Share

Bab 2 – Meminjam Perkataan Dokter

Kepalanya masih terasa nyut-nyutan gegara obrolan barusan. Tak lama kemudian seorang pria gagah datang menghampirinya. Melihat wajahnya, siapapun bisa menebak jika dia adalah ayah Giskana.  Rupanya lelaki itu sampai lebih cepat dari rencana. Lelaki itu langsung memeluknya erat hingga membuat dada sang anak sesak.

Usai mendapatkan informasi rinci tentang anak semata wayangnya, pria bernama Raymond itu menyuruh Brody untuk memperispkan sesuatu. Ia memerintahkannya mempersiapkan bodyguard untuk pemeriksaan besok di rumah sakit. Sang kepala pelayan pun langsung paham dan pergi meninggalkan kamar. Ia menetap Brody penuh arti, kemudian langsung mengerti bahwa ayah dan anak itu ingin mengobrol berdua.

“Kakak lain kali jangan ngeyel nggak mau dikawal bodyguard sampai kabur segala. Kalau hal ini terjadi lagi, yang bakal papa hukum itu mereka, bukan kamu.”

Giskana menelan ludah kasar. Orang yang kini duduk di depannya ini terlihat penuh dengan kasih sayang namun juga sangat tegas. Kelemahannya pasti anak semata wayang yang selalu dimanja ini. Sungguh ayah yang malang, pikirnya. Orang yang badannya kekar seperti binaragawan ini bahkan memanggilnya “kakak”. Sepertinya ia berharap anaknya bisa menjadi mandiri dan bertanggung jawab.

“Maafkan Giskan ya Pa. Giskan janji nggak akan ngerepotin lagi mulai sekarang.”

Sang papa terperangah. Ia pikir anaknya akan merengek dan mengeluh seperti biasanya. Namun kali ini ia melihat mimik anaknya yang tenang dan entah mengapa kata-katanya terdengar dewasa. Bukannya senang, ia justru tambah khawatir. Apakah amnesia anaknya separah itu?

Keesokan harinya Giskan pergi ke rumah sakit dengan dikawal tiga orang bodyguard. Jumlah ini sudah dikurangi dari yang semula adalah sepuluh. Dengan kemampuan bernegosiasinya, ia berhasil meyakinkan papanya. Selain itu, mereka bertiga disuruh mengganti pakaian menjadi kasual agar tidak mencolok. Keadaan mereka berbeda dari film bodyguard yang identik dengan selalu berpakaian serba hitam, memakai jas, dan bersepatu pantofel. Anak itu bahkan mendandani pengawalnya dengan mengenakan sepatu kets.

Giskan langsung menjalani pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging) ketika sampai di rumah sakit. MRI adalah pemeriksaan organ tubuh yang dilakukan dengan menggunakan teknologi magnet dan gelombang radio. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan hasil gambar organ, tulang, dan jaringan di dalam tubuh secara rinci dan mendalam. Usai pemeriksaan, Giskan dan Raymond menemui dokter spesialis untuk membicarakan hasil tesnya.

“Dari hasil tes MRI, organ kepala pasien dalam kondisi baik-baik saja. Apakah ada gejala tidak mengenakkan di kepala?”

“Kadang kepala saya pusing tiba-tiba Dok.”

“Terus apa yang menjadi penyebab anak saya amnesia Dok?”

“Kemungkinan pasien mengidap amnesia sementara. Untuk selanjutnya, yang perlu dilakukan oleh pasien adalah melakukan terapi okupasi dan kognitif.”

Lebih lanjut, dokter menjelaskan jika terapi okupasi bisa jadi salah satu cara mengembalikan ingatan orang amnesia, sekaligus memudahkan pasien untuk mengingat peristiwa di masa depan.

Metode ini bisa membantu penderita mempelajari informasi baru atau mengajarkan strategi untuk mengatur informasi. Terapi okupasi juga akan membimbing pasien agar bisa berpikir dan mengingat seperti semula.

“Kemudian apa amnesia ini bisa merubah perilaku penderita Dok?” Raymond menyuarakan kegelisahannya.

“Hal seperti ini memang bisa terjadi, Pak. Maka dari itu kita bisa melakukan terapi kognitif seperti rehabilitasi memori dapat membantu meningkatkan fungsi memori. Terapi ini akan melibatkan beberapa strategi untuk mengingat informasi dan menggunakan alat bantu memori,” ujarnya.

