Share

Bab 5 – Bunga Matahari untuk Awan

Awan mengernyitkan matanya saat menerima dua buket bunga. Ia pun menatap Giskana yang sedari tadi diam tak menjelaskan apapun. Anak itu malah mengeluarkan senyum paling menawan.

“Itu tadi pemilik tokonya lagi ulang tahun, Bos. Pembeli yang beruntung dapat bunga matahari.”

“Hmm kamu aja yang atur,” jawab Awan sambil menyerahkan buket bunga matahari itu.

Giskana pun dengan sigap mengambilnya. Kemudian menaruhnya di vas yang sudah diberikan air. Bunga berwarna kuning cerah itu seketika mengubah aura ruangan itu terutama meja kerja Awan. Ada nuansa ceria dan semangat di sana.

Tak lama kemudian seorang perempuan masuk tanpa mengetuk atau mengucap salam terlebih dahulu. Awan pun menatap asisten pribadinya sekilas, memberinya kode untuk segera keluar. Usai menghela napas pelan, sang asisten pribadi pun keluar ruangan.

Tak ada kerjaan lagi, Giskana pergi ke kantin untuk membeli jus alpukat. Ia juga membeli cappuccino untuk Maya.

“Nona, memang perempu—eh maksudnya pacar bos sering ke sini ya?”

“Sering, paling jarang ya dua minggu sekali. Kenapa? Bukannya senang? Asisten sebelum-sebelumnya senang kalau Nona Rosa ke sini soalnya si bos jadi lebih longgar sama karyawan.”

“Oh iya? Mereka udah lama ya pacaran?”

“Nggak tahu kapan mereka jadian. Tapi Nona Rosa sering ke sini sejak dua tahun lalu.”

Sesuai dengan riset mini Giskana, mereka berpacaran sudah dua tahun. Sementara Maya sudah bekerja di sini empat tahun. Memang keputusan tepat mendekati perempuan 35 tahun ini.

“Lipstik Nona Maya bagus juga. Warna apa itu?”

Mendengar pujian ini, Maya cukup antusias. “Ini namanya warna nude.”

“Bagus di Nona, warnanya cocok. Kalem.”

“Oh iya? Terima kasih,” ucapnya sambil membuka bedak twoway cake yang di dalamnya ada kaca kecil. Ia memperhatikan bibirnya.

“Tapi menurut aku kulit Nona juga cocok pakai warna merah marun yang nggak terlalu ngejreng kaya merah darah. Apalagi kalau untuk selfie. Kalau warna nude kan kurang kelihatan di kamera.”

“Aha! Kamu bener juga. Besok aku coba pakai lipstick warna merah.”

Begitulah cara memuji ala Giskana. Ia tak pernah sembarangan memuji. Saat mengobrol dengan Maya, sebenarnya dirinya sedang berpikir akan bersikap seperti apa terhadap Rosaline. Jelas ia ingin memisahkannya dari Awan. Keasikan mengobrol, Awan dan Rosa keluar dari ruangan. Ia menyuruhnya dan Maya pulang.

Sore ini sudah pukul lima lewat empat puluh lima menit. Lima belas menit lagi pukul enam, waktu di mana seluruh karyawan dalam perjalanan pulang. Setidaknya mereka berdua mendapatkan keringanan lima belas menit. Namun hal ini sudah menjadi kemewahan bagi para pekerja. Apalagi di kota metropolitan ini, jam pulang kerja sangat macet.

“Mereka pasti mau makan malam bareng,” bisik Maya.

“Hmm. Senang ya bisa punya pacar bos. Biasanya mereka makan di mana, Nona?”

“Yah, wanita zaman sekarang emang kudu realistis. Mencari pasangan yang selevel. Mereka biasanya makan di restoran X. Dengar-dengar kalau mau makan di situ harus reservasi dulu minimal seminggu sebelumnya. Daftar antrenya panjang.”

Giskana hanya manggut-manggut saja meski tidak setuju jika Rosa berada pada satu level dengan Awan. Menurutnya Rosa berada jauh di bawahnya. Rosa memang cantik dan badannya bagus karena dia model. Tapi dia yang seusia denganmya itu saat ini hanya seorang model yang sedang naik daun. Tapi hanya itu saja. Kariernya belum menginjak karpet internasional. Untuk bisa bersanding dengan Awan, ia harus lebih dari itu.

