Tania merasa ketakutan saat lelaki tua itu menatapnya dengan tajam. Bahkan kini dia melangkah semakin dekat ke arahnya. Tania semakin meringsut dan Hanif pun dengan sigap melindungi istrinya. Tetapi setakut-takutnya Tania, ia tetap akan melawan. Dalam diamnya dan dalam penjagaan sang suami, Tania mengumpulkan kekuatan untuk melawan, ia fokuskan pikirannya untuk melakukan apa kalau sampai lelaki itu mau menyakitinya.Jujur saja, suami Yu Parni tidak biasanya seperti ini, ia sangat mengenal keluarga itu dan menilai keluarga yang baik, tapi semua asumsi itu telah dipatahkan saat mendengar lelaki tua tersebut mencaci maki kakaknya, walaupun ia tak tahu apa permasalahan sesungguhnya, tetapi ia merasa sakit hati kalau kakaknya dimaki-maki."Terakhir bertemu kamu tidak secantik ini," ucap suami Yu Parni. Kini ia mendekat dan mencoba menyentuh Tania. Saat tangannya hendak menggapai, dengan cepat Hanif mencengkeram dengan tatapan melotot.Ia tidak suka istrinya disentuh lelaki manapun kecuali
"Tangkap dia, Pak. Dia yang sudah menipu saya," ucap lelaki itu sambil menunjuk ke arah Zaki. Sedangkan Zaki sendiri terlihat pucat pasi atas kedatangan polisi tersebut apalagi ucapan yang dilontarkan lelaki itu.Selama hidupnya belum pernah ia berurusan dengan polisi. Dia merasa takut apalagi ia hanyalah kaum bawah dan nol akan pengetahuan. Ia takut dipenjara dan meninggalkan anak istrinya dengan segala kekurangan yang ada."Menipu apa maksudnya, pak?" tanya Zaki dengan tubuh gemetar. Jujur saja ia merasa takut, sedangkan Tania dan Hanif mencoba mendekat."Ini hanya kesalahpahaman, Pak. Kakak saya ini tidak pernah menipu siapapun," jawab Tania mencoba memberi tahu. "Kamu tidak tahu, dia sudah membawa uangku," jawabnya."Ada bukti?" tanya Tania mencoba tenang. "Suruh tanya sama istrinya, dia yang menerima uang itu."Tania pun masuk ke dalam dan mencari kakak iparnya, ia pun juga meminjam ponsel kakaknya lali keluar menemui Bapak polisi dan lelaki tua tersebut."Saya tanya sekali lag
Hatinya mendadak tak karuan, kalau benar Tania adalah adik Beni, maka asumsinya pada Tania kalau wanita itu wanita baik adalah salah besar."Dia tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku tidak mengenalnya, aku hanya tahu saja dan menganggap dia adalah adikku," jawab Beni. Ia tidak suka membahas Tania dengan Murni, ada sesuatu yang membuatnya teringat dengan masa lalu. Nyeri, itulah yang ia rasa. Mendadak hatinya sakit ketika mengingat hal dulu, hal yang membuatnya jadi seperti ini, menjadi lelaki kejam.Murni tidak puas dengan jawaban Beni. Kini ia melangkah pergi, ia akan menemui Tania di kediaman mertuanya.Ia sudah tahu kalau Tania tidak tinggal di rumahnya yang dulu, ia juga mendengar perihal teror yang terjadi karena gosip itu secepat kilat menyebar.Sedangkan Beni yang melihat istrinya pergi hanya diam saja dan tak menaruh curiga apapun. Tetapi ia menyuruh anak buahnya untuk mengikuti kemana perginya istrinya tersebut.***"Lagi keluar sama Hanif, bentar lagi juga pulang. Ada apa
Beni yang mendengar istrinya berada di rumah Tania langsung datang menyusul. Ia benar-benar marah terhadap Murni. Ia berjanji akan menyiksa Murni lebih kejam lagi setelah ini, ia tidak akan memberikan ampun pada perempuan itu. "Sebelum berbicara itu dipikir, memangnya aku tidak tahu siapa Tania, aku memilihkannya untuk menjadi menantuku itu tidak asal pilih, aku sudah tahu Tania sejak dia masih bayi. Kamu bisa saja meracuni otak Hanif tetapi tidak denganku," ucap ibunya Hanif. Saat ini dia benar-benar marah, baru saja hubungan anaknya dengan menantunya membaik kini datang lagi wanita tak tahu diri.Wanita yang sudah meninggalkan anaknya dan kini datang untuk menghancurkan."Aku tidak tahu, ma-maaf," ucap Murni sangat gugup. Saat ini ia benar-benar takut, tuduhan yang telah ia lontarkan pada Tania ternyata salah besar.Ia merutuki kebodohannya karena telah mempercayai ucapan ibunya. Harusnya ia tidak gegabah seperti ini, harusnya tadi ia menahan diri untuk tidak menemui Tania."Aku ba
