"Fitri! kamu dimana, Fitri?" terdengar suara teriakan dari ibu mertua yang memanggil nama Fitri.
"Ya, Mah. Sebentar," Fitri yang sedang beristirahat pun langsung bangun menghampiri mertuanya."Kamu itu di panggil dari tadi kenapa diem aja?"ucap Bu Dinar sambil melipat kedua tangannya"Maaf Bu, Fitri tadi ke tiduran." jawab Fitri sambil menundukkan kepala, karena dia takut oleh bentakan yang Ibu mertuanya ucapkan.Bu Dinar pun berjalan ke hadapan Fitri yang sedang berdiri."Kamu lihat mie instan punya Ibu? Kemarin sore Ibu baru membelinya dari warung, belum ibu masak. Tapi sekarang udah gak ada." Ucap Bu Dinar, sambil melihat Fitri dengan sorot mata yang sangat tajam."Maksud ibu?" tanya Fitri yang tidak mengerti dengan ucapannya Ibu mertuanya."Gak usah berlaga gak tau deh, kamu Fit. Kamu pasti sudah memasak dan memakannya,iya kan?" tuduh Bu Dinar kepada Fitri, dengan cepat, Fitri pun menggelengkan kepalanya, Karena memang bukan dia yang mengambil mie tersebut ."Enggak Bu, bukan Fitri yang mengambil mie instan ibu, tetapi Kirana Bu." Jawab Fitri dengan sedikit agak lantang, karena dia tidak mau selalu di salahkan.Tepat setelah Fitri berkata Kirana muncul dari arah pintu kamarnya, sambil membawa semangkuk mie instan yang sudah matang, dan siap untuk di makan. Fitri pun melangkah menuju Kirana dan langsung bertanya soal mie instan tersebut."Kiran kamu ya, yang sudah mengambil dan memasak mie instan ibu?" Tanya Fitri to the point, karena dia bukan tipe orang yang suka berbasa-basi."Sembarang kamu ya kalo ngomong! ini mie instan baru aku beli tadi pagi." Pekik Kirana tidak terima atas tuduhan Fitri."Kapan? Kapan kamu membelinya Kiran, setau Mbak, sedari tadi Mbak gak lihat tuh kamu pergi ke warung." jelas Fitri yang tidak melihat Kirana keluar kamar.Akhirnya Kirana naik pitam, dia berjalan ke hadapan Fitri, dan mengangkat sebuah gelas yang berisi air. lalu Kirana menyiramkannya tepat ke wajah FitriByurr!!!"Kamu lupa mbak! kalo saya ini orang kaya, jadi kalau cuma buat membeli satu bungkus mie instan aja, aku sangat-sangat sanggup!" dengan sombongnya Kiran berujar seperti itu di hadapan Fitri."Beda sama mbak, yang hanya orang miskin lalu di pungut, di jadikan Ratu oleh masku!" hina Karin, seketika Fitri pun tidak mau menjawab hinaan dari adik iparnya itu, bukan karena dia takut sama Kirana, melainkan Fitri tidak mau mendengar penghinaan yang keluar dari mulut Kirana yang ke sekian kalinya."Diem kan kamu mbak, jadi jangan seenaknya kalau mau menuduh orang!"Kemudian Kirana pergi memasuki kamarnya lagi.Fitri berdiri mematung, bahwa dia tidak percaya kalau adik iparnya tega, memperlakukan dia sekejam itu."Cepat kamu masuk ke kamar, ganti baju! dan ingat, saya tidak suka melihat kamu menuduh Kirana seperti itu lagi." ujar Bu Dinar dia melangkah pergi sambil menyenggol bahu Fitri, sehingga Fitri pun sedikit terhuyung.Dan akhirnya, benteng pertahanan yang dia tahan sedari tadi pun roboh. Fitri menangis sambil berjalan menuju kamarnya, setelah sampai di kamar dia tidak langsung berganti baju, melainkan dia menatap sebuah foto yang selalu dia bawa ke mana pun."Bu Fitri rindu." ucap Fitri sambil memeluk foto ibundanya tercinta.Kring!! KringTelepon pun berbunyi dan menunjukkan nama si penelpon tersebut, betapa bahagianya Fitri melihat nama yang ada dalam panggilan itu ternyata suaminya, yang sedang bertugas di luar kota."Hallo assalamualaikum Mas." Ucap Fitri dengan antusias"Wa'alaikum salam, apa kabar kamu sayang?" Ucap Angga di sebrang sana"Alhamdulillah, kabarku baik Mas. Mas kapan pulang? Aku rindu," ungkap Fitri sambil menangis