Share

Ketika Suami Mendua, Majikanku Menginginkan Cinta
Ketika Suami Mendua, Majikanku Menginginkan Cinta
Penulis: Anggrek Bulan

Bab 1. Kejutan Saat Pulang Kampung

"Sebenarnya aku begitu berat melepas kamu jadi TKW, Dek. Hanya saja ini demi masa depan kita dan Ais, anak kita. Pergilah Dek, aku janji akan selalu setia dan menjaga Ais dengan baik."

Teringat akan kalimat yang terucap beberapa tahun yang lalu itu, air mata menetes di netra ini. Dari kalimat itu aku tahu jika Mas Asep, suamiku, begitu berat melepasku, hanya saja demi masa depan, ini adalah jalan yang terbaik.

Senyum terus terkembang di wajahku sejak turun dari pesawat tadi. Membayangkan bisa bercengkrama dengan keluarga yang begitu aku rindukan setelah sekitar dua tahun lebih tak bertemu.

'Mas Asep juga pasti kangen sama aku,' gumamku sambil kembali mengulas senyum. 

Tebakanku tentu rasanya tidak akan salah, adalah hal yang sangat mungkin jika sepasang suami istri saling merindu ketika menjalin hubungan LDR. 

Apalagi ketika kami bertelepon, Mas Asep selalu mengatakan rasa kangennya itu padaku. Membuat rindu ini semakin berat. Jika tak ingat ingin memperbaiki ekonomi keluarga, tentu aku tak ingin berjauhan dengan suami tercinta itu.

"Dek, aku tiap hari hampir tak bisa memejamkan mata. Tidur tanpa kamu, rasanya begitu hampa. Tetapi demi Ais, aku tahan rindu ini."

Seperti itu lah yang sering dikatakan oleh Mas Asep. Hati pecinta mana yang tak sedih? 

Sekarang, aku akan menumpahkan segala kerinduan itu. Aku pulang Mas.

"Nanti berhenti di toko depan itu sebentar ya Pak," ucapku sambil menunjuk toko Bu Endang yang tak jauh dari sini.

"Baik Mbak." Bersamaan dengan jawaban yang diberikan, sopir pun menepikan mobilnya di tempat yang aku pinta.

Sekalian saja memang aku ingin membeli beberapa keperluan dapur disini. Toko kelontong yang letaknya tak begitu jauh dari rumahku. Sengaja memang aku tak beli di supermarket tadi, itung itung memberikan rejeki pada tetangga bukan?

"Bu Endang."

Teriakku sembari menengok ke dalam karena tak ada orang meski toko terbuka.

Saat itu juga, Bu Endang keluar dari rumah. Mata wanita paruh baya itu nampak langsung terbelalak ke arahku. "Nisa?!" tanyanya sambil mendekat ke arahku.

Kuulas senyum termanis. "Iya Bu, saya Nisa." 

Mungkin saja Bu Endang pangling sama aku. Karena saat ini aku memang berhijab, beda dari dulu.

Berubah menjadi lebih baik, tak masalah bukan?

"Kamu datang sama siapa?" tanya Bu Endang sambil menengok ke depan, kanan kiri. Tatapan matanya terlihat penuh selidik.

"Sendiri," jawabku cepat sambil ikut menoleh. "Saya belum pulang ke rumah Bu. Niat mau belanja di sini dulu untuk bikin surprise ke orang rumah."

Bu Endang yang masih menengok ke depan, langsung menoleh padaku. Dan, dia langsung menarik tanganku untuk masuk ke dalam rumah, dengan sedikit kasar.

"Eh ... ada apa ini Bu?" tanyaku yang benar benar tak mengerti.

Tanpa memberikan jawaban, Bu Endang langsung menutup pintu depan rumahnya. Ya, saat ini kami berada di ruang tamu.

"Ada apa sih Bu?" tanyaku sekali lagi, karena tadi tak mendapatkan jawaban.

"Ayo ... Kamu duduk dulu Nisa." 

Bukannya memberikan jawaban, Bu Endang malah menyuruh aku duduk dan beliau pun ikut duduk tepat di sampingku.

Rasanya ada yang tidak beres ini, karena rasanya tak wajar Bu Endang melakukan hal seperti ini.

"Bu ... Saya mau belanja dan ingin segera sampai di rumah Bu." Aku kembali berucap seperti niatku tadi.

"Sa ... Apa kamu benar-benar tak mengatakan pada Asep jika pulang?" Lagi dan lagi, Bu Endang malah seperti mengalihkan perhatian. Ada apa sih sebenarnya?

Cepat aku menggelengkan kepala. "Saya memang nggak ngomong sama Mas Asep, Bu. Pingin ngasih kejutan begitu." 

Wajah Bu Endang yang tadi nampak tegang, saat ini terlihat mengendur. Berganti menjadi pias. Wanita yang usianya mungkin sudah sepantaran almarhum ibu itu, menatapku sendu. Membuatku semakin penasaran saja.

"Selama kamu kerja, apa nggak pernah telpon ke kampung?" Bu Endang bertanya.

"Beberapa kali saja saya menelepon Bu. Karena memang saat di luar negeri, saya begitu sibuk." 

Memberikan jawaban seperti ini, ada rasa ngilu juga di hatiku. Sebenarnya aku pun memang ingin sering sering menelepon keluarga di kampung halaman. Hanya saja, waktu tak memungkinkan. Majikan yang aku rawat sudah begitu tua, dan butuh banyak perhatian. Membuat aku harus fokus.

Ketika masih ada di penampungan, sebelum berangkat menjadi TKW, seminggu sekali aku menelepon Mas Asep. Tetapi ketika berangkat ke Singapura, aku bahkan makin sering sibuk. Terakhir menelepon sekitar dua bulan yang lalu, dan saat itu Ais, putri tunggalku, meminta mukena baru.

"Ada apa sih Bu sebenarnya?" tanyaku yang makin penasaran, karena Bu Endang masih diam dengan wajah yang makin pucat.

"Asep ... Asep sudah nikah lagi ..." 

Bu Endang mengatakan hal itu dengan terbata, sembari menautkan kesepuluh jemarinya. 

"A-apa Bu?" 

Mulutku seketika melongo, mata terbelalak saat itu. Indra pendengaran dengan jelas mendengarnya, tetapi otakku sungguh tak ingin mempercayainya. 

Bu Endang mengangguk dengan wajah yang nampak khawatir.

"Suami kamu sudah menikah lagi saat kamu di luar negeri."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status