Sayup-sayup ia mendengar orang memanggil namanya. Perlahan, Shelina membuka matanya, dan menemukan kesilauan yang menusuk matanya. Ia memejamkan matanya lagi, dan merasa kepalanya seperti ditusuk-tusuk.
Ia tak sadarkan diri untuk dua jam lamanya. Dalam mimpinya, ia melihat seseorang mengejarnya. Ia berlari sekuatnya sampai tenaganya habis. Sial, orang itu lebih cepat darinya, dan Shelina terpekik ketika orang yang mengejarnya menunjukkan sebilah pisau padanya.
Shelina terbangun dan berteriak, “Abizhar!” Dia melihat ke sekelilingnya. Tidak ada siapa-siapa. Kemudian ia merasa bagian bawah badannya sakit. Dia teringat sesuatu.
Anakku, gumamnya panik. Anakku. Di mana anakku?! Shelina meraba-raba perutnya yang terasa lebih kempis sedikit. Dia mencoba menegakkan tubuhnya, tapi kepalanya terasa nyeri sekali. Dia kembali melentangkan tubuhnya.
Ada apa ini, pikirnya bingung. Aku sakit apa? Kenapa aku mudah sekali pusing? Padahal aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Semua badanku terasa sakit. Apa yang terjadi padaku?
Tahu-tahu ia tidur lagi, dan dibangunkan oleh suara yang sangat dikenalnya. “Shelina, bukalah matamu. Aku tahu kau pura-pura.”
“Abi…,” desis Shelina menahan sakit pada sekujur tubuhnya. Ia melihat Abi berdiri dengan seseorang dibalut jas dokter. “Di mana aku? Di rumah sakitkah?”
“Tentu saja. Di mana pikirmu setelah kau membawa mobilmu dengan kecepatan tinggi?” Didengarnya suara Abi yang mengomelinya. “Apakah keadaan Shelina sudah cukup baik sekarang, Dok?”
“Mohon maaf sebelumnya, Pak Abi. Nyonya Shelina tidak dalam kondisi yang fit untuk memberi keterangan. Menurut hasil CT scan yang diambil saat Nyonya Shelina tak sadarkan diri tadi, terdapat cidera traumatik pada otak Nyonya Shelina. Selain itu…”
“Anak saya, Dokter…,” gumam Shelina kalut. “Anak saya apakah baik-baik saja?” Dua pria di sampingnya menatapnya dengan pandangan iba. Shelina menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Tidak… Tidak mungkin!”
“Biarkan saya bicara pada istri saya, Dokter,” kata Abizhar mengisyaratkan untuk ditinggalkan berdua saja di ruangan itu. Ia duduk di kursi sebelah tempat tidur. Ditatapnya Shelina secara tajam. “Kau sudah tak sadarkan diri hampir lima hari. Tidak ingatkah kau apa yang terjadi?” Abizhar menghela napas panjang melihat kebingungan di mata istrinya. “Saat kau dibawa ke IGD kau muntah-muntah. Darah bahkan keluar dari hidung dan telingamu, selain dari kepalamu tentu saja. Apakah kau sama sekali tidak ingat?”
“Aku tidak peduli. Anakku…”
“Anak itu tidak bisa diselamatkan,” jawab Abizhar dingin. Tidak ada simpati di raut wