Share

Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan
Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan
Penulis: Nadifrnsa

“Menikahi Selingkuhan”

Intan mengenakan kembali bajunya, satu persatu kancing baju dia pasang kembali. Lalu Intan bertanya, “Mas, kapan kamu mau menikahi aku? Aku gak mau hanya jadi bahan pemuas nafsu belaka,” ungkap Intan. Dia kembali menagih haknya setelah kami selesai menyalurkan hasrat di kos tempat Intan tinggal.

Intan adalah seorang wanita yang tidak memiliki suami namun memiliki seorang anak. Kala itu pertama kali bertemu dengannya di sebuah tempat pijat refleksi yang menyediakan layanan pijat ++. Kebetulan sekali Intan yang melayaniku.

Karena pelayanan Intan sangat memanjakan dan membuat hasratku terpenuhi, kami bertukar nomor W******p. Tubuh Intan tidak terlalu tinggi, tapi dia memiliki tubuh yang seksi, rambut panjang sepinggang, dan bagian tubuh lainnya yang membuat pria mana saja tergoda.

Sejak pertemuan pertama itu, sialnya aku jatuh cinta kepadanya, seolah ada getaran yang berbeda. Dengan posisiku sebagai kepala toko dealer dan wajah tampan, tentu tidak sulit bagiku untuk meniduri Intan.

Apakah aku single? Tidak, aku seorang pria beristri dengan seorang anak perempuan yang cantik persis seperti wajah ibunya. Nama istriku Naura, wanita cantik berkulit putih, hidung mancung, bibir tipis, sempurna. Dia tidak memiliki kekurangan apa pun, hanya sedikit kaku dan tidak bisa memanjakanku.

Dia terlalu sibuk dengan anak dan pekerjaannya. Pelayanannya juga tidak seperti dulu ketika awal kami menikah, tidak ada nuansa baru sama sekali, sangat berbeda dengan pelayanan yang Intan berikan, selalu ada fantasi baru setiap harinya.

Intan menatapku yang berdiam diri cukup lama, lalu dia bertanya, “Mas, kok malah melamun sih?”

“Oh, enggak kok.” Lamunanku buyar seketika saat tangan nakal Intan bermain di dada bidangku.

“Terus, gimana. Mas sudah berjanji akan menikahi Intan, cuma janji doang ya?” Intan merajuk, memajukan bibirnya, membuat dia terlihat semakin menggoda. Aku angkat bibir itu, lalu membekapnya dengan cepat.

“Iya, secepatnya mas akan menikahi kamu,” ucapku menenangkan.

“Janji ya mas?” Intan mengeluarkan jari kelingkingnya, aku segera menautkan jari kami, hitung-hitung membuat wanita ini senang.

*********

“Mas, tumben sekali kamu pulang cepat,” sambut Naura sambil mengambil tas dari tanganku. Naura menatapku dengan seksama lalu bertanya, “Mas sakit?”

Wanitaku itu memegang keningku setelah meletakkan tas kerjaku di meja.

“Memang harus sakit dulu baru boleh pulang cepat?” tanyaku balik.

“Tidak begitu, Naura siapkan teh hangat dulu,” ucapnya kemudian.

Selepas dari kos Intan, istri keduaku tadi aku memang malas kembali ke kantor. Benar, aku sudah menikahi Intan. Beberapa waktu lalu dia meminta untuk dinikahi, tanpa pikir panjang aku mengabulkan permintaannya.

Intan sudah tidak bekerja lagi, aku yang melarangnya. Sekarang, pelayanan Intan hanya milik diriku seorang. Aku segera masuk kamar dan berlalu masuk ke kamar mandi, penat sekali rasanya.

Selepas mandi aku mencari handuk yang biasa Naura sediakan di gantungan. Dan sekarang entah kenapa dia lupa menyiapkannya.

“Naura…” panggilku berulang kali memanggil namun baru saja dia terdengar mengetuk pintu kamar mandi.

“Iya mas?” jawabnya dari luar.

Aku membuka pintu kamar mandi sedikit, “Mana handuk?”

“Sebentar mas, aku ambil dulu,” balasnya dari luar. Sesaat tak ada suara lagi, sampai dia mengetuk kembali.

Aku membuka pintu kembali, kali ini membiarkan tubuh polosku dilihat olehnya. Tak ada ekspresi apa pun tergambar di wajah itu.

Dia menyerahkan handuk dengan wajah biasa, sangat berbeda sekali dengan Intan, pasti dia langsung… Ah, sepertinya Naura sudah tidak berhasrat lagi padaku, bukan salahku jika mencari pelampiasan yang lain.

Sembari melilit handuk ke tubuhku, lagi-lagi rajukan Intan terbayang-bayang di kepalaku.

“Mas… mas kan sudah janji. Aku gak mau tau bagaimanapun caranya aku mau serumah sama mas. Aku juga istrimu, mas!”

Rajukan Intan kali ini membuat kepalaku pusing kepalang. Pasalnya, beberapa waktu lalu dia meminta dinikahi dan aku sanggupi, tapi sekarang? Intan malah menuntut tinggal serumah. Bagaimana mungkin?

Selama ini aku memfasilitasi istri simpananku ini dengan fasilitas yang lengkap. Tidak aku bedakan dengan Naura. Bahkan Intan juga aku beri mobil, walaupun mobil bekas, tapi masih sangat bagus dan tentu saja layak dipakai.

Semua kebutuhan Intan sudah aku penuhi, uang untuk perawatan ke salon, uang belanja, dan kebutuhan lainnya. Begitu juga saat dia memintaku untuk menikahinya, aku juga penuhi. Kami akhirnya menikah meski secara siri. Sekarang tuntutannya bertambah, ingin tinggal serumah denganku.

“Iya sayang, nanti kita cari cara agar Naura tidak curiga,” jawabku.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, mengingat Intan membuat aku teringat tentang permintaan gilanya itu. Walau begitu, aku harus segera mencari cara agar bisa mewujudkan keinginan Intan. Jika tidak begitu, dapat dipastikan jatah ranjangku akan terancam.

Setelah berpakaian, aku bergegas menuju ruang tengah, menghampiri Naura yang tengah menonton acara televisi.

Naura melihat aku sekilas, sepertinya dia sadar ada yang ingin kusampaikan.

“Ada apa?” tanya Naura santai, datar.

“Mas mau bicara,” ucapku padanya. Naura memfokuskan pandangannya kepadaku.

“Tentang apa?” tanyanya kemudian. Dia tidak menatapku seperti biasanya.

“Adik perempuan sahabatku, sedang mencari kerja. Dia menitipkan sementara kepadaku. Aku tidak bisa menolaknya.” Aku memulai rencanaku.

“Perempuan?” tanya Naura tanpa melirik.

“I..ya apa ada masalah?” tanyaku, dengan sedikit gugup.

Naura meletakkan remote televisi di atas meja dengan sangat keras. Lalu dia menatapku dengan pandangan yang cukup tajam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status