Share

-HAH? DINNER!-

"Pa, aku pulang," ujarnya

Kejadian di hari ini begitu sangat mengjengkelkan bagi Livia. Kekesalan yang meluap itu seakan membuat seluruh tubuhnya kepanasan.

(HAH!?) Kini yang hanya dia lakukan, adalah mendesah memberikan helaan nafas berat, mengingat segala yang telah dia lalui.

"Ayo! Para wartawan udah pada nunggu kamu," jawab Rama yang melihat Livia kembali.

Belum juga sempat untuk merebahkan badannya di ranjang terempuk, dia sudah melihat beberapa orang menyiapkan baju ganti untuknya. Di lanjut dengan perintah yang Rama berikan. Livia yakin sesi potret kali ini akan lama, di tambah lagi para wartawan sudah berjajar rapi untuk mewawancarainya.

"Gue cape ... " gumamnya mengikuti gerakan melangkah.

Setelah berganti pakaian, dia dilanjutkan dengan harusnya merapihkan wajah. Ya, walaupun dia hanya duduk diam, tapi semua itu membuat hidup Livia menjadi sangat membosankan. Kegiatan sehari-harinya hanya seperti ini, duduk diam untuk ditata rias, memberikan gaya yang  bagus untuk di tangkap di camera, juga mengganti beberapa bajunya dalam satu hari.

"Tidak menyenangkan bukan?" gumam Livia.

Dia benar-benar tidak dapat merasakan indahnya menjadi anak Remaja, bermain bersama tema-temannya, dan menghabiskan waktu luang bersama.

*

"Oke, jadi bagaimana komentar Pa Rama, melihat putri anda sudah sukses di usia yang dini ini?" tanya salah satu wawancara.

"Saya sangat bangga terhadapnya, jujur saja, awalnya saya khawatir karena harus mendidiknya secara individu. Namun, jika diliat dari hasilnya, sepertinya saya bisa," jawab Rama

Sesi wawancara itu menjadi perbincangan terakhir. Sedari tadi, Livia hanya menampakan wajahnya tersenyum dan diam melihat ke arah camera berada.  Rahangnya saja terasa menjadi kaku, akibat terlalu banyak tersenyum. Setelah Livia di perbolehkan untuk istirahat, dia mulai meningglkan orang-orang penting itu, berniat untuk merebahkan badannya. 

"Ah, akhirnya gue bisa rebahan juga ... " gumam Livia yang mulai bermonolog sendirian, membaringkan badannya dengan nyaman.

" ... Capeeeee, sampe malem gini. Ma, aku kangen, Mama. Kaka juga, kalo ada kalian pasti hidup Livia bakal lebih bahagia kan?"

Di samping itu, saat Livia tengah membaringkan badannya, dan terus beradu argumentasi dengan dirinya sendiri. Dia mendengar beberapa kali suara yang berasal dari jendela kamarnya.

(TOK ... TOK ... TOK ....)

"Apaan tuh?" tanya Livia kaget mendengar itu, 'Mana ada yang berani deketin kamar gue!' pikirnya.

Tidak biasanya ada suara-suara aneh yang menyelimuti ruang tidurnya. dia akhirnya lagi-lagi mulai memberanikan diri, untuk melihat apa yang ada di balik jendelanya. Dia membuka gordeng yang menutupi jendela itu, terlihat seorang lelaki yang sedang sembunyi di balik sesemakan, sambil melempari jendela Livia dengan batu kerikil.

"AWW," Livia menjerit kesakitan, batu itu kini tepat mendarat pada keningnya.

Sangat terkejutlah Livia, ketika melihat siapa dalang di balik semua itu. Seumur-umur belum ada yang berani menerobos masuk ke dalam rumahnya tanpa izin. Apalagi mereka tau tentang keluarga Livia yang sesekali sering masuk ke dalam televisi, juga tentang sikap Rama yang begitu tegas terhadap Livia.

"Lo? ... " tunjuk Livia mulai menyergit, kesal juga bingung, menyatu begitu saja. Melihat lelaki itu yang tiba-tiba berada di hadapannya kembali.

" ... Rafael?!" tekan Livia.

Melihat raut wajah Livia, lagi dan lagi membuat Rafael senang. Dia mulai terkekeh keluar dari semak-semak yang sempat dia diami.

"Hai," ujarnya

"Lo ngapain disini?" tanya Livia bingung.

Sungguh, dia tidak habis pikir dengan prilaku Rafael yang seenak jidat melakukan hal yang dia inginkan. Walaupun di sekolah dia terkenal cowo Badboy, Dingin atau apalah. Tapi mengapa tidak mempan untuk Livia. Alih-alih dia melihat Rafael dengan prilaku itu, prilaku Rafael malah berbanding terbalik saat berada di hadapannya.

"Gue? Ngapel lah, gue kangen sama calon pacar gue," jawab Rafael santai.

Livia bergumam kesal, dia memegangi kepalanya, pusing melihat kelakuan Rafael yang tak habis akal, "Bodoh banget, kenapa ngelakuin hal bodoh? ... Cape gue,"

Rafael yang mendengar itu mulai tersenyum, berpura-pura untuk tidak mendengarnya.