"Anak Ibu mengalami keguguran dan sekarang harus di kuret," ucap Dokter yang menangani Murni saat ini. Murni dibawa ke rumah sakit oleh bantuan tetangga yang kebetulan hari minggu berada di rumah.Sedangkan Beni, ibunya tidak tahu kemana perginya lelaki tersebut. Setelah puas menyiksa Murni, dia pun pergi begitu saja dan tanpa pamit."Lakukan yang terbaik buat anak saya, Dok," jawabnya.Dokter itu pun menganggu setelah itu dia pun pamit. Ibunya Murni terlihat sangat menyesal tak bisa berbuat apapun saat anaknya disiksa, untuk lapor polisi rasanya juga takut. Ia tak tahu rahasia mana yang telah Beni ketahui. Tetapi ia merasa takut kalau salah satu rahasia itu terungkap maka ia akan mendekam di penjara, ia tak mau hal itu terjadi.***Sudah beberapa hari ini sikap Tania berubah, ia lebih banyak diam dan tak merespon suaminya, bahkan kini ia terlihat cuek. Hari-harinya terlihat murung tak seceria biasanya. Ketika makan pun juga begitu, Tania yang biasa banyak berbicara kini lebih memili
Murni yang sedang kontrol ke rumah sakit tak sengaja bertemu dengan ibunya Hanif. Ia pun mendekat karena penasaran siapa yang dirawat. Tapi sebelum pertanyaan itu terlontar ia melihat Hanif keluar dari ruangan tersebut."Mas," panggil Murni. Sedangkan Hanif sendiri memalingkan muka dan enggan untuk menjawab."Siapa yang sakit?" tanya Murni lagi.Saat ini ia didampingi oleh adiknya, ibunya sedang berada di rumah, sejak kejadian waktu itu kondisi ibunya memang sedikit drop."Bukan urusanmu," ketus Hanif. Ia merasa karena wanita ini, ia dan Tania bertengkar. Bahkan beberapa waktu ini istrinya mendiamkannya."Tania? Kalau iya, aku ingin menemuinya. Boleh kan? Aku hanya ingin meminta maaf," ucap Murni.Hanif pun berpikir, istrinya sempat mengatakan ingin bertemu dengan Murni, apa saat ini waktu yang tepat untuk mempertemukannya?"Baiklah,"ucap Hanif.Ia pun mendampingi istrinya saat Murni masuk ke dalam, sedangkan sang adik, dia disuruh menunggu di luar bersama ibunya Hanif."Aku minta ma
Setelah beberapa hari Tania istirahat di rumah mertua, rencananya sore ini ia akan pulang ke rumahnya sendiri. Mencari informasi pada tetangga, rumah mereka bisa dikatakan aman karena tidak ada sesuatu yang mencurigakan.Walau bagaimanapun, tinggal di rumah sendiri jauh lebih nyaman daripada tinggal bersama mertua. Ya, bisa dibilang mertuanya sudah sangat baik terhadapnya dan menganggapnya seperti anak sendiri, tetapi ia tetap merasa nyaman tinggal di rumahnya sendiri."Rumah ini pasti sepi ketika kalian pulang," ucap sang Ibu. Ia pun tidak bisa menahan kepergian anak dan menantunya, ia tidak bisa egois. Anaknya sudah mempunyai kehidupan sendiri dan bisa dikatakan layak, bahkan tempat tinggal pun juga nyaman, bahkan lebih bagus rumah anaknya daripada rumahnya sendiri."Kami pasti akan sering menengok Ibu," jawab Tania lembut."Tapi rasanya tetap beda."Tania diam, bingung harus menjawab apa, mau tidak mau ia merasakan kalau Ibu mertuanya ini berat mengizinkannya pulang.Tetapi ia har
"Darimana kamu tahu?" tanya Hanif. Kini nada suaranya semakin melunak, ia bahkan tidak sempat curiga terhadap wanita paruh baya tersebut. "Tidak perlu kamu tahu darimana aku tahu, intinya yang meneror rumahmu waktu lalu adalah mertuaku.""Tidak ada bukti sama saja berbohong," sungut Hanif. Walaupun hatinya ragu, tetapi ia tidak bisa langsung mempercayai ucapan lelaki itu. Apalagi melihat Murni hanya diam saja, hal itu membuatnya bertanya, apa Murni juga tahu perihal ini."Terserah kalau tidak percaya."Setelah mengatakan itu, Beni pun pamit dan mengajak istrinya itu untuk pulang. Ternyata berlama-lama di rumah Hanif mampu membuatnya merasa kesal. Tak bisa dipungkiri, ia memang sangat membenci sosok Hanif karena dianggap sebagai penghalang balas dendamnya waktu lalu."Apa benar yang dikatakan Beni, Mas? Aku belum bisa mempercayainya, masa ibunya Mbak Murni sampai sejauh itu berbuat," ucap Tania. Sedangkan Hanif sendiri masih diam, ia mengatur nafasnya yang naik turun karena menahan a