‘’Mas.’’ ‘’Ada apa? Masih kurang?’’ Kalau betul itu yang diinginkan Valerie, mau tak mau Leo harus memanjat lagi. Tapi sepertinya bukan tambahan pepaya yang Valerie mau. Melihat Valerie tiba-tiba memegangi perut, kemudian beralih ke mulut, membuat Leo sangat cemas. Di mana selanjutnya Valerie bersimpuh di lantai seraya memegangi bak sampah. Astaga. ‘’Huwekk…’’ ‘’Val, kenapa?’’ Leo memindai keadaan rumah, khawatir jika seseorang terbangun. Tapi tak dipungkiri bila seseorang akan datang. Baik itu cepat atau lambat. Tapi itu belakangan. Leo akan mengurusnya nanti karena Valerie lebih membutuhkannya saat ini. ‘’Huwekkk…’’ ‘’Mas ambilin minyak angin?’’ Valerie melambai tak mau. Leo bingung harus bagaimana untuk menghentikan Valerie yang terus saja muntah-muntah. Keheningan bila dipadukan dengan suara berisik setitik saja, maka bisa membangunkan seisi rumah. Vania juga hamil. Tapi tak sekalipun Leo pernah melihat Vania begini. Tanda tanya besar menyelimuti pikiran Leo yang baru
Tidak butuh waktu lama untuk mencapai pusat perbelanjaan. Inah mendorong troly di belakang Valerie dan Vira. Etalase lauk dan perdagingan menjadi tempat persinggahan pertama. Vira mengambil cumi-cumi dan udang. Sedangkan Inah memilih Ikan segar. Sekarang tak hanya Valerie saja yang kecanduan menu seafood. Tapi juga semua orang di rumah. ‘’Ma, Valerie ke area buah-buahan,’’ Karena tak tahan dengan bau amis. ‘’Mau Inah temenin, Non?’’ ‘’Gak usah. Kamu di sini aja temenin mama.’’ Inah mengangguk bertepatan dengan ponsel di tas Valerie yang berdering. Leo menelepon seperti tau bahwa Valerie sedang sendirian. ‘’Ya, Mas? Kenapa?’’ sahut Valerie pelan sambil cepat-cepat menjauh dari Inah dan Vira. ‘’Mas rindu.’’ Degh. Padahal baru berjumpa di rumah. ‘’Mas ke sana, ya?’’ Valerie menghembuskan napas berat. Tapi Valerie tak menampik bila kata-kata Leo membuatnya senyum-senyum sendiri. ‘’Tidak bisa, Mas. Ada mama.’’ Menoleh ke belakang pada dua orang yang kini berpindah ke tempat per
‘’Sampai kapan kau akan menghindariku, Valerie? Pada akhirnya kita akan hidup bersama hingga dunia berhenti berputar.’’Jantung Valerie bergemuruh membaca pesan Nathan. ‘’Kamu kenapa kayak orang ketakutan gitu, Nak?’’ Vira menyadari gestur aneh Valerie. Selain terlihat gelisah, napas Valerie juga memburu tak teratur. ‘’Ingatkah kau tentang janji kita?’’Degh. Pesan Nathan kembali menyentil ketenangan Valerie.‘’Val, kamu kenapa sih?’’Valerie melirik Vira sejenak. Mereka sudah dalam perjalanan pulang dan duduk bersebelahan di dalam mobil.‘’Enggak, Ma. Valerie tadi kayaknya salah ngambil pepaya. Sepertinya yang diambil belum terlalu matang.’’‘’Mati Inah. Pasti Non Vania nanti marah-marah,’’ sungutnya di kursi belakang.Vira tertawa lalu membelai wajah manis Valerie.‘’Kamu kok parno banget sih sama Vania? Padahal kalian lahir dari rahim yang sama. Tapi sifat kalian sangat berbeda. Jangan khawatir, nanti biar mama bilang pepayanya udah mama makan.’’‘’Hhuh, selamat Inah. Nyonya Vir
Mobil Leo sampai di depan gerbang. Cukup lama Leo dan Rendi yang berniat ingin menyapa sang adik ipar, Vania, berada di luar. Tidak biasanya Pak Sena lambat membukakan pintu besi itu bila Leo telah membunyikan klakson. Satu pintu gerbang memang sudah terbuka lebar. Tapi mobil Leo hanya bisa masuk bila dua daun pintunya terbuka. Jadi Leo putuskan untuk menunggu, sambil menatap hujan deras yang membasahi mobilnya kini. Mungkin Pak Sena sedang mengambil payung, pikirnya. Sedangkan Rendi, asik menikmati jutaan bulir tetesan air yang membuat udara terasa dingin.‘’Leo, kayaknya aku gak jadi kenalan sama adiknya Vania,’’ Tiba-tiba saja Rendi berkata.Dari awal Leo memang tidak menyukai nama Valerie dibawa-bawa. Tak Leo sangka ternyata Rendi sempat memiliki keseriusan terhadap istri keduanya. Tapi syukurlah Rendi sudah berubah pikiran.‘’Kan sudah ku bilang bahwa aku tidak mau adik iparku jadi kakak iparku,’’ jawab Leo sambil tertawa.‘’Ya ngapain, orang ternyata sudah punya kekasih,’’ Masi
