Share

Bab 3

'Penjahat?'

'Pelanggan bordil?'

'Atau pria mesum?'

Karina terlalu takut untuk melanjutkan pemikirannya. Dia menyalakan pancuran dan membiarkan air mengalir membasahi tubuhnya.

Di bawah air pancuran, warna bekas ciuman di tubuhnya semakin merah, seperti bunga mawar merah yang baru mekar. Seakan-akan menunjukkan betapa gila dan intensnya semalam. Melihat semua bekas ciuman itu, sekujur tubuh Karina semakin gemetar.

Dia merasa dunianya menjadi gelap dan orang yang selama ini dia kagumi semakin menjauh darinya.

Perlahan-lahan dia menurunkan tubuhnya, meringkuk seperti anak kecil yang tidak berdaya. Hanya ada satu hal yang muncul di benak Karina sekarang.

Hidupnya sudah tamat.

Di sisi lain, Rafael sudah berpakaian lengkap, hanya rambutnya masih sedikit berantakan. Meskipun begitu, dia tidak terlihat seperti orang yang baru saja bangun. Dia duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya yang jenjang itu di atas meja kopi sambil memainkan sebuah liontin berantai perak. Liontin itu berbentuk hati dan dapat dibuka. Di dalam liontin itu terdapat foto Karina dan seorang pria.

Karina di foto itu tersenyum sangat manis dan terlihat sangat muda. Melihat foto tersebut, Rafael menebak Karina masih seorang mahasiswa.

Sementara foto si pria merupakan foto formal yang digunakan kartu identitas kerja. 'Pacarnya atau dia naksir secara diam-diam? Wanita ini punya pacar, tapi masih tidur dengan pria lain. Nggak kusangka dia bermuka dua.'

Rafael mendengus, lalu melihat foto Karina lagi. Ketika ekspresi ketakutan Karina melintas di benaknya, dia tiba-tiba merasa sedikit kesal dan menutup liontin dengan kuat.

Pada saat ini, pintu kamar mandi terbuka. Karina yang juga sudah berpakaian lengkap berjalan keluar secara perlahan. Tubuhnya yang sangat indah itu sudah tersembunyi di balik pakaian yang sangat tertutup.

Wajahnya yang kecil seukuran telapak tangan itu, terlihat seperti tidak ada darah yang mengalir. Pupilnya terus bergerak-gerak seperti tidak tahu harus menatap ke mana. Karina terlihat sangat tidak berdaya, seolah-olah akan langsung pecah jika disentuh sedikit saja.

Rafael melirik Karina dengan saksama. Setelah melihat lagi, perasaan yang mengganjal di hatinya menjadi lebih kuat.

'Apa wanita ini benar-benar seorang kupu-kupu malam?'

'Dilihat dari mana pun, dia seperti mahasiswa yang belum lulus, masih belum terjun ke masyarakat dan ternodai gaya hidup yang mewah.'

Kalau dia bukan wanita seperti itu, kenapa ...?'

Begitu sorot mata Rafael menjadi dingin, suhu di dalam ruangan seperti ikut menurun drastis. Karina saat ini bagaikan seekor hewan kecil yang merasakan musuh alaminya, tubuhnya tidak dapat berhenti gemetar. Dia juga tidak berani melihat Rafael, terus menundukkan kepalanya dan berkata dengan suara yang sangat kecil, "Kejadian kemarin ...."

"Ini milikmu, 'kan? Tertinggal di tempat tidur."

Rafael langsung melemparkan liontin itu ke meja kopi, nadanya bicaranya sangat datar, sama sekali tidak ada kehangatan. Mereka sama sekali tidak terlihat seperti dua orang yang baru saja terbangun di ranjang yang sama. "Semalam kamu sudah bekerja keras. Jonny mungkin akan membayarmu juga, terima saja. Yang ini juga bayaranmu."

Selesai mengatakan itu, sebuah cek mendarat dengan ringan di atas meja kopi.

Karina memalingkan wajahnya dengan bingung, melihat liontin dan cek senilai 200 juta di meja kopi.

Penglihatannya menjadi sedikit kabur dan dia hampir pingsan.

Bagi mahasiswa sepertinya, sejumlah uang itu sangatlah besar, tetapi apakah hal yang paling berharga bagi seorang wanita bisa digantikan dengan uang?

Dirinya dianggap seperti apa? Seorang kupu-kupu malam yang akan langsung datang begitu dipanggil dan pergi begitu disuruh?

Bibir Karina memutih karena dia menggigitnya dengan kuat. Dia hanya menatap cek itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Karena tidak mendapatkan jawaban, Rafael mengira Karina merasa sejumlah uang itu masih kurang. Rafael menyipitkan matanya, berkata dengan nada datar tetapi terasa dingin, "Aku nggak tahu banyak tentang pekerjaanmu, tapi 200 juta sudah cukup untuk membeli malam pertamamu. Menurutku bayaran ini sudah sangat lebih."

Memikirkan bercak merah yang mencolok di seprai yang berantakan itu, Rafael merasa sedikit kesal.

Begitu dia selesai berbicara, suara sebuah tamparan keras bergema di kamar itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status