"Itu mereka."Sanjaya bersiap-siap menyambut kedatangan Rangkuti dan rombongan di tepi sungai.Sebuah perahu nelayan tampak menyeberang sungai di bawah keremangan cahaya rembulan tertutup mega."Bregada perbatasan tidak ada yang mengejar, berarti pelarian mereka tidak terendus oleh telik sandi.""Permintaan suaka mereka menambah ketegangan hubungan antara dua kerajaan," kata komandan legiun. "Mereka beruntung dapat menyeberangi perbatasan tanpa ancaman.""Barangkali juga mereka dibiarkan mencari suaka karena menjadi benalu bagi monarki kerajaan."Perahu menepi, mereka berloncatan ke daratan. Rangkuti mendorong perahu ke tengah sungai dan hanyut menuju ke muara di Laut Selatan.Rangkuti dan Sanjaya berpelukan dengan hangat, kemudian ia memperkenalkan kawan-kawannya, semua berjumlah sepuluh pendekar, mayoritas berusia sebaya."Nah, pendekar muda ini namanya Thai Lu," kata Rangkuti. "Ia junior kita sewaktu kuliah di bumi pertiwi.""Aku seangkatan dengan Pangeran Nusa Kencana," ujar Thai
Sanjaya terkejut. "Maksud gusti pangeran apa?""Mereka bukan kabur dari bui. Mereka sengaja dibebaskan untuk menyusup ke Kadipaten Selatan dan menguasai keraton dengan memanfaatkan persahabatan kalian."Sanjaya memandang Rangkuti tanpa berkedip, sinar matanya memancarkan kekecewaan yang sulit dilukiskan."Aku sungguh tak percaya dengan apa yang kau lakukan, Rangkuti. Aku benar-benar tulus menolongmu, tapi kau khianati persahabatan kita.""Jangan sesali apa yang telah terjadi, Sanjaya," kata Jaka. "Terpenting ke depannya tidak berbuat kesalahan serupa, sebab kau bukan keledai.""Patik akan selalu ingat petuah gusti pangeran."Sanjaya sangat terpukul mendapati kenyataan itu. Persahabatan mereka mesti berakhir dengan tragedi memalukan.Ia merasa sudah tertipu mentah-mentah! Kedatangan Pangeran Nusa Kencana di sungai perbatasan kiranya bukan untuk pemberkatan, tapi menyelamatkannya dari pengkhianatan!"Maafkan atas kebodohan patik, gusti pangeran," sesal Sanjaya. "Patik mengira Rangkuti
Pertarungan antara Jaka dan enam tokoh sakti dari Selatan berjalan sengit, sementara dua lagi dihadapi Sanjaya dan komandan legiun.Daun-daun berguguran terkena pukulan dahsyat yang nyasar. Kereta hancur dan kuda kabur menyelamatkan diri.Kuda coklat milik Jaka bersembunyi di balik pohon besar."Kalian sungguh tidak tahu diuntung!" kata Sanjaya. "Aku menerima kalian baik-baik, tapi kebaikanku dimanfaatkan dengan keji!"Sanjaya mengirim kombinasi pukulan dan tendangan, pendekar bercambang lebat menangkis dan menghindar.Sesekali pendekar itu melancarkan serangan dan mengenai udara.Ia kesulitan mendaratkan pukulan karena Sanjaya bukan pendekar kaleng-kaleng."Kau lumayan juga, Sanjaya," puji pendekar bercambang lebat. "Aku kira ucapan Pangeran Nusa Kencana benar juga bayaranku terlalu murah.""Aku lebih dari lumayan, cambang jelek!" geram Sanjaya. "Kau kurang jauh jalan-jalannya! Tidak tahu dalamnya sungai dan tingginya pohon!""Kau betul juga! Aku mesti tahu tingginya pohon!"Pendekar
Selesai urusan di sungai perbatasan, Jaka segera memacu kuda menuju ke jalur perdagangan internasional.Ia ingin mencegat rombongan Liang Thai yang menyamar menjadi saudagar kain tenun untuk membantu perjuangan Thai Lu dan kawan-kawan.Liang Thai sangat berpotensi menghancurkan istana Kadipaten Selatan dengan beberapa perempuan eksotik."Wanita adalah kelemahan utama pejabat di Kadipaten Selatan," kata Jaka. "Cukup sekali terjadi skandal memalukan itu.""Aku kira para pejabat itu tidak bersalah," sahut si Gemblung. "Mereka diracuni tuak oleh Jatayu dan Lojin.""Pertanyaannya, mengapa mereka tidak curiga sama sekali? Mereka pasti mengenal kepala dan wakil kepala telik sandi dari kerajaan Selatan.""Mereka terpesona dengan pertunjukan opera dari kerajaan Barat sehingga tidak menyadari minumannya diracuni."Jaka sulit menerima kecerobohan itu meski mengakui kelemahan lelaki adalah wanita.Para pejabat itu mestinya sadar kalau tindak tanduk mereka menjadi perhatian publik.Di dalam rombon