menahan sesak di dada, karena teringat perilaku mertua dan adik iparnya tadi."Alhamdulillah besok pagi, Mas akan pulang sayang, Mas sudah membeli tiket pesawat dan jadwal penerbangannya besok pagi, kamu yang sabar ya?" sikap seperti itu yang membuat Fitri merasa nyaman, merasa di sayangi dan tidak melihat dari mana dia berasal."Iya mas".Angga adalah sosok suami yang sangat penyayang,berbeda sekali dengan adik dan ibunya. Di mana ibu dan adik iparnya selalu merendahkan dan menghina Fitri, tapi Angga ini tidak mempermasalahkan status Fitri yang terbilang orang yang tidak mampu.Angga selalu memprioritaskan Fitri dan menjadikan dia seperti Ratu.Sedang asyik bertelepon dengan sang suami, Fitri di kejutkan oleh gedoran pintu yang sedikit memekakkan telinga.tok!!tok!!tok"Udah dulu ya mas kayaknya aku di panggil sama ibu"."Oh ya udah kalau begitu, tunggu aku besok pagi ya, Sayang.""Iya mas, assalamualaikum?" Ucap Fitri sambil mematikan telepon"Wa'alaikum salam"Setelah selesai menutup panggilan tersebut, Fitri pun berjalan sambil mengusap air mata yang jatuh di pipinya, dia langsung membukakan pintu."Lama banget sih! cuma buka pintu doang." ucap Kirana yang sedikit sewot."Ada apa?" Tanya Fitri"Pake nanya lagi, lihat tuh jam berapa? Waktunya kamu bikin makan siang lah." ketus Kirana."Kamu kan punya tangan, kenapa harus aku?"Dengan sedikit keberanian, Fitri membantah perkataan Kirana."Sudah berani ya kamu, ngejawab seperti itu." ujar Bu Dinar yang tiba-tiba muncul dari bawah, kebetulan kamar Fitri dan suami memang berada di lantai dua."Iya Bu, Fitri buatkan." imbuh Fitri yang selalu mengalah."Cepat mbak, aku udah laper nih."Fitri pun berjalan menuju dapur, dan segera memasak. Menu makan siang hari ini tumis kangkung dan ayam kecap, dengan lihainya Fitri menumis dan membumbui masakannya."Tuh, kan. apa aku bilang Mbak, kamu memang cocok jadi pembantu dari pada jadi istri Masku." Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Kirana datang seperti jelangkung."Semua istri itu, memang harus pandai memasak Kiran, biar bisa menyenangkan hati suami." tegas Fitri."Itu berlaku untuk mbak ya, kalau aku kan banyak duit. ya, nyewa pembantu lah." Jawab Kirana mulai terpancing emosi"Kalu nyewa pembantu itu pemborosan namanya, iya kalau pembantu masakannya enak kalau enggak? Cuma buang-buang duit aja." Ucap Fitri yang mulia berani kepada Kirana."Terserah mbak aja, pokoknya aku tetap gak mau, kalau nanti aku punya suami terus aku yang masak, bisa-bisa tangan aku jadi rusak," jawab Kirana sambil berlalu pergiSementara Fitri hanya tersenyum melihat tingkah adik iparnya itu, sempat tidak habis pikir dengan didikan yang Ibu mertuanya berikan kepada Kirana. Sampai-sampai melihat orang yang lihai memasak, di katakan cocok sebagai pembantu.Lima menit kemudian, semua masakan telah terhidang rapi di meja makan. Wanita yang memiliki iris mata coklat itu langsung memanggil Ibu mertuanya dan juga adik iparnya.Terlihat Bu Dinar dan juga Kiran sedang duduk santai di sebuah kursi yang ada di taman belakang.“Bu, makanannya sudah siap.” ujar Fitri.“Lama banget sih! Kamu tau gak, kita itu sudah kelaparan dari tadi!” ketus Kirana.Dengan angkuhnya Kiran berjalan sambil mendorong tubuh Fitri, Fitri yang tidak siap mendapatkan dorongan dari Kiran, langsung terjatuh ke tanah.Bukannya minta maaf dan membantu, namun justru Kiran dan Bu Dinar malah menertawakan Fitri.“Yah, cuma segitu doang sudah jatuh. Letoy banget sih, jadi orang!” hina Kiran.Dosa apa yang Fitri buat, sehingga harus mendapatkan Merua dan adik ipar seperti mereka.Tanpa memedulikan Fitri yang sedang merintih kesakitan, Kiran terus saja berjalan sambil tertawa.Gadis baru menginjak umur 20 tahun itu merasa puas, sudah memberi pelajaran kepada kakak iparnya.Ternyat