‘’Mas, pelan-pelan…’’ Valerie meringis merasakan kuatnya remasan Leo. ‘’Sakit, ya? Kalau dibeginikan sakit tidak?’’ Mencecap seluruh permukaan yang membesar dengan penuh nafsu. Valerie menggeleng. Tak lama mendesah, menikmati. ‘’Mas…’’ Tapi selanjutnya, ‘’Nyeri, Mas,’’ Valerie meringis lagi. Melihat betapa menggodanya istri sirinya itu, Leo mengecup bibir Valerie, basah dan panas. Sementara tangannya bergerilya di bawah sana. Rasanya Valerie ingin menjerit saat ciuman Leo turun ke leher. ‘’Mas…’’ Beginikah rasanya dicumbu Leo? Inikah yang dirasakan Vania saat ia mendengarnya dari kamar sebelah? ‘’Val, balas ciuman mas.’’ Valerie menggeleng malu. Meski sedikit kecewa, tapi tetap tak menghentikannya menyerang Valerie. ‘’Naikkan kakimu di pinggang,’’ perintah Leo. Valerie manut. Leo mencengkram bokongnya. Valerie mengalungkan tangan di leher Leo agar tidak jatuh. Keduanya larut dalam suasana pagi hari yang cerah. Maklum saja, semalam Leo tak bisa memberi jatah pada Vania kare
Malam hari nan tenang, Leo sulit untuk terpejam. Usaha menggulingkan tubuh ke kanan dan ke kiri pun tetap tak membuat kantuk datang. Apa karena kejadian tadi pagi? Leo memandangi langit-langit sesaat sebelum menoleh pada Vania. Hasrat ini tak bisa dilakukan dengan orang yang berbeda. Leo ingin menuntaskannya dengan orang yang sama. Yaitu Valerie. Desahan istri muda terngiang-ngiang di telinga. ‘’Sial,’’ gumam Leo mengacak rambut, frustasi. ‘’Mas, kamu kenapa dari tadi uring–uringan?’’ Vania setengah mengantuk mengatakannya. Leo membuatnya terbangun. ‘’Tidak apa-apa, Sayang. Aku hanya haus.’’ ‘’Aku ambilin minum, ya?’’ ‘’Tidak perlu. Tidurlah lagi, Sayangku.’’ Kecupan di kening kembali mengantarkan Vania ke alam mimpi. Ia turunkan kaki ke lantai, mencari sendal untuk dipakai. Ketika keluar, dilihatnya tempias lampu dapur dari atas. ‘’Apa Inah belum tidur jam segini?’’ Tetap ia ayunkan kaki menuruni tangga. Dan dijumpainya Valerie sedang makan mie seorang sendiri. ‘’Sedang ap
‘’Loh kok?’’ Sementara Valerie terdiam dalam kegugupan, Inah menggaruk kepalanya heran.Jadi dengan cara inilah hubungan mereka terungkap? Valerie tak bergeming. Memasrahkan diri tertangkap basah di saat Inah sibuk mengedarkan pandangan ke sekitar seperti orang kebingungan. ‘’Non Valerie ngapain sendiri di sini gelap-gelap?’’Sendiri? Pertanyaan yang diucapkan Inah membuat Valerie memutar tubuh secepat kilat, mengira akan mendapati Leo di belakangnya. Tapi ternyata? Mas? ‘’Aku gak mungkin sama Mbak Vania kan, Nah.’’ Ekspresi memang terlihat biasa, namun dalam dirinya, ada gunung es bernama ketakutan yang sekarang telah mencair perlahan. Rasanya begitu lega, juga sekaligus merasa dicampakkan karena Leo menghilang entah kemana.Seperti biasa, Inah tersenyum lebar. ‘’Tapi, tadi saya lihat bayangannya ada loh, Non. Satunya laki-laki. Makanya tak kirain Non Vania sama Tuan Leo.’’Valerie tersenyum getir. Kalau saja Inah tau bahwa tadi memang ada Leo di sini, mungkin keterkejutan Inah
‘’Mama, Valerie mau pergi sebentar,’’ ijinnya pada Vira. ‘’Pulangnya jangan malam-malam ya, Nak. Mama petikin mangga muda untuk dibuat rujak buat kamu dan Vania.’’ Puluhan buah berkulit hijau terlihat memenuhi meja ketika Valerie menghampiri Vira dan Inah di dapur. Valerie bisa merasakan bibirnya berair karena sudah membayangkan seperti apa rasanya. ‘’Non Valerie suka yang pedas gak?’’ tanya Inah dengan kesibukan mengupas kulit mangga. ‘’Suka, Nah. Tapi, Mbak Van kan gak terlalu suka pedas.’’ ‘’Tenang aja. Khusus Non Valerie, Inah akan pisahkan.’’ Wanita itu tersenyum sembari memberikan dua jempolnya yang membuat Valerie tertawa. ‘’Ngomong-ngomong, kenapa gak pergi bareng sama kakak iparmu saja, Nak? Tadi, kata Vania, Leo mau pergi untuk urusan bisnis.’’ Apa Mas Leo akan membawa Vania juga? Pikiran Valerie langsung mengawang kemana-mana. ‘’Hus, kamu kok melamun sih?’’ tegur Vira melihat Valerie yang tiba-tiba terdiam. ‘’Ah, enggak, Ma. Valerie naik taksi saja,’’ jawabnya yaki