"Bagus sekali kuda itu!"Pendekar brewok memandang kuda coklat dengan sinar mata seperti melihat penari striptis."Kuda milik siapa?""Milikku," jawab Jaka."Boleh kupinjam untuk membantu perjuangan?"Jaka menoleh kepada pria yang duduk di sebelahnya dengan acuh tak acuh. "Perjuangan apa?"Pendekar brewok menilik penampilannya, kemudian menjawab, "Kelihatannya kau pengembara, bukan warga Kadipaten Selatan." "Lalu kalau aku pengembara ada perbedaannya?""Kau tahu di daerah kami sedang bersemilir angin perubahan, anak muda berlalu lalang meneriakkan suara kebenaran." "Aku malah mencium angin busuk karena ditunggangi barisan sakit hati dengan topeng kebebasan berpendapat. Bicara seenaknya dan menyakiti pejabat itu bukan kebebasan berpendapat, tapi menumpahkan kotoran dari nafsu kalian. Jadi wajar kalau mereka tutup kuping."Pendekar brewok tampak memerah parasnya. "Aku tersinggung dengan ucapanmu, anak muda. Kau sudah berbuat hal tidak menyenangkan kepadaku.""Aku belum sepedas omongan
Beberapa kereta barang menerobos kegelapan malam di jalan makadam.Kereta penumpang meluncur paling depan.Kereta itu berisi enam dara cantik jelita."Aku berharap ketemu dengan Pendekar Lembah Cemara," kata Liang Thai. "Konon ia adalah pangeran tertampan di jazirah ini.""Kau sudah menjadi gundik Pangeran Indrajaya," sahut Liang Bha Yi. "Apakah boleh menjadi gundik Pangeran Nusa Kencana?""Kasihlah kesempatan kepada jomblo," tukas Lu Shia Lan. "Aku supermodel tapi super sial, hari gini belum dapat jodoh."Mereka tertawa cekikikan. Seandainya suara tawa mereka tidak merdu, barangkali sais sudah kabur mendengar suara cekikikan di tengah malam buta."Tugasmu membuat Sanjaya klepek-klepek," kata Liang Thai. "Ingat, bukan untuk dicintai, tapi untuk jadi boneka.""Bukankah itu tugasmu selaku pimpinan kabilah?" balik Lu Shia Lan. "Tugasku membujuk para bangsawan untuk menarik investasi sehingga pembangunan di Kadipaten Selatan mangkrak."Liang Bha Yi menimpali, "Tugasku dan tiga teman kita
"Ada pesta rupanya!"Bramantana muncul bersama Fredy dengan berpakaian bangsawan pelancong."Aku terlambat datang!"Jaka sedang sibuk menghadapi lima sais berkepandaian tinggi.Ia berada di atas angin meski dikeroyok, beberapa kali berhasil mendaratkan pukulan."Kalian urus para perempuan itu! Mereka penduduk kerajaan Timur!""Aku suka gagal fokus menghadapi perempuan cantik!" kata Fredy. "Kau urus mereka!"Fredy dan Bramantana terjun ke arena pertarungan menggantikan Jaka."Penyakit lama belum sembuh?""Sudah akut!"Fredy nyaris kena hantam sais berkepala botak, padahal jurus tipuan, ia sengaja membiarkan bagian badannya terbuka, lalu menggebuk kepala sais itu.Liang Thai terkejut saat melihat Jaka berada di antara mereka menyaksikan pertarungan sengit itu.Jaka tersenyum, kemudian tangannya meremas bukit subur.Liang Thai murka, ia memaki, "Kurang ajar!""Katanya ingin jadi gundik Pendekar Lembah Cemara, dicomot sedikit kok marah?""Ia pendekar besar, bukan pendekar pecicilan sepert
"Kalian mau ikut mengembara, lalu siapa yang mengurus rakyat?"Jaka berkuda menelusuri jalan makadam yang rata dan mulus. Malam hampir larut, jalur perdagangan mulai sepi. Kabilah singgah di penginapan untuk beristirahat.Di daerah Selatan, penginapan tidak seramai di wilayah Nusa Kencana, pemandangannya kalah menarik."Ratu Singkawang meminta kami untuk membantu perjuanganmu," kata Bramantana. "Aku mendelegasikan kepada panglima perang dan beberapa pejabat istana untuk mengurus rakyat."Jaka senang mendengar kabar tentang keberadaan Ratu Singkawang. Ia kira ratu ketiga lenyap dalam ledakan labirin roh.Barangkali ia enggan menetap di alam bidadari, padahal bisa CLBK dengan Pangeran Sundalarang.Ratu Singkawang ingin memenuhi janjinya lebih dahulu untuk menjadikan Reksajiwa sebagai penguasa."Di istana Timur tidak ada pesanggrahan leluhur, di mana Ratu Singkawang tinggal?""Ia tinggal di altar tirakat," jawab Bramantana. "Aku jadi tenang meninggalkan istana karena ia pasti turun tang