“Belum Diketahui Motifnya, Aktor Inisial BK Diduga Menjadi Dalang Dibalik Kecelakaan Tunangannya, HC”“Artis Papan Atas, Bima Kusumandaru Diduga Menjadi Tersangka Pembunuhan Berencana”“Aktor Inisial BK dan Pemilik Agensi Artis Inisial MJ Terancam Pidana Atas Kasus Pembunuhan”“Aktor Inisial BK Ditangkap Polisi Atas Dugaan Perencanaan Pembunuhan”“Diduga Memiliki Hubungan Dengan Pemilik Sebuah Agensi Artis, Aktor Inisial BK Diringkus Polisi”***Ikarus menghela napas panjang saat pandangannya kini terpaku pada layar iPadnya. Ada banyak artikel yang bermunculan terkait Bima Kusumandaru dan Miranda Jessica sesaat setelah pelaporan yang dilakukan Ikarus beberapa saat yang lalu.“Untuk sementara waktu, kamu sama Nathan bisa tinggal di apartemenku, Waf. Itupun kalau kamu mau, sih. Kalau soal Hera, kamu nggak usah khawatir. Aku sudah meminta orang rumah sakit untuk memperketat penjagaan. Hera aman di sini dan akan terbebas dari kejaran media. Setidaknya di apartemenku, kamu dan Nathan akan
Grup Cuma Wacana[Eros: Gue udah ngajuin cuti buat datang ke kawinannya si Babi. Bagusnya gue pakai apa, ya? Jas? Kemeja batik? Atau… apa?][Zeus: Banyak tingkah amat lo ye, Ros. Kan kawinannya di RS, Anjir. Emang elu ngebayanginnya resepsi di hotel mewah gitu apa gimana?][Eros: Lah, iya jugak! Kenapa gue antusias gini, ya?][Ares: Kalian pada sibuk mikirin pakai baju apa, gue malah mikirin gimana reaksi Nyai nanti kalau udah sadar dari koma, terus kaget sama statusnya dia yang udah jadi bininya Ikarus. Kira-kira langsung minta cerai nggak, ya?][Zeus: Anjir doanya! 🤣🤣🤣][Eros: Tercium aroma ketidakjelasan pekat syekali~][Zeus: Ngakak seriusan gue!][Eros: Heraia Cassandra: Kok gue nikahnya sama lo, sih?][Zeus: Heraia Cassandra: Serius gue nikah sama lo. Gue nggak lagi kesambet kan ini?][Ares: Heraira Cassandra: Kita ke pengadilan agama sekarang juga! Mampus nggak tuh?][Ikarus: Emang pada tai semua emang, ye!][Ares: Dasar nggak modal memang! Ini si Nyai juga mau-maunya aja di
“Ikarus!”Suara itu sontak membuat Ikarus yang tadinya tengah sibuk memperhatikan ponselnya lantas menoleh. Pria itu mengulas senyuman lebar lalu berjalan menghampiri sahabat-sahabatnya yang baru saja datang.Pria itu terlihat begitu tampan dengan balutan jasnya berwarna abu-abu. Ia tersenyum lalu memeluk mereka satu per satu.“Anjir! Nikah beneran lo, Rus?” tanya Eros saat pandangannya tertuju pada taman yang kini sudah terlihat begitu cantik dengan dekorasi sederhananya.“Hotel lo tutup, Res?”“Santai. Ada manager on duty selagi gue cuti. Nggak usah mikirin kerjaan elah.”“Anak-anak nggak pada dibawa, nih?” tanya Ikarus celingukan mencari Astu, Nira, dan Tiff yang tidak dibawa oleh mereka.“Astu sama Nira gue titipin sama Agnia, Rus,” jawab Eve kemudian. “Ini acara penting banget. Gue nggak mungkin melewatkannya, kan?”Ikarus tersenyum. “Kalau Tiff?”“Ada nyokap gue, Rus. Udah dijemput sejak kemarin malah. Katanya biar gue bisa quality time bareng sama Artemis. Nyokap minta cucu lag
“Maaf, ya?” Ikarus mengusap wajah Hera dengan lembut saat ia sudah kembali diinfus dan kembali ke ruang rawatnya. “Kamu pasti capek banget, kan?”“Dikit… tapi aku senang.” Hera mengulas senyuman lebar. “Aku bisa ketemu sama sahabat-sahabat kita.”Langit sudah mulai menggelap saat Dokter Kiev terpaksa membawa Hera kembali ke ruang rawatnya. Kondisinya yang masih belum stabil memaksa Hera untuk tidak boleh terlalu capek.“Kalau kamu masih pengen ketemu sama mereka, aku bisa panggil mereka buat datang ke sini. Nemenin kamu. Mereka sih masih sampai besok di Jakarta. Atau kalau kamu udah pengen istirahat, ketemunya besok aja.”“Nggak kok, Rus. Aku belum ngantuk juga.”“Mau aku panggilkan mereka?”Meskipun ragu akhirnya Hera mengangguk. Ikarus kemudian bangkit dari duduknya dan memanggil sahabat-sahabat mereka yang masih menghabiskan waktu di taman sembari menikmati makanan yang telah disediakan di sana.Tak lama setelahnya, pintu ruang rawat Hera dibuka Ikarus. Di belakang pria itu ada Are
