Share

Bab 4 – Hari Pertama Sang Asisten Pribadi

“Hei, Giskan! Apa kamu dengar?”

“A-ah? Tentu saja Bu May-eh haruskah saya panggil ibu atau Nona Maya saja?” Gadis itu pura-pura terbata-bata. Sisi polos seorang gadis kadang memang terlihat menarik.

“Ekhem, kita mulai sekarang akan terus bekerja sama jadi akan lebih baik kalau akrab dari sekarang. Panggil saja Nona Maya.”

“Tentu saja, Nona Maya.”

Anak tengil ini sengaja mendekati Maya karena sang sekretaris adalah salah satu informan yang harus ia rawat kalau ingin mendapatkan detail tentang Awan. Usai berbasa-basi, anak itu dipersilakan masuk ke ruangan bos. Jadi di ruangan itu ditempati oleh tiga orang, bos serta asisten pribadinya menempati ruangan khusus. Giskan juga menyuruh bodyguard-nya untuk pergi karena pasti Awan akan terganggu dengan kehadirannya.

Setelah itu ia pun masuk dan melihat Awan sedang memeriksa dokumen. Giskan mendekat namun memberi jarak tiga mater dari meja kerja bosnya.

“Jadi kamu asisten pribadi saya yang baru? Apakah Maya sudah memberitahu detail tugas kamu?”

Tak mendapatkan jawaban, Awan menoleh ke arah orang yang berdiri di depannya. Ia terkejut tapi rasa malas lebih dominan. Ia pun berdiri dan meletakkan kembali dokumen yang ia pegang ke meja.

“Ngapain lo di sini?”

“Bos seperti yang udah gu-eh saya bilang kemarin. Saya sudah diterima magang di sini. Kalau tidak percaya, Bos bisa menelepon ayah Bos,” ujarnya. Kali ini ia benar-benar terbata-bata, tidak dibuat-buat.

Giskana masih terlihat tengil meski ia sudah berusaha bersikap formal di depan bosnya itu. Hal ini membuat Awan menatapnya tajam. Ia menyipitkan mata, menatapnya dari bawah ke atas. Selanjutnya dengan isyarat tangan ia menyuruh sang asisten pribadi duduk di meja kerja yang sudah tersedia.

Mengerti, Giskana pun menuju meja kerjanya dan duduk di sana. Tepat setelah pantatnya menyentuh bantalan kursi, Awan menjelaskan jika ada momen-momen tertentu yang mengharuskannya keluar dari ruangan ini. Awan pun mengangguk, berpikir mungkin salah satunya adalah membiarkannya berduaan bersama Rosa.

Sang asisten pribadi belajar dengan cepat. Saat ini ia membantu menyusun jadwal harian bosnya dan mengatur pertemuan dengan rekan kerja. Pukul sembilan ia menyeduh kopi. Di dalam ruangan itu ada dispenser dan peralatan menyeduh kopi. Dengan lihai ia pun memasukkan dua sendok makan kopi hambalang ke dalam cangkir kemudian menaruh kayu manis di dalamnya.

Giskana tersenyum mengingat kebiasaan Awan di masa lalu masih sama. Seleranya bagus karena kopi arabika ini memiliki rasa buah sehingga ada sensasi manis karamel, tetapi rasanya agak pahit. Selanjutnya ia menyerahkannya kepada Awan. Ia sangat menantikan komentar darinya. Maka ia masih berdiri di sana saar orang itu menyeruput kopinya.

Awan menyeruput tiga kali kemudian fokus kembali ke laptopnya. Saat menyadari ada orang yang sedari tadi memperhatikannya, ia pun menoleh dan mengernyitkan dahinya.

“Ada apa?”

“Bagaimana rasa kopi buatan saya, Bos?”

“Ini enak,” ujarnya singkat.

Bosnya memang orang yang profesional. Ia tidak pernah mencampuradukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Jika kerja Giskana bagus, ia akan mengapresiasinya meskipun secara pribadi, ia membenci orang itu. Awan memang terkesan karena biasanya asisten pribadinya butuh waktu beberapa saat untuk bisa membuat kopi sesuai dengan preferensi lidahnya. Namun asisten pribadi barunya itu langsung bisa membuatnya dalam satu kali percobaan. Sayangnya hal ini tak bosnya ungkapkan kepadanya.

Merasa puas, Giskana kembali ke mejanya dengan senyum sumringah. Ia kembali mengurus pekerjaannya yang belum selesai. Tak terasa waktu sudah memasuki jam makan siang. Ia pun mengingatkan bosnya jika setelah itu ada pertemuan penting dengan salah satu klien. Kemudian tepat pukul 12 ia pergi ke kantin kantor dan membeli dua porsi makanan dan minuman.