Selajutnya ia menjelaskan bahwa terapi perilaku kognitif (CBT) merupakan metode yang fokus pada perubahan pola pikir, perilaku, dan perasaan penderita amnesia. Biasanya, jenis terapi ini diberikan pada pasien yang mengalami hilang ingatan ringan atau sedang. Raymond akhirnya bisa bernapas lega.

“Oh iya Dok, saya amnesia tapi ada satu nama orang yang terngiang-ngiang saat saya pingsan dua hari sampai sekarang. Apakah jika bersama orang itu saya bisa mengembalikan ingatan lebih cepat?”

“Tentu saja. Segala cara kita lakukan untuk membantu memulihkan ingatan pasien. Secara medis kita akan melakukan terapi. Di luar itu, pasien bisa lebih sering berinteraksi dengan orang-orang terdekat.”

Yes! Inilah satu-satunya tujuan ia datang ke rumah sakit. Giskan butuh pernyataan dari seseorang yang kredibel untuk memudahkan jalannya menuju Aslan. Maka saat berada di mobil dalam perjalanan pulang, ia membujuk papanya.

“Pa, Giskan boleh nggak kerja di perusahaannya Kak Aslan?”

Sontak, ayahnya pun kaget. “Kenapa tiba-tiba, Kak? Kondisimu kan belum pulih sepenuhnya.”

Padahal papanya memang sedang memikirkan cara bagaimana agar kedua anak ini bisa berinteraksi dengan akur. Siapa sangka sang anak akan mengajukan usul seperti ini? Papanya pun berpikir entah apakah tragedi ini musibah atau anugerah. Pasalnya anaknya yang baru lulus kuliah itu belum pernah mau bekerja. Ia bahkan enggan ketika disuruh sang papa untuk magang di perusahaan keluarga untuk menimba pengalaman terlebih dahulu. Selama ini Giskan hanya tahu menghamburkan uang, pergi ke club untuk berpesta, atau bermain dengan teman laki-laki.

Usai mengobrol dengan Brody kemarin, Giskan mengetahui gambaran besar bagaimana kelakuan anak tak tahu diri ini. Maka sebagai balas budi karena telah mendapatkan tubuh yang berharga ini, ia akan menjadi anak yang sedikit berbakti pada papanya. Walaupun tujuan utamanya adalah untuk mendekati Awan. Bukankah ini namanya sekali menyelam sekalian minum susu?

“Oke sekarang kita pergi ke rumah Fero. Papa bisa ngebujuk ayahnya tapi hal ini tetap menjadi keputusan Awan dia mau atau enggak. Kamu nggak boleh memaksanya, Kak.”

Awan mengangguk paham. Tapi ia tak berniat menuruti perkataan sang papa. Di kehidupan kali ini, ia akan melakukan segala cara untuk mendapatkan hati Awan. Jika di kehidupan-kehidupan sebelumnya ia tak berani menyatakan perasaan terhadap orang itu hingga harus merelakannya menikah dengan orang lain, kali ini ia harus mempertaruhkan segalanya.

Mereka tiba di kediaman Jayantaka bakda magrib. Awan sedang duduk menemani sang ayah yang sedang membaca koran. Fero pun menyambut kehadiran mereka begitu pula dengan anaknya. Hanya saja ia bahkan tidak tersenyum sedikit pun kepada Giskana.

“Kamu udah lama kan pengen lukisan ini Bang Fer? Ini aku kasih buat kamu. Walau lukisan ini nggak setimpal sama apa yang udah dilakukan Nak Awan untuk Giskan.”

“Kenapa ngomong kaya gitu Ray? Kita ini udah sahabatan sejak lama. Saling menolong itu wajib.”

Fero dengan senang hati menerima hadiah ini. Lukisan ini sudah lama ia incar sebagai pengoleksi lukisan langka. Setelah berbasa-basi, melalui kedipan mata Raymond memberi kode kepada Giskana untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.

“Terima kasih Kak. Tanpa lo mungkin gue nggak bakal ada di sini sekarang.”

“Hmm,” jawabnya singkat. Ekspresinya masih datar.

“Kalau gitu aku pamit dulu ya Om Ray. Masih ada yang perlu aku kerjakan. Silakan Om sama ayah mengobrol dulu.”

Awan pun kabur dari sana dan pergi ke lantai dua di mana kamarnya berada. Tentu saja Giskan tak akan membiarkannya begitu saja. Setelah orang itu hilang dari pandangan matanya, ia izin kepada Fero untuk menyusul anaknya ke kamar. Ia pun diizinkan.

“Kak Awan gue masuk ya,” ucapnya setelah mengetuk tiga kali pintu kamar Awan. Ia tak perduli meski si pemilik kamar bahkan belum memberinya izin masuk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status