“Tolong rahasiakan ini dari Zack.”
Ketika sadar, pelayan telah siaga dengan seorang dokter pribadi. Dari diagnosanya, diketahui bahwa magh Aurora kambuh. Tingkat stress yang tinggi, hingga melewatkan jam makan menjadi penyebabnya.
Aurora berpikir, jika Zack tahu … lelaki itu pasti akan menggunakan kesempatan itu untuk menendangnya pergi. Lelaki itu juga pasti akan melapor pada Mami, dan bisa jadi membuat maminya kepikiran.
Dua minggu berlalu, Aurora tersenyum pada cermin di depannya.
“Kamu hebat, Aurora!” ujarnya sembari menepuk-nepuk dadanya sendiri. “Siapa bilang kalau aku akan merengek minta pulang dalam waktu kurang dari satu minggu?” bibir wanita itu tertarik ke atas, otaknya langsung terpikirkan wajah Zack.
Ia merasa puas, sebab ia telah membuktikan pada Zack, bahwa ia bukanlah wanita yang lemah.
“Teruslah bertahan, sampai tugasmu selesai!” katanya lagi sebelum akhirnya bergegas ke kantor.
Sementara Aurora sudah pergi satu jam yang lalu, Zack justru baru bersiap. Lelaki itu mengedarkan pandangan ketika tidak mendapati adiknya di ruang makan.
“Mana Aurora?” Zack bertanya kepada kepala pelayannya.
“Nona Aurora sudah berangkat dengan taksi, Tuan.”
Zack mendengus. Setelahnya, lelaki itu makan dengan cepat dan langsung bergegas ke kantor.
“Kenapa kamu tidak menungguku?!”
Aurora yang saat itu sedang tenggelam dalam pekerjaannya langsung mengalihkan pandangan sesaat. “Pekerjaanku banyak,” sahutnya singkat.
Duduk di depan meja Aurora, Zack bersandar dan memperhatikan Aurora yang kembali sibuk dengan laptop.
Aurora sungguh gambaran wanita yang begitu menarik. Lekukan tubuh yang pas, wajah yang cantik, sikapnya yang menantang … juga penampilannya yang elegan pasti membuat banyak lelaki mengincarnya.
Hanya saja, gadis itu seolah tidak sadar dan sibuk dengan tujuan hidupnya sendiri.
“Sepuluh menit lagi rapat.” Kembali, suara bariton Zack terdengar.
“Aku tau.”
“Setelah rapat, kita ada janji makan siang dengan Direktur Cabot.” Zack kembali mendikte. “Setelah itu, rapat dengan direktur keuangan.”
“Oke,” sahut Aurora singkat, lagi-lagi tanpa melihat Zack. “Kalau gitu, kamu bersiaplah dulu,” lanjutnya lagi.
Andai saja Aurora menatapnya, wanita itu pasti tahu kalau Zack sedang menatap tidak suka, sebab Aurora masa bodo terhadapnya.
“Kenapa mengusirku? Merasa jengah karena kuperhatikan?” Zack berkata dengan nada menggoda.
Aurora menggeleng keras. Ia tidak mungkin terpengaruh oleh tatapan lelaki yang menyusahkannya ini. Lelaki yang gemar memberikannya kesulitan, termasuk menambah pekerjaannya.
“Aku hanya ingin mengingatkanmu, bahwa hari ini penting untukku.” Zack berdiri dan merapikan jasnya sambil tetap menatap Aurora. “Kamu tidak lupa kan, ini hari apa?”
“Ulang tahunmu.” Aurora menjawab singkat.
Zack kemudian menyeringai, senang. “Adik Manis yang pintar. Aku mau hadiah.”
Aurora memutar matanya malas. “Kamu mau apa?”
“Yakin?” tantang Zack. “Bagaimana kalau hadiahnya tidur denganku malam ini?”
Pandangan Aurora langsung tajam menyorot Zack. Pria itu masih berdiri santai, sambil memamerkan senyumnya.
“Bercandamu keterlaluan!” desisnya. “Agaknya kamu terlalu stress dengan pekerjaanmu!”