Tak langsung pulang, Giskana membuntuti orang yang tengah asik berpacaran itu. Karena dirinya merupakan member VVIP, ia bisa bebas memilih hari bahkan datang saat hari itu juga. Ia juga yakin Awan merupakan member VVIP di sini. Restoran ini memang luar biasa. Tak hanya dekorasinya yang mewah, menu makanannya pun sangat lezat dan bahan-bahannya bermutu tinggi. Tak hanya para pejabat, pengusaha bahkan para artis sering memilih restoran yang menyajikan menu khas Perancis ini.

Gadis itu sengaja memilih ruangan tepat di sebelah bosnya makan malam. Di luar ia sudah menempatkan tiga bodyguard-nya untuk mengawasi keadaan sekitar. Maka saat Rosa keluar ruangan, Giskana mengikutinya. Dari belakang ia sengaja menabraknya. Wanita itu pun marah tapi setelah melihat bahwa orang yang menabraknya itu adalah asisten pribadi kekasihnya, ekspresinya menjadi rumit.

“Maafkan aku Nona. Apa kau terluka? Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit jika perlu.”

“A-ah, tidak apa-apa. Lain kali hati-hati.”

“Lo asisten pribadi Awan kan?”

“Iya. Tolong jangan bilang bos ya kalau gue nabrak pacarnya. Gue takut dipecat.”

“Ha ha ha. Santai saja.”

Setelah itu, Rosa undur diri. Ia hendak mengambil sesuatu di mobil. Tanpa ia sadari, Giskana telah mengambil gelangnya. Kemudian ia berjalan membuntutinya hingga ke tempat parkir. Lantas ia memanggil wanita itu. Secara alami ia berkata jika baru sadar jika gelang Rosa jatuh sehingga dia mengambilnya.

Usai basa-basi yang sebenarnya basi, Giskana berhasil membuat Rosa tak menolak saat ia memakaikan gelang itu di tangannya. Setelah itu seseorang memanggil namanya dengan nada penuh tekanan. Saat menoleh ke belakang, ternyata itu Awan. Giskanan yang dipanggil seperti itu pun menelan ludah perlahan.

Rosa yang telah mengambil ponselnya yang ketinggalan pun bingung kenapa kekasihnya itu menyusulnya sampai ke tempat parkir.

“Jangan kira gue nggak ngawasin lo. Ini hari pertama lo kerja tapi niat busuk lo udah kelihatan,” tukas lelaki berpawakan 190 sentimeter itu.

Orang yang lebih pendek 20 sentimeter itu pun agak mendongak ke atas. “Apa maksud Bos? Saya cuma mengembalikan gelang Nona Rosa yang terjatuh.”

“Jangan kira gue nggak bisa baca trik murahan lo. Gue bisa aja langsung pecat lo saat ini juga. Tapi permainan jadi nggak asik. Kita lihat aja sampai kapan lo betah kerja di sini,” tatapnya setajam elang.

“Bos nggak lupa kan kalau gue udah tanda tangan kontrak magang selema enam bulan?”

“Siapa yang tahu, mungkin dalam beberapa hari lagi lo bakal merengek mohon-mohon sambil merangkak ke bokap lo buat ngurus surat cabut dari perusahaan gue (?).”

Awan mengeluarkan smirk-nya. Ia gontay beberapa saat namun setelahnya Giskana malah senyum-senyum menatap lawan bicaranya. Membuat Awan sedikit bingung. Biasanya saat sedang bicara berdua seperti ini, ia bahkan tak akan berani menatapnya. Namun sekarang gadis bermata biru laut itu malah menatapnya dengan tatapan yang sukar ia maknai.

Tak mau ambil pusing, Awan segera menuju ke mobilnya dan mengambil sebuah kotak persegi berwarna merah. Kemudian masuk kembali ke restoran. Alasan dirinya ke sini memang untuk mengambil kado untuk Rosa. Saat melihat benda pipih itu, tangan Giskana mengepal.

Biar saja Awan salah paham padanya, mengira bahwa tujuannya masuk ke perusahaan adalah untuk mengacaukan hubungan asmaranya lagi. Dahulu ia memang selalu melakukan banyak hal tidak masuk akal untuk membuat hidup Awan kacau. Toh lebih baik begini karena jika lelaki itu mengetahui hal yang sebenarnya, ia langsung akan di-cut off.

Kali ini akan berbeda karena nampaknya Awan sangat percaya diri jika Giskana tak akan bisa memisahkannya dengan kekasihnya. Hal ini pun membangkitkan jiwa kompetisi gadis itu. Namun sekilas ia berpikir bukankah akan lebih mudah jika dirinya membunuh Rosa saja?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status