Dari penjelasan Maya, Giskana memahami bahwa alasan Awan tidak pernah pergi sendiri ke kantin kantor karena hal itu akan membuat karyawannya sungkan dan tidak bisa mengobrol santai. Coba saja bayangkan bagaimana jika saat waktu istirahat dan bersantai pun kalian masih harus berhadapan dengan bos? Walaupun mungkin itu hanya sebatas berada dalam satu ruangan kantin yang sama tanpa mengobrol. Tentu saja suasana akan menjadi mencekam. Seolah mereka sedang diawasi pimpinan.

Hari ini pun menjadi hari bersejarah bagi Giskana. Pasalnya ini adalah pertama kalinya mereka makan bersama. Ya meskipun di meja masing-masing. Selesai makan, ia bersama Maya mengikuti Awan pergi ke ruang pertemuan. Klien kali ini penting karena mereka adalah salah satu investor. Awan pun mengatur segela perlengkapan dan keperluan untuk presentasi.

Anak itu sangat cekatan dan bisa mengimbangi bosnya yang work holic. Sebelumnya gadis sudah mempersiapkan materi presentasi. Selama menyaksikan Awan presentasi, mulutnya sedikit terbuka. Siapapun bisa tahu kalau dia mengagumi sang CEO.

“Perusahaan kami sudah menggunakan energi terbarukan. Meski biaya yang dikeluarkan jadi lebih banyak, tapi hal ini sepadan dengan keamanan lingkungan dan keuntungan yang akan kita dapat. Apalagi negara kita adalah penghasil bahan baku terbear di dunia. Perusahaan kami adalah inisiator untuk mengolah bahan-bahan itu dan mengubahnya menjadi produk.”

Perusahaan yang diurus Awan adalah perusahaan cabang milik ayahnya yang bergerak di bidang otomotif. Perusahaan ini membuat mobil dan motor. Ke depannya mereka akan menciptakan mobil listrik yang ramah lingkungan. Karena kemampuan presentasi Awan yang luar biasa, pihak klien pun langsung sepakat untuk berinvestasi.

“Senang bekerja sama dengan Anda Pak Awan,” kedua tim saling bersalama. Pihak klien juga berjumlah tiga orang.

Selama pertemuan, Maya sang sekretaris bertugas untuk mencatat hasil pertemuan. Sementara Giskana lebih dari itu. Ia menyiapkan konsumsi untuk pertemuan dan menyusun hasil catatan Maya menjadi bentuk power point yang infomatif. Dengan bantuan AI (artificial intelligent) ia bisa mengurus pekerjaannya lebih cepat dan efisien. Namun ia masih mengecek hasilnya, menambah dan mengurangi informasi hingga yang dibaca Awan semuanya penting.

Setelahnya mereka kembali ke tempat masing-masing. Saat itu juga Giskana menyerahkan hasil pertemuan. Awan membacanya dan mengangguk puas.

“Giskan setelah ini kamu tolong belikan saya buket bunga lili putih di toko seberang.”

Sang asisten yang tengah asik bermain laptop untuk memeriksa berbagai berita terkait perusahaan dan bosnya pun dengan sigap menyatakan kesanggupannya. Ia senang setidaknya sekarang Awan sudah melunak padanya. Ia merasa sudah dianggap sebagai asistennya. Tidak memperlakukannya sebagai orang asing lagi.

“Buat Rosa. Nanti dia datang jam setengah empat. Kamu nanti keluar ruangan dulu selama ada dia.”

Giskan mengangguk paham. Jadi apakah bunga favorit Rosa adalah lili putih? Atau Awan memilih bunga itu untuk menggambarkan perasaannya pada sang kekasih? Bunga lili putih melambangkan kemurnian, ketulusan, kesucian, dan kepolosan. Bunga ini cocok untuk digunakan dalam berbagai acara istimewa seperti pernikahan dan kelahiran bayi. Lantas apakah itu menandakan pria 28 tahun itu akan melamar kekasihnya itu?

Sebentar lagi pukul setengah empat sehingga gadis pamit pergi ke toko bunga. Toko ini cukup besar dan berbagai bunga ada di sana, hampir komplet karena apapun ada. Tapi perhatiannya tertuju pada bunga matahari yang mekar megah dan indah.

Akhirnya ia memesan buket lili putih dan matahari. Ada banyak makna dari memberikan bunga matahari kepada seseorang. Tapi yang ingin Giskana sampaikan adalah rasa cinta yang tulus dan penghormatan pada Awan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status