“Astagfirullah, Ya Allah.” Fitri terus saja beristigfar untuk s’lalu menguatkan hatinya.Kirana yang baru saja mengantarkan Dokter Fida, menghampiri sang Ibu yang sedang menatap bingung ke arah meja makan yang masih berserakan.“Bu, Ibu kenapa?”“Ini Loh, siapa yang akan merapikan ini semua?” ujar Bu Dinar sambil menunjuk ke arah piring-piring kotor yang masih belum di bereskan.“Ibu enggak lagi menyuruh aku kan?”“Terus...kalau bukan kita yang membereskan ini, siapa lagi?”Kiran menatap malas ke semua piring-piring kotor itu, alasan Kiran tidak mau mencuci piring karena, dia takut jika tangannya akan berubah menjadi kasar, apalagi kemarin sore ia baru saja melakukan manikur.“Ya... Tunggu Mbak Fitri saja, yang bereskan? Pokoknya aku enggak mau titik!” tolak Kiran. Wanita yang s’lalu memakai pakaian yang kurang bahan itu pergi meninggalkan Bu Dinar yang sedang kebingungan.**Di luar kota, tiba-tiba saja hati Angga merasa tidak enak. Tidak seperti biasanya, Angga s’lalu teringat den
Kirana!” ucap seseorang dengan suara baritonnya.Kirana yang mengenali suara itu langsung menengok dan terkejut, ia melepaskan tangannya yang menjambak rambut Fitri.“Ma-mas Angga.” Ucap Kiran yang tergagap dan juga ketakutan.Angga berjalan cepat menghampiri Fitri yang sedang terduduk karena di hempaskan oleh Kiran.“Jadi seperti ini sikapmu yang sebenarnya terhadap kakak iparmu, Kiran!” Suara Angga menggelegar mengisi seluruh ruangan.Ada kilatan amarah yang terpancar di wajah tampannya, rahangnya yang mengeras dan lengannya terkepal kuat.Fitri yang mengetahui jika sang suami sedang berada di puncak emosinya, ia berusaha untuk mengalahkan perhatiannya, agar sang suami bisa tersadar dan tidak hilang kendali.“Ma—mas, kamu pasti capek kan? Kita ke kamar yuk, kita istirahat atau... Mas mau aku buatkan kopi?” bujuk Fitri yang berusaha untuk menghalau Angga.“Diam, Fit!” sentak Angga yang membuat Fitri terlonjak, “ Kiran, jawab pertanyaan, Mas!” tambahnya.“Ma—mas, aku bisa jelasin. Sem
“Untuk apa?” Tanya Bu Dinar yang memotong ucapan Fitri.“Bu... Kenapa enggak ketuk pintu dulu kalau mau masuk ke kamar Angga.” Ucap Angga yang kesal karena Bu Dinar sudah masuk tanpa mengetuk pintu.Wanita yang sekitaran umur 50 tahunan itu tidak terima dengan ucapan Angga.“Terserah Ibu dong! rumah-rumah Ibu, Jadi Ibu bebas keluar masuk kapan saja yang Ibu mau.” Ketus Bu Dinar.“Iya, mungkin dulu Ibu masih bebas keluar masuk. Tapi sekarang sudah beda Bu, Angga sudah punya istri.” Tegas Angga yang berusaha untuk menjelaskan kepada ibunya, bahwa sekarang ini ia sudah memiliki keluarga kecil dan memiliki privasi sendiri.“Lalu, kenapa kalau kamu sudah punya istri? Ibu tidak berhak untuk menemui anak Ibu sendiri, gitu!” ucap Bu Dinar, sedangkan Fitri ia hanya diam mematung tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Dan kamu,” tunjuk Bu Dinar dengan tatapan tidak suka, “sudah bicara apa kamu sama anak saya? sehingga dia berani melarang ibunya untuk menemuinya.” Sambungnya dengan menuduh Fitri y
