikum." Aku mengucap salam setelah tidak menemukan swis bel didekat pintu.
"Walaikum salam." Terdengar suara lemah seseorang dari dalam rumah.
"Tasya buka pintunya, Nak! Ada tamu."
Butuh waktu beberapa detik hingga pintu dibuka dan seorang anak kecil muncul dibalik pintu.
"Bu Guru," ujar Tasya sambil memelukku.
"Tasya kenapa gak masuk?" tanyaku.
"Mama sakit Bu Guru, gak ada yang jaga. Papa jarang pulang, terus Nenek juga gak ada."
"Memang Nenek kemana sayang?""Kerumah Tante lihat dedek bayi."
"Tasya, siapa yang datang sayang?" Terdengar suara Mbak Riana dari dalam rumah.
"Bu Guru, Ma."
"Suruh masuk, Sayang," ujar Mbak Riana.
Tasya pun menggandeng tanganku masuk kedalam rumah. Kutatap ruangan bercat putih itu, tampak tubuh lemah seorang wanita berbaring di sofa.
"Maaf Bu, tadi Bu Ane telpon saya gak bisa angkat, mendadak tubuh saya lemas," ujar Mbak Riana lemah.
"Bu Guru mau minum apa?" tanya Tasya.
"Apa aja deh sayang," jawabku dan aku pun duduk di hadapan Mbak Riana.
"Gak usah bangun, Mbak," ujarku saat Mbak Riana berusaha bangun.
"Maaf ya Bu Guru, kemarin habis terapi, muntah hampir seharian sekarang jadinya lemah banget," ujarnya.
Terbit rasa kasihan dihatiku melihatnya, apalagi jika ingat suaminya tak ada disini.
Dalam hati aku mengutuk suaminya. Sunghuh lelaki tak punya hati.Prak!
Suara benda jatuh yang ternyata adalah bingkai foto yang tadi aku lihat didekap Mbak Riana.
"Biar saya ambilkan, Mbak," ujarku.
"Maaf, merepotkan."
"Gak papa, Mbak tiduran aja," ujarku.
Aku segera membungkuk mengambil foto itu namun betapa terkejutnya saat aku melihat Mas Farel ada dalam foto itu.
Tasya ditengah diantara Mbak Riana dan Mas Farel, mereka tampak seperti sebuah keluarga. Ya Tuhan apa hubungan Mas Farel dengan mereka?
"Itu Papa, Tante. Gantengkan Papa Tasya."
Papa? Tasya memanggil Mas Farel dengan sebutan Papa apa itu artinya?
Ya Tuhan ...
Apakah itu artinya Mas Farel memiliki dua istri? Tunggu kau Mas, jika benar kau memiliki dua istri, takkan kubiarkan kau mempermainkan kami.
Next?
Bab2 Aku Istri Kedua"Itu Papa Bu Guru, ganteng kan Papa Tasya," ujar bocah itu dengan mata berbinar bahagia.Papa, Tasya memanggil Mas Farel dengan sebutan Papa, apa itu artinya Tasya?Ya Tuhan ..., Kenyataan apa ini? Aku merasakan dunia seperti berhenti seketika, rasanya tubuhku lemas mendengar jawaban polos bocah ini. Kucoba mengatur perasaan dan gejolak dihati ini, aku harus tenang, bisa saja ini hanya kebetulan dan lelaki yang disebut Papa oleh Tasya itu bukan Mas Farel suamiku."Ganteng, nama Papa Tasya siapa?""Papa Farel."Rasanya seperti dadaku dihantam dengan ribuan ton batu hingga aku tak bisa bernapas. Ya Tuhan kalau Tasya anak Mas Farel lalu artinya Mbak Riana adalah istrinya Mas Farel, kenyataan apa ini Ya Allah? Kukuatkan diri ini dan berusaha mengulum senyum."Mbak Riana, sudah lama menikah?""Sudah tujuh tahun tapi sudah tiga tahun ini kita LDR, suami kerja diluar kota dan dengan keadaan saya ya