Pria itu mendeham. “Benar! Dan kamu tau obat mujarabnya?” tanya Zack dengan alis yang dinaikkan. “Bercinta.”
Hembusan napas panjang keluar dari hidung Aurora. Keras kepala sekali lelaki di depannya ini. Kalau bukan karena orang tua, ia pasti sudah menampar pipi Zack.
"Ya, sudah. Mau aku buatkan janji dengan wanita mana lagi? Brenda? Maddie? Cathleen? Atau siapa?"
Zack terkekeh. “Kamu kenal mereka?”
Bagaimana tidak, sebab semua nama yang disebutkan Aurora ada di kontak ponsel perusahaan.
Aurora menatap Zack menunggu jawaban. Lelaki itu mencondongkan wajah ke arah wanita di depannya.
"Aku mau Aurora Ivanka Morgan."
Sekali lagi, Aurora mengembuskan napas panjang mendengar nama lengkapnya disebut Zack.
"Jangan gila, Zack! Aku adikmu!"
"Adik angkat!"
"Tetap saja kamu tidak bisa meniduriku!"
"Siapa bilang?"
"Aku akan mengadu pada Mami. Juga pada Papi di surga."
Ancaman Aurora berhasil. Zack terkesiap melihat kilat mata Aurora yang kesal.
Aurora tahu, senakal-nakalnya Zack, lelaki itu sayang pada sang Mami.
Namun, entah apa yang merasuki Zack saat itu, pria itu justru mengucapkan kalimat yang membuat rahang Aurora membuka lebar.
"Hotel Luxury, presidential suite 01. Datang jam tujuh malam. Jangan terlambat! Atau kamu akan kena hukuman!"
Setelah balas mengancam, Zack melewati Aurora yang terpaku di tempat. Sebelum membuka pintu, lelaki gagah itu menoleh dan menatap Aurora kembali.
"Jangan lupa, dandanlah yang cantik untuk kencan kita jam tujuh nanti.” Ia mengedipkan sebelah matanya. “Ingat, hari ini aku berulang tahun. Mami bilang, kamu harus memberiku hadiah."
Kemudian, lelaki itu melenggang, membiarkan pintu tertutup kencang. Brak!
Aurora berjengit, kemudian menggeram kesal. “Argh! Dasar kakak angkat brengsek!”
Tepat pukul lima sore, satu pesan masuk melalui telepon genggamnya.Zack: Jangan telat pulang! Dan jangan lupa, pesankan makananku, juga bawakan aku champagne.Satu jam kemudian, Aurora telah siap dengan permintaan Zack. Namun, ia berdecak kala menyadari jika satu-satunya gaun yang ia miliki adalah gaun terbuka yang memamerkan bagian atasnya.Karena tidak ada waktu lagi untuk membeli gaun baru, Aurora pun memakai gaun tersebut. Tentu, ia menambahkan sebuah scarf di leher untuk membantu menutupi tulang selangkanya—meski kenyataannya, scarf itu justru membuat penampilannya tidak lebih baik.Kemudian, karena masih ada satu tugas yang harus ia emban—yakni mengambil champagne kesukaan Zack, ia pun segera bergegas. Malang, sesampainya di sana … stok terakhir minuman itu telah terjual ke orang lain.“Bukankah aku sudah memesan lebih dulu?” Aurora memastikan lagi pada pelayan di sana.Suara berat kemudian terdengar dari arah samping Aurora. “Anda juga memesan minuman ini, Nona?”Wanita itu me
“Apa yang kamu berikan padaku semalam? Kenapa aku ketiduran?” Zack memicingkan matanya pada Aurora yang sedang berdiri di depan ranjangnya.Saat Zack berniat merayu Aurora, tiba-tiba ia merasa luar biasa mengantuk. Aurora merasa sangat beruntung, pelukan lelaki itu mengendur hingga bisa menghindar. Zack tidur lelap setelah dipindahkan ke ranjang.Sambil mendengus kesal, Zack masuk ke kamar mandi setelah mendengar penjelasan Aurora. Pagi ini mereka memang akan menjemput Mami dan Alzard di bandara yang khusus datang untuk merayakan ulang tahun Zack.