Share

Butuh Psikiater

Paginya, aku bangun dengan mata yang masih sembab. Setelahnya aku langsung mandi dan mengenakan pakaian yang bagus. Azka yang melihat itu tampak menghela napas berat. Ia mungkin berpikir aku akan kembali masuk kerja. 

"Azka, aku boleh ikut ke kantor?" tanyaku. 

"Jadi, kamu tidak mengindahkan apa yang kukatakan?" Azka kembali bertanya.

"Ijinkan aku pergi."

Azka menarik napas dan mengembuskannya pelan. Ia tampak sedang mengatur perasaan yang mungkin ingin marah. Namun, aku punya suatu rencana. 

"Baiklah. Terserah padamu."

Azka menggeser kursi dan beranjak pergi. Kuikuti langkahnya menuju mobil dan ikut masuk ke dalam mobil itu. Azka tampak kaget, tapi aku hanya diam meski tahu apa yang membuatnya begitu heran. 

Azka melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tidak ada percakapan diantara kami, hanya keheningan. Bahkan, suara AC saja bisa terdengar. Musik tidak pernah dinyalakan saat ada aku di dalam mobil, kar

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status