Bab3 Sebuah Rencana"Ini istri gue, Bro," ujar Mas Farel tersenyum bangga."Lho, bini Lo ganti atau Lo punya dua istri?"Deg!Ya Tuhan, kenyataan apalagi ini? Sampai detik ini aku masih berharap apa yang aku lihat di rumah Tasya, itu hanya mimpi dan suamiku tetaplah lelaki setia yang aku kenal tapi sekarang, hatiku sungguh sakit, Ya Allah."Hahaha, becanda Lo Bro, bini satu aja gak habis-habis gimana mau punya istri dua. Belum siap gue polingami dan gak akan poligami sih," ucap Mas Farel memandang mesra kearahku."Eh tapi serius itu Ri," ujar Ali, tapi belum sempat melanjutkan ucapannya sudah di potong oleh Mas Farel."Ehh, ngomong-ngomong anak Lo berapa? Eh kita kan mau ngomongin bisniskan, kok malah ngomongin pribadi ya," ujar Mas Farel."Ouh, iya Bro, sorry. Oh ya nama istri kamu ini siapa?""Oh iya, kenalin, ini istri Gue namanya, Ane."Lelaki itu ternyata bernama Ali dan Ali adalah teman dekat Mas Farel. Namu
Bab 4 Aku Sang PelakorAku hanya berharap agar kesehatan Mbak Riana tetap baik-baik saja setelah ini. Maaf Mbak tapi aku tak ada jalan lain. Wajah Mas Farel sedikit menegang begitu sampai di rumah Mbak Riana, walaupun dia berusaha tenang tapi aku dapat menangkap ekspresi gelisahnya."Ayo Mas turun, kok malah bengong," ujarku saat Mas Farel yang lama tak turun dari mobil."Iya," jawab Mas Farel gugup. Namun kemudian segera membuka pintu mobil untuk keluar dari mobil."Papa!"Tasya berlari memeluk Mas Farel saat kami baru saja turun dari mobil. Wajah Mas Farel berubah pias dan tegang saat Tasya memeluknya erat. Rasakan kamu Mas, kamu gak akan bisa menghindar kali ini!Wajah Mas Farel pucat saat Tasya memeluknya, bibirnya bahkan gemetar dan wajahnya berubah pias saat menatapku."Kok Papa sama Bu Guru datangnya barengan?" Ujar Tasya, wajah anak kecil itu tampak bingung. Sementara Mas Farel hanya berdiri mematung menatapku."Iya Say
Bab 5 Pernyataan RianaAku tahu aku kelihatan bodoh mengatakan ini, tapi aku mencoba memahami situasi dan kondisi Mbak Riana saat ini, hati wanita mana yang tak hancur jika lelaki yang amat di cintainya mendua dibelakangnya."Gak usah sok baik kamu!" Kali ini ibu Kak Riana ikut bicara dan memojokkan aku.Ya Tuhan apa yang harus kukatakan pada mereka?"Kalian." Mas Farel menunjuk Mbak Riana dan mertuanya, "jangan pernah menghakimi Ane, ini bukan salahnya."Harusnya aku senang dibela sedemikan rupa oleh lelaki yang aku cintai tapi tidak untuk kali ini, aku merasa muak dengan sikap Mas Farel. Aku jijik dengan sifat egoisnya itu, lelaki tak punya hati dan perasaan hanya memintingkan diri sendiri.Brak!"Mama!" Tasya berteriak saat melihat Mbak Riana."Astaga Mbak Riana!" Aku menjerit melihatnya, Mbak Riana memegang dadanya, napasnya tersengal."Mama." Tasya memeluk Mbak Riana yang napasnya
Bab 6 .2ab 6 Sudah Kuduga"Iya sih mbak, apalagi sekarang dokumen juga bisa dipalsukan termasuk KTP," ujarku.Uhuk , uhukMendadak Mas Farel yang ingin minum tersedak mendengar ucapanku barusan."Eh hati-hati dong Mas," ujarku lalu mengulurkan tisu kearah Mas Farel dan bersamaan dengan Mbak Riana juga mengulurkan tisu ke arah Mas Farel."Eh, kok samaan," ujar Mbak Riana yang kemudian menarik tisunya. Ada ekspresi canggung di wajahnya, mungkin dia merasa tak enak denganku."Makasih sayang," ujar Mas Farel setelah menerima tisu dariku. Seulas tersenyum tercipta di wajah gantengnya.Walaupun Mbak Riana sudah menjelaskan panjang lebar tentang suaminya. Namun, entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang janggal. Mana mungkin orang bisa semirip itu, nama juga sama, benarkah memang hanya kebetulan?"Terima kasih ya Bu Guru sudah sudi meluangkan waktunya dan makasih juga ya Mas," ucap Mbak Riana menatap kami dan Mas Farel bergantian