"Kenapa?" tanya Rafael

"Enggak. Lo udah gila ya? Berobat sana!" kesal sekali rasanya di libatkan dengan orang seperti Rafael, hatinya menjerit jengkel.

"Nggak ko," Rafael menjawab dengan santainya, memandangi wajah Livia.

Entah sudah berapa kali Livia mendesahkan nafas prustasi.

"Pulang! Kalo bokap gue tau bisa gawat" titah Livia.

"Gapapa, gue temuin aja. Gue mau minta restu!"

Lagi-lagi Rafael membuat semua percakapan itu menjadi hal yang aneh bagi Livia. Dia tidak ingin, jika Rama sampai melihat Rafael, bisa gawat jika itu terjadi. Bisa-bisa Rama membuat Rafael dalam bahaya. Menurut Rama, orang-orang yang mengganggu kehidupan Livia itu adalah orang yang mengganggu masa depan anaknya.

"Oke-oke, lo balik aja ya. Papa gue galak, kaya anjing tetangga," Livia mulai panas dingin menyuruh Rafael untuk pulang.

'Plis, kalo ayah tau bahaya banget, gue gamau ada masalah baru' pikir dalam benaknya.

"Ngga!" tolak Rafael.

"Aduh batu banget si lo?"

Keras kepala sekali Rafael, dia terus terusan berada di samping Livia yang terhalang jendela. Kini akhirnya mulai terdengar suara Rama yang memanggil Livia.

"Sayang," panggilnya mulai mengetuk pintu.

Livia dikaget, dengan gemaan pintu kamar  yang diketuk itu. Bagaimana? Lelaki ini benar-benar keras kepala, membuatnya pusing tujuh keliling.

"Iya Pa, sebentar!" teriak Livia dari bilik kamarnya.

"Balik ya, plis balik!" Livia yang bingung hanya bisa membujuk Rafael agar dia pulang, susah. Memang iya, namun Livia terus berusaha sampai akhirnya Rafael bisa menuruti kemauannya.

Lega rasanya ketika Rafael pergi dari hadapannya, nafasnya kembali normal, juga denyut nadinya. Semua itu sempat melonjak, karena takutnya jika Rama menemukan lelaki di luar kamar Livia.

"Masuk, Pa!" Livia kembali berteriak.

"Ko lama sih liv?" ujar Rama.

"Iya, tadi lagi bukain jendela Pa," jawab Livia tersenyum.

"Emm, kenapa buka-buka jendela? Ini kan udah malem, mending kamu tidur. Jangan buka jendela, nanti masuk angin loh," papar Rama

Rama terlihat memperhatikan gelagat Livia  malah ini, 'Aneh, kadang anak ini berusaha nutupin sesuatu dari aku?' pikir Rama.

"Gapapa, Pa. Aku cuman lagi liatin bulan bintang. Malam ini indah banget," elaknya sambil menatap langit-langit yang terang.

'Papa ga boleh curiga, Papa ga boleh bikin orang menderita. Papa itu orang baik,' pikir Livia bergumam.

"Pah, aku sayang Papa, loh!" ujar Livia tersenyum kembali.

"Papa, juga sayang kamu ko," jawab Rama.

Livia mulai memberikan tanda ingin berpelukan, memeluk keberadaan sang Ayah yang jarang sekali untuk bersikap lembut. Rama membalas pelukan Livia, dia tersenyum senang melihat putrinya yang tumbuh dewasa.

"Udah malem, kamu makan dulu yah. Terus istirahat," ujar Rama.

"Iya Pa, Papa juga istirahat ya," balas Livia tersenyum kembali.

"Sweet dream, sayang."

Kecup Rama menyentuh kening kecil Livia, dan setelahnya meninggalkan Livia sendirian.  Malam itu, malam yang sangat panjang bagi Livia. Kekesalan, rasa khawatir juga ketenangan, semua itu dia rasakan dalam satu hari ini.

*

Cahaya Bulan kini telah berganti menjadi terangnya sinar Matahari, lagi-lagi mimpi yang bertahun-tahun muncul itu, membangunkan Livia yang terlelap. Mimpi itu seakan telah menjadi sebuah Alarm bagi dirinya.

"Pa, aku pergi dulu," pamit Livia seperti biasa, dengan memberikan kecupan pada punggung tangan Rama.

Livia mulai berjalan menuju sekolahnya, jarak tempuh dari rumah menuju sekolah memang lumayan jauh, namun dia memutuskan untuk menaiki bus, di bandingkan harus di antar jemput oleh supirnya.

Setelah sampai di gerbang sekolahnya, dia terus berjalan tanpa memperhatikan kebisingan yang selalu ia dapati, tak heran bukan? Jika sekolah selalu di hiasi suara Teriakan anak-anak murid.

"Livia!" teriakan yang satu ini terdengar berbeda, untuk pertama kalinya ada seseorang yang berteriak memanggilnya. Membuat Livia mulai membalik badannya.

"Tepatin janjinya! Malam ini kita dinner kan?" Celetuk Rafael.

*******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status