Share

Pembalasan Istri yang Kau Duakan
Pembalasan Istri yang Kau Duakan
Penulis: Amy_Asya

1. Wanita Murahan

"Lakukan sendiri saja kalau memang kamu sudah tidak tahan lagi. Lagi pula, aku tidak habis pikir dengan wanita yang punya nafsu tinggi seperti kamu, Kayla. Kenapa semakin lama kamu semakin terlihat seperti wanita murahan?"

Deg!

Kayla membelalak mendengar ucapan sang suami. Padahal, dia sampai buru-buru pulang untuk merayakan anniversary pernikahan mereka yang kedua. Dan dulu, pria itulah yang lebih sering meminta jatah dibanding dirinya.

Kenapa sekarang seolah dirinya saja yang berminat?

"Tapi, Mas--"

"Udah! Jangan ajak ribut deh. Aku mau istirahat!" Tanpa basa-basi, pria itu berlalu dari hadapan Kayla yang terdiam.

Dirinya terlalu syok dikatai segitunya oleh sang suami.

Akhir-akhir ini, Andra memang tampak dingin, hingga keduanya kerap berdebat. Tapi, Kayla pikir itu malam ini mereka akan berbaikan, lalu melakukan percintaan panas—mengulangi masa-masa indah seperti awal pernikahan.

Ternyata semua itu hanya ada dalam khayalan Kayla saja.

Bahkan setelah dia merengek pun, Andra tetap tidur meninggalkannya.

"Malam ini lembur lagi?" tanya Kayla pada Andra keesokan paginya.

Namun, pria itu tampak tak merasa bersalah melanjutkan sarapannya. "Aku belum tau. Nanti aku kabarin kalau aku pulang malam lagi, dan lebih baik kamu nggak usah nungguin aku ... apalagi sampai harus pakai baju seksi kaya semalam." 

Dari pandangannya, Kayla bisa tahu Andra terlihat risi dengan dirinya.

"Iya, lagian aku dinas malam hari ini. Jadi, kayanya aku pulang besok pagi," ujar Kayla akhirnya berbohong.

Sebenarnya, dia masih dinas pagi di rumah sakit hari ini, tetapi lebih baik mengatakan kebohongan seperti itu saja, agar Kayla tidak terlalu berharap.

"Oh, bagus, deh, kalau begitu," sahut Andra, lalu menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dengan bermain ponsel di tangan. Tak jarang Kayla mendapati Andra senyum-senyum sendiri.

"Mas."

Andra hanya berdeham dengan mata yang masih fokus pada ponselnya.

Melihat hal itu, Kayla jadi urung untuk melanjutkan perbincangan mereka. Sampai pada akhrinya, Andra meletakkan ponsel dan menatap Kayla.

"Ada apa?" tanya Andra. "Kamu butuh sesuatu? Uang bulanan udah habis?"

Kayla menggeleng kuat. Dia tidak butuh uang sekarang. "Kalau kamu libur kita ke rumah sakit, yuk!"

"Rumah sakit?"

"Iya, kita coba program bayi tabung. Tabungan aku udah cukup, kok, Mas. Jadi, kita nggak perlu pakai uang tabungan kamu." Kayla menatap suaminya dengan penuh harap.

Apalagi saat melihat Andra hanya diam saja seperti sedang banyak berpikir.

"Kamu mau punya anak?"

Kayla mengangguk cepat dengan senyum merekah. 

Dulu, dia bertemu dengan Andra saat mulai bekerja di rumah sakit milik keluarga Dewanta.

Kebetulan, Kayla adalah perawat yang merawat ibu Andra.

Setelah perkenalan yang cukup panjang, Kayla tidak menyangka jika akan dilamar oleh Andra.

Pria itu begitu baik dan hangat, sehingga ia, yang tak banyak menerima kasih sayang sejak kecil, jatuh hati.

Kayla juga berpikir dengan hadirnya anak di antara pernikahan mereka, Andra bisa berubah seperti semula.

Lagipula, memangnya wanita mana yang sudah menikah dan tidak mau punya anak, kan?

Hanya saja, harapan itu pupus kala mendengar ucapan Andra yang tak diduganya.

"Kamu yakin, Kayla? Punya anak itu repot."

"Repot?" tanya Kayla yang heran dengan cara berpikir suaminya.

"Iya, kalau aku sih setelah punya anak masih bisa kerja dan punya kehidupan seperti ini. Kalau kamu? Kamu bakalan stay di rumah 24 jam, Kay. Terus resign dari rumah sakit."

"Memangnya kamu nggak mau bantu aku buat jaga bayi kita?"

Andra menarik napasnya dalam-dalam. "Aku harus kerja, Kay. Kebutuhan akan semakin banyak kalau kita punya anak. Kalau aku bantuin kamu, siapa yang cari uang?"

Ya, apa yang Andra katakan itu tidak salah. Kalau Andra membantunya di rumah kelak, siapa yang akan memenuhi kebutuhan mereka?

Apalagi Masih ada rumah yang perlu mereka cicil.

"Kamu pikir mateng-mateng dulu, deh. Lagian kalau kamu berhenti bekerja sekarang, siapa yang mau bantu panti kamu itu. Aku nggak mau kalau harus pakai uang aku, kan kamu tahu sendiri aku harus bayar cicilan rumah setiap bulan."

Kayla menundukkan wajahnya yang lesu.

Kalau dia hamil dan harus berhenti dari pekerjaannya di rumah sakit sekarang, siapa yang akan membantu ibu panti?

Adik-adiknya di panti masih butuh biaya karena kondisi panti setahun terakhir juga nyaris memburuk.

Tidak ada donatur yang masuk karena isu buruk yang menyebar. Padahal itu semua hanya fitnah saja karena Kayla tahu jika ibu pantinya tidak mungkin berbuat seburuk itu.

Sebagai anak yatim piatu yang diasuh oleh Bu Arum, dia tentu tak mungkin membiarkannya.

"Aku berangkat sekarang." Andra tiba-tiba mengusap bibirnya dan langsung berdiri.

"Ingat kata-kataku tadi, Kay. Kalau kamu memang mau punya anak, kamu harus siap dengan semua konsekuensinya. Pertama kamu harus resign, dan stay di rumah. Yang kedua, aku nggak mau bantu panti. Buat apa bantu panti yang suka menjual anak-anak?"

"Mas!" sergah Kayla tidak terima. Wanita itu langsung berdiri dan menatap Andra dengan tidak percaya. "Kok, kamu bisa bilang begitu? Bu Arum bukan orang yang seperti itu."

"Tapi kabarnya memang gitu, kan? Udah, deh, jangan bela wanita tua itu lagi. Sekarang aja kalau bisa, lebih baik kamu tabung uang gaji kamu semua, daripada harus dibagi buat mereka."

Deg!

"Mas Andra, aku nggak percaya kamu tega berpikir seperti ini. Kalau aku nggak bantu mereka, mau siapa lagi?" lirih Kayla, kecewa.

Tapi, Andra tampak biasa saja. "Itu urusan Bu Arum. Suruh siapa dia menerima anak yatim piatu?" 

"Aku juga yatim piatu, Mas." Suara Kayla terdengar pedih. Dia merasa sakit hati dengan perkataan suaminya.

Kenapa Andra bisa sekejam ini? Apakah dia lupa dirinya juga berasal dari panti?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status