Share

Mengejar Cinta Bos Dingin
Mengejar Cinta Bos Dingin
Penulis: Mooty Moo

Bab 1 – Terbangun di Tubuh Orang Lain

Aroma harum menusuk hidungnya. Gadis yang tangannya diinfus itu mengerjapkan mata. Namun yang ia lihat adalah ruangan asing. Badannya susah bergerak. Akhirnya ia hanya bisa mengandalkan matanya untuk mengamati sekitar.

“Nona Muda?!”

Seorang maid yang membawa baskom berisi air dan handuk kecil terkejut. Ia meletakkan dua benda itu di atas nakas dan segera berlari keluar. Wanita itu hendak mengabari kepala pelayan. Sedangkan Giskana akhirnya bisa menggerakkan tangannya. Ia mengangkat tangannya dan melihat ada tato bunga anggrek kecil di lengan kirinya.

“Apa gue reinkarnasi lagi?”

Ia agak bingung karena pada reinkarnasi ketujuh ini ia ternyata beregresi ke dunia lain. Ia tidak terlahir kembali sebagai ayi melainkan masuk ke dalam tubuh orang dewasa. Namun demikian ia bersyukur karena kali ini dirinya masuk ke dalam keluarga kaya. Setidaknya itu yang bisa ia simpulkan sementara ini usai melihat kamarnya sangat luas dan barang-barang di sini terlihat mahal.

Perlahan-lahan ia menyandarkan badannya pada dashboard tempat tidur. Ia mengatur pernapasannya untuk merilekskan saraf-saraf di tubuhnya. Akhirnya kepalanya tak sepening sebelumnya. Namun badannya yang penuh dengan lebam masih lemas.

Tak lama kemudian seorang lelaki paruh baya datang. Ia memakai jas khas seragam. Tatapannya tajam namun saat melihat tuan mudanya, ia mengendurkan kewaspadaannya. Lantas segera menghampiri Giskana.

“Syukurlah Nona Giskan sudah siuman. Tuan Besar sedang perjalanan pulang ke rumah karena sebelumnya ke luar kota untuk perjalanan bisnis.”

Ternyata orang yang ia rasuki tubuhnya juga bernama Giskana. Akibat berkali-kali reinkarnasi, insting gadis 22 tahun itu menguat. Dengan melihat orang sekali saja ia sudah bisa merasakan apakah orang itu berbahaya atau tidak. Kesan pertamanya pada lelaki bernama Brody itu cukup aman. Namun meski demikian, ia tetap waspada dan harus memastikannya terlebih dahulu.

“Gimana ceritanya gue bisa terluka sampai begini Pak Tua?”

Brody mengerutkan kening. Tak biasanya nona mudanya memanggilnya Pak Tua. Ia berpikir mungkin Giskana begini akibat tak sadarkan diri selama dua hari. Selanjutnya, ia menceritakan kronologi kejadian saat tiba-tiba di malam hari seseorang membawanya pulang dengan keadaan lengan tertembak. Lengan Giskana dibalut seadanya dengan syal untuk menghentikan pendarahan. Saat tiba di rumah, nona muda itu sudah tak sadarkan diri. Pantas saja lengan kirinya dibalut perban.

“Lantas siapa orang yang nolong gue Pak Tua?”

“Musuh bebuyutan Nona Muda, yakni Tuan Muda Awan.”

Mata Giskan melotot mendengar nama orang yang disebut oleh Brody. “M-musuh bebuyutan?!” Bahkan ia tak menutupi mulutnya yang terbuka.

“Apa mungkin Nona Muda lupa ingatan?”

Brody mengerutkan keningnya. Aha! Untung saja kepala pelayan ini cepat tanggap. Tidak salah jika dirinya menjadi kepala pelayan yang mengurus seisi rumah keluarga Cakrawala. Bukan hal sulit bagi Giskan untuk berpura-pura amnesia sementara.

“Itulah Pak Tua. Setelah bangun rasanya gue nggak tahu apa-apa.”

Usai mendengar penuturan ini, Brody mengeluarkan ponselnya dari saku jas. Ia menelepon dokter pribadi keluarga ini. Sembari menunggu sang dokter datang, kepala pelayan itu menyuruh pelayan membawa banyak hidangan untuk tuannya. Pas sekali, perut Awan memang sudah keroncongan. Satu orang maid masuk ke dalam membawa troli berisi banyak makanan. Rasanya makanan itu cukup dimakan untuk dua hingga tiga orang. 

Brody meletakkan meja kecil di atas kaki Awan. Kemudian menaruh makanan pembuka berupa salad buah dan cocktail. Setelah habis lelaki paruh baya itu menggantinya dengan menu utama kemudian ditutup dengan es krim dan puding.