Bab 8 Rahasia FarelSelepas memanjakan wajah di salon, aku memutuskan pergi ke kafe untuk bertemu dengan Arin sahabatku.Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padanya, meluahkan segala rasa mengganjal di hati."Jadi kamu sudah gak curiga lagi ni, sama suamimu?" Tanya Arin. Dia kemudian meraih minuman di meja dan meminumnya.Setelah kejadian malam itu aku menceritakan semua pada Arin karena hanya Arinlah tempat aku menceritakan semua masalahku."Ya ada dikit sih yang masih janggal dihati tapi aku tepis, aku tak mau hanya gara- gara masalah yang tak ada buktinya rumah tanggaku jadi retak.""Ya syukur deh kalau gitu, gak perlulah curiga berlebih pada pasangan," kata Arin.Arin lebih dahulu menikah.Namun, dalam hal keturunan kita sama, sama- sama belum dikaruniai keturunan. Bahkan Arin juga pernah dititik paling kritis dalam rumah tangganya ketika suaminya selingkuh dan membawa perempuan selingkuhan
Bab 8 Jujurlah Mas Le sepahit apapun kejujuran itu lebih baik dari sebuah kebohongan Le, kasihan Ane, sudah terlalu lama kamu bohongin dia. Ibu takut kalau nanti malah Dia tahu dari orang lain, tentu itu lebih sakit rasanya Le," ujar Ibu. Aku sudah lama memejamkan mata, mencoba melupakan semua kata-kata Ibu Mas Farel tadi. Namun, kata-kata terus terngiang ditelingaku. kamu menyimpan rahasia apa Mas?Kenapa begitu banyak rahasia yang kau sembunyikan padaku? Sepertinya pernikahanku yang sudah hampir 2 tahun ini tidak cukup untuk mengenali pribadi Mas Farel, siapa dia, seperti apa masa lalunya? Ya Allah kenapa begitu berat cobaan ini? Aku semakin mempererat menutup mataku menahan segala rasa sakit dan cemas yang gini sudah seperti luka yang menganga dihatiku. Beberapa saat kemudian.Aku terkejut saat sebuah tangan melingkar dipinggangku, tangan besar yang selalu memberiku ketenangan selama ini. Tak perlu lagi aku
Bab 9. CurigaSetelah berkata demikian aku turun menuju meja makan di mana Ibu Mertuaku sudah menungguku dari tadi."Kalian ini gak lapar ya?" tanya ibu Mas Farel menatap kami bergantian."Lapar Bu, ni nunggu mantu Ibu bangun, lama bangunya. Ibu tahulah mantu Ibu ini kalau tidur kek mana," ujar Mas Farel.Mas Farel sepertinya berusaha mencairkan suasana telihat dari candaan-candaan kecilnya yang di tujukan padaku. Namun, kali ini aku yang enggan menanggapinya.Di dalam hatiku ini masih ingin menuntut penjelasan Mas Farel, dia harus menceritakan semua tentang apa yang disembunyikan selama ini dariku.***"Sekarang kamu gak bisa menghindar lagi, Mas," ujarku pada Mas Farel.Saat ini kita sudah sampai di rumah kami sendiri, setelah sarapan pagi kami memutuskan pulang karena sore aku harus mengajar dan Mas Farel mendadak ada tugas di luar kota selama dua hari.Mas Farel menarik napas berat mendengar ucapank