“Diminum dulu obatnya, ya?” Ikarus meraih gelas di atas nakas lalu mengangsurkannya kepada Hera. “Habis ini mau jalan-jalan ke taman, nggak? Mumpung langitnya mendung.”“Boleh!” sambut Hera dengan riang.Ini sudah hari ketujuh Hera dirawat di rumah sakit. Tepatnya dua hari setelah mereka menikah. Dan tidak ada satupun hari yang dilewati Ikarus dalam menjaga istrinya.Ikarus mendorong kursi roda yang kini telah diduduki Hera. Keduanya menyusuri koridor yang tampak lengang, mengingat bahwa sekarang belum memasuki jam besuk pasien.“Rus…”“Mm? Kenapa?”“Kamu nggak kerja?”Ikarus kemudian membantu Hera turun dari kursi roda lalu duduk di salah satu bangku yang ada di bawah pohon yang cukup rindang.“Kenapa? Kamu takut kalau aku nggak bisa menafkahi kamu, ya?” kekeh Ikarus saat itu.“Nggak gitu… udah seminggu ini aku lihat kamu nggak kerja. Emangnya nggak apa-apa kalau kamu nggak kerja?” tanya perempuan itu heran.“Aman kok, Ra. Aku memang sengaja ambil unpaid leave karena pengen fokus sam
IKARUS tidak mungkin bersikap tidak sopan kepada orang yang telah berjasa membesarkan Hera sejak perempuan itu diadopsi dari panti asuhan.Biar bagaimanapun Miranda sudah menjaga Hera dengan baik. Setidaknya sampai perempuan itu tumbuh dewasa dan mampu menghidupi dirinya sendiri saat itu.Setelah memastikan Hera tertidur karena mengantuk, Ikarus meninggalkan ruang rawat Hera lalu berjalan ke depan, dan menemukan Miranda tengah duduk di depan sana.“Tante…”Miranda menoleh lalu bangkit. “Hera tidur?”Ikarus mengangguk. “Iya. Dia belum mau makan siang, katanya ngantuk.” Pria itu menghela napas. “Tante mau bicara apa?”“Gimana kalau kita bicara sambil duduk?” tanya Miranda.“Boleh.”Keduanya berjalan meninggalkan ruang rawat Hera lalu menyusuri koridor yang tampak lengang. Mereka melangkah memasuki kafe yang ada di lobi rumah sakit. Memesan minuman lalu memilih untuk duduk di bangku yang paling ujung agar tidak terganggu dengan lalu lalang orang yang melewatinya. Mereka duduk berhadapan
“Udah selesai sarapannya?”Suara itu membuat Hera yang baru saja menyelesaikan sarapannya kemudian menolehkan wajah lalu tersenyum. Ikarus baru saja menyelesaikan urusan administrasi karena hari ini Hera sudah diizinkan untuk pulang.“Udah. Kamu udah selesai juga?”Ikarus mengangguk lalu duduk di tepi ranjang sambil membelai wajah Hera yang terlihat lebih segar dibandingkan kemarin-kemarin.“Udah, Sayang. Tinggal nunggu obat kamu aja.” Ikarus menundukkan wajahnya, menatap sisa nampan yang ada di hadapannya sebelum membantu Hera membereskannya. “Yakin nggak mau nginep sehari atau dua hari lagi di sini?”“Ck! Kamu senang sekali kayaknya tidur sambil sempit-sempitan di sini, ya?” Hera mendecak pelan. “Aku bahkan bosan karena kegiatannya cuma bangun tidur, mandi, makan, tidur lagi, gitu terus. Aku bosan, Rus.”Ikarus terkekeh begitu melihat raut kesal Hera yang menggemaskan. “Iya, iya.”“Wah… beneran pulang nih, Ra? Nggak mau nemenin saya lebih lama?”Keduanya menoleh dan mendapati Dokter
“Good morning.” Suara serak khas orang bangun tidur itu membuat Hera yang baru saja membuka matanya lantas mengerjap.“Rus… kamu udah bangun dari tadi?”“Mm. Gimana tidur kamu? Nyenyak?” tanya Ikarus sembari menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga.Semalam, keduanya memutuskan untuk tidur lebih awal. Rasa lelah yang sempat menggelayutinya lantaran sudah beberapa hari ini mereka tidak tidur dengan nyaman, akhirnya terbayar tuntas semalam.“Nyenyak banget. Aku bahkan nggak mimpi buruk.” Hera menyurukkan wajahnya di dada bidang Ikarus, membaui aroma musk yang berpadu dengan aroma wooden yang terasa begitu menenangkan.“Bawaannya pengen tidur lagi,” ujar Hera menambahkan.“Ya udah, tidur aja kalau masih ngantuk.” Ikarus terkekeh sembari menarik tubuh Hera agar mendekat. Membawanya ke dalam dekapan, hingga rasanya Hera bisa mendengar detak jantung Ikarus yang beraturan.“Tapi aku lapar,” ujar Hera dengan wajah mendongak. “Di kulkas ada bahan makanan apa?”“Yang jelas nggak ada ba