“Pak Tua kau sudah makan? Mau es krim?”

Giskan tidak nyaman ketika makan diperhatikan seperti ini. Alhasil ia menawarinya makan. Sesungguhnya ini bukan sekadar basi-basi. Akan lebih baik jika orang tua ini mau menemaninya makan sehingga menu yang disajikan tidak akan tersisa banyak seperti ini.

“Tidak, Nona Muda. Lima menit lagi Dokter Andini akan sampai,” ujarnya sambil menengok jam tangan tua yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Pak Tua ini tetap berekspresi datar setelah menyipitkan matanya. Sepertinya ia tambah khawatir karena anak majikannya itu terus bersikap di luar kebiasaannya. Kemudian sesuai perkataannya, Dokter Andini yang lima tahun lebih muda dari Brody itu datang dengan tergesa-gesa.

Dari tas kotak khas dokter, Andini mengeluarkan alat untuk mengecek kondisi sang pasien. Setelah mengecek detak jantungnya, ia memeriksa mata Giskan. Pada diagnosa awal ini kondisi fisik Awan baik-baik saja.

“Untuk lebih pastinya, kita perlu memeriksa kepala Nona Giskan kalau ada luka di dalam karena terbentur atau sesuatu.”

Itu artinya ia harus pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Selama ini keluarganya jarang ke rumah sakit. Mereka lebih suka rawat inap di rumah jika sakit. Uang bukan masalah besar saat mereka harus mengeluarkan uang berlebih untuk pembelian alat medis. Hal ini bukan tanpa alasan. Pasalnya keluarga Cakrawala memiliki banyak musuh.

Keputusan ini ia ambil untuk meminimalisasi risiko dicelakai musuh. Namun seantisipasi apapun mereka, kemampuan manusia tetaplah terbatas. Jika tidak, tak mungkin Awan akan terluka seperti ini.

“Nona tidak ingat kami? Saya Dokter Andini dan orang tua ini Pak Brody.”

Giskan menggeleng dan membuat ekspresi bingung. Membuat dokter itu menatap Brody dan menggelengkan kepalanya. Setelah itu ia memberikan obat dan vitamin agar kondisinya segera pulih. Tepat ketika dokter itu hendak pergi, ia kembali membuka suara.

“Tunggu, Dokter. Siapa Aslan? Selama pingsan, nama itu kaya terus dibisikkan ke telinga gue.”

Dua orang itu terkejut dan berpandangan. Dari semua orang, kenapa nama itu saja yang ia ingat? Itulah pikir mereka. Tapi tentu saja ini hanya strategi Giskan untuk secara alami mengulik seperti apa hubungannya dengan Awan kali ini. Ia tak ingin terlalu menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

Akhirnya Brody pun menjelaskan jika Awan adalah anak dari sahabat ayahnya. Seharusnya anak mereka akan bersahabat bukan? Namun sejak kecil Giskan membenci Awan tanpa alasan yang jelas. Sejak kecil Giskan suka mengambil barang-barang Awan secara paksa.  Lelaki tua itu berhenti sejenak. Keningnya berkerut. Ia sedang mempertimbangkan apakah dirinya akan menceritakan bagian selanjutnya atau tidak.

“Terus apa lagi? Apa yang udah gue lakuin ke dia selama ini?”

Awan sudah tidak sabar untuk mengetahui garis besarnya. Ia harus cepat bergerak jika tidak ingin menyesal seperti di kehidupan-kehidupan sebelumnya.

“Tuan Muda juga selalu mengecaukan hubungan asmara Tuan Awan.”

Sial! Giskan meremas rambut di atas tengkuknya. Bisa-bisanya dirinya kali ini memaski tubuh orang yang dibenci oleh Aslan? Ya tapi jalan hidupnya memang tak pernah mudah.

“Oke oke sudah cukup. Jadi seberapa benci Awan ke gue?”

Kupingnya sudah tak sanggup mendengar sampai akhir. Rupaya pemilik tubuh ini sebelumnya banyak melakukan trik murahan untuk mengganggu Awan.

“Itu… saya nggak tahu pastinya kaya gimana. Tapi selama ini Tuan Awan nggak pernah membalas kejaha-ekhem maksud saya kejahilan Nona Muda. Tuan Muda Awan hanya menghindar dan tidak mau berurusan dengan Nona Giskan.”

Oh ternyata tidak seburuk itu. Pantas saja Awan masih mau menolongnya di saat kritis kemarin. Setelah mengetahui garis besarnya, Giskan mulai mengatur strategi untuk mendekati tuannya di masa lalu itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status