“Bu, Kiran punya ide.” Usulnya dan membisikkan sesuatu di telinga Bu Dinar.**Pukul 05.00 pagi, Wanita yang memiliki wajah sayu itu sudah terbangun lebih dulu, ia segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Fitri langsung membangunkan suaminya, karena mereka akan bersiap-siap untuk pindah saja.“Mas, bangun kita sholat subuh.” Ucap Fitri sambil mengusap pipi suaminya dengan lembut.Angga langsung menggeliat, setelah mendapatkan sentuhan dari tangan dingin Fitri yang baru saja selesai mandi.“Jam berapa, Sayang?” tanya Angga sembari mengucek matanya.“Sudah jam 05:00, Mas. Ayo bangun, nanti kita kesiangan loh sholatnya.” Jawab Fitri yang hendak mengeringkan rambut dengan hairdrayr.“Ya sudah, Mas mandi dulu ya?” pamit Angga yang terbangun dari tempat tidurnya.10 menit kemudian, Angga sudah selesai membersihkan dirinya. Pria tampan itu menatap bingung ke arah istrinya yang masih berkutat dengan alat pengering rambut.“Ad
“Astaga Ibu...” Pekik Kiran yang melihat kamar ibunya seperti kapal pecah.Gadis cantik itu menghampiri Bu Dinar yang sedang menangis di tengah-tengah pecahan kaca yang berserakan, dengan hati-hati Kiran melangkah karena jika ia salah menginjak, maka kakinya yang akan menjadi korban pecahan kaca tersebut.“Bu, apa yang telah terjadi?” Bu Dinar hanya bergeming, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu, karena amarah yang ada dalam dirinya masih belum padam.“Bu, Ibu kenapa?” Tanya Karin lagi.“Pergi kamu dari sini!” bukannya jawaban yang Kiran dapatkan, melainkan hanya sebuah bentakan yang ia dapatkan.Kiran yang terkejut langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan kakinya pun menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Auh!” pekik Kiran.Setelah mendengar pekikan dari Kiran, Bu Dinar langsung tersadar dan seketika menengok ke arah Kiran yang tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang berlumuran darah.“Astaga Kiran!” teriak Bu Dinar yang menggema.Angga
“Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.**Setelah berada di dalam ruangan, terlihat Kiran yang tengah tertidur lelap. Bu Dinar yang melihat putrinya terbaring lemah di atas brankar menjadi merasa bersalah.“Kiran, Sayang. Bangun Nak!” Ucap Bu Dinar, “Kiran jangan tinggalin Ibu.” Sambungnya dengan berlinang air mata.“Bu, biarkan Kiran istirahat dulu. Lebih baik kita keluar dulu yuk! Nanti kalau sudah siuman baru kita ke sini lagi.” Usul Fitri.“Diam kamu! Siapa kamu yang berani menyuruh-nyuruh saya!” Bentak Bu Dinar.Wanita cantik itu terkejut, niat baiknya malah di salah artikan oleh Bu Dinar. Fitri berucap begitu bukan tanpa alasan, wanita cantik itu hanya tidak mau mengganggu Kiran dengan suara keras dari Ibu mertuanya, karena kondisi Kiran belum sadarkan diri.“Bu, yang di ucapkan oleh Fitri itu ada benarnya juga loh. Kasihan Kiran dia butuh istirahat.” Jawab Angga yang membela istrinya.“Angga! Apa kamu tidak bosan membela istrimu yang tidak berguna itu, jangan terus m
“Sayang, maafin Mas ya? Gara-gara Mas, kamu jadi sakit. Ini makan dulu buburnya.” ujar Mas Angga yang terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya.Fitri begitu sangat beruntung, telah menjadi bagian hidup dari Angga namun, keberuntungannya itu pupus setelah mendapatkan mertua dan adik ipar yang sangat jahat.“Gapapa Mas, kepalaku cuma sedikit pusing saja. Oh ya, Mas kok, tau aku ada di sini?” tanya Fitri yang melihat ke arah wajah suaminya.“Awalnya Mas tidak tau, Mas mencari kamu ke mana-mana tapi enggak ketemu juga, terus ada Dokter Fauzan yang memberi tahu Mas, kalau kamu itu pingsan di depan ruang IGD, ya udah deh Mas langsung ke sini.” jelas Angga sambil membuka kantong plastik yang berisi bubur.Mendengar penjelasan dari suaminya, tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Dokter Fauzan.“Apa benar ia sudah membatalkan perjodohan itu? dan dia berani menentang ke dua orang tuanya hanya demi aku.” batin Fitri yang bertanya-tanya tentang kebenaran itu.“Hey! Kok malah bengong, masih pusing?