“Chatting siapa pagi-pagi?” Zack merangkul pinggang ramping Aurora dari belakang."Aaahhh." Aurora terkejut hingga telepon genggamnya terlepas dari tangan dan meluncur bebas ke lantai berkarpet."Apa, sih? Jangan berteriak. Pusing kepalaku!" sentak Zack yang langsung melepaskan tangannya dari pinggang Aurora dan menutup telinganya."Kau mengagetkanku!" Aurora membalik tubuhnya dan mendelik pada Zack.Sedetik kemudian, Aurora terdiam. Tangan k
Dengan cepat, Aurora menjelaskan bahwa bukan Zack penyebab ia sulit tidur. Mungkin karena sebentar lagi ia akan menstruasi dan tubuhnya terasa tidak enak saja.Alasan Aurora membuat Carla mengangguk mengerti. Alzard yang sempat khawatir pun akhirnya menimpali dengan candaan bahwa ia tidak mau dekat-dekat Aurora."Wanita dengan PMS bisa sangat berbahaya. Jauh-jauh dariku, Aurora." Alzard tergelak melihat Aurora mendelik padanya."Tapi menurutku, Mami tidak benar juga. Aurora bukannya pucat. Kulitnya memang sangat putih. Apalagi pagi ini tidak mengenakan make up," imbuh Alzard lagi."Sok tau!" Sekali lagi Aurora mencebik pada Alzard.Tawa canda Alzard dan Aurora membuat Zack terganggu. Apa keduanya memang terbiasa akrab begitu? Bagaimana juga Alzard tau Aurora tidak bermake-up?"Saking penasaran, Zack sampai mengamati wajah Aurora. Biasa saja. Penampilan Aurora sama saja seperti hari-hari lain.Namun semakin diamati, wajah Aurora mengingatkannya pada tokoh-tokoh bangsawan zaman dulu. Kla
Malam itu Aurora kembali sulit tidur. Terngiang ucapan Zack bahwa ia akan terus mencoba menggodanya hingga keinginannya terkabul. Wanita itu mengembuskan napas berat.“Apa aku mengadu pada Mami saja?” gumam Aurora. Kemudian dengan cepat ia menggeleng. Mami akan sangat murka pada Zack dan itu baik bagi kesehatannya.Pusing karena tidak menemukan jawaban, Aurora menenggak satu butir obat tidur dan langsung naik ke ranjang.Pagi harinya, pintu kamar Aurora diketuk seseorang. Wanita itu menyeret langkah dan membukanya. Alzard dengan masih menggunakan piyama berdiri di depan pintu.“Hai, temani aku berenang, yuk.” Alzard langsung menarik tangan Aurora.Aurora tidak sempat menolak. Lagipula ia cukup terhibur dengan adanya Alzard hingga ia tak harus selalu bersama Zack. Keduanya berpisah di kamar mandi kolam renang untuk berganti pakaian.Sementara itu, Zack yang masih tidur tiba-tiba terbangun oleh gelak tawa dari arah jendela kamarnya. Awalnya, ia mengabaikan suara itu dengan menutup teling
“H-Hah. Blurp, blurp.”Aurora benar-benar tenggelam. Ia segera berpegangan pada pinggir bathtub dan duduk dengan napas memburu. Tak sadar, ia telah tertidur dan tubuhnya merosot ke dasar bathtub.Di sekelilingnya tidak ada orang. Pasti tadi ia bermimpi ada yang membangunkannya hingga ia tidak kehabisan napas di dalam air. Segera saja, ia keluar dari bathtub dan berpakaian.“Nona sudah ditunggu sejak tadi di meja makan.” Seorang pelayan berkata santun pada Aurora saat ia keluar dari kamar.“Iya, terima kasih.”Kaki-kaki panjang Aurora segera melangkah cepat menuju ruang makan. Ia merasa tak enak hati, anggota keluarga lain menunggunya.“Mami, selamat pagi,” sapa Aurora yang langsung mencium pipi orang tua angkatnya tersebut.Ia juga menyapa Zack yang sama sekali tidak membalas, dan Alzard yang mengedipkan satu mata padanya.“Hai, Aurora sayang. Selamat pagi.” Clara tersenyum pada sang putri angkat dan mempersilahkan duduk di sampingnya.“Maaf, aku terlambat. Sempat ketiduran sebentar s
"Uhuk, uhuk, uhuk!"Zack tersedak minumannya mendengar pernyataan sang sahabat. Dengan cepat, ia mengelap mulut dan menatap tajam wajah Vigor."Jatuh cinta? Kau pikir aku percaya?" Zack sangat kesal mendengar pengakuan Vigor."Normal saja, bukan?" Lelaki itu masih terang-terangan menatap Aurora."Jaga matamu! Dia adikku!" sentak Zack."Adik angkat!" ralat Vigor. "Ya Tuhan, aku tak menyangka kau memiliki adik yang sangat cantik dan bertubuh bagus.""Jangan sentuh dia, Vigor. Atau persahabatan kita berakhir." Zack mengancam tegas.Bukannya takut, Vigor justru tergelak. Ia malah mengingatkan Zack saat lelaki itu merebut kekasihnya ketika mereka kuliah dulu. Tak tanggung-tanggung, Vigor malah menemukan keduanya di atas ranjang."Kau sudah memaafkanku. Kenapa kau ungkit-ungkit lagi masalah itu. Lagipula aku sudah menjelaskan bahwa mantan kekasihmu itulah yang mengajakku ke ranjangnya!""Ya, ya. Memang sudah kumaafkan. Tapi tidak akan kulupakan." Vigor mengibaskan tangannya."Dasar pendenda
Zack bernapas lega lalu menyandarkan tubuh lelahnya pada punggung sofa. Akhirnya pesta usai. Energinya seperti terkuras harus menyapa para tamu.Lagi-lagi, ia mendengar suara tawa. Kepalanya menoleh ke samping. Aurora dan Alzard sedang makan sambil bercanda.“Mereka memang begitu.” Tiba-tiba, Clara duduk di samping Zack. “Kalau bertemu selalu seru berduaan.”Zack tersenyum pada sang mami. “Kenapa Mami tidak istirahat saja? Pasti lelah ‘kan?”Clara menepuk lengan atas sang putra sulung. Wanita setengah baya itu mengatakan bahwa ia rindu mengobrol bersama Zack. Malam ini adalah kesempatan yang menurutnya tepat.Netra Clara berotasi ke sekitar kediaman mewah milik keluarga yang kini menjadi warisan Zack. Bibirnya mengukir senyum, matanya berkaca-kaca.“Terakhir Mami pergi dari sini, tempat ini hanya bangunan besar yang tidak terurus. Kamu memugarnya dengan sangat baik, Zack.”“Butuh hampir tiga tahun. Aku membangunnya satu lantai demi satu lantai, tergantung dananya.” Zack membanggakan d
“Cantik sekali.” Vigor memuji Aurora yang baru saja datang.“Terima kasih.” Aurora menjawab dengan senyum tipis. Ia duduk setelah Vigor mendorong kursi untuknya.Berbasa-basi, Vigor menanyakan perjalanan Aurora ke restoran ini. Dengan singkat, wanita cantik itu menjawab bahwa situasi jalan raya cukup padat yang menyebabkan ia sedikit terlambat.“Menunggu lama pun tak masalah untukku.” Vigor tersenyum penuh pengertian.Makan malam ini akhirnya disetujui Aurora sebagai tanda terima kasihnya karena Vigor memberikan champagne. Lelaki itu menolak dibayar, namun memberikan syarat agar Aurora bersedia pergi dengannya.Di luar dugaan Aurora, Vigor ternyata lelaki yang santun. Sikapnya sangat elegan sesuai dengan wajah karismatiknya. Dengan cepat, Aurora dapat mengurangi ketegangan.Baik Aurora maupun Vigor sama sekali tidak sadar, bahwa ada mata yang terus menerus memperhatikan mereka. Mata emerald milik Zack seolah tidak berkedip menatap pemandangan di depannya. Apalagi saat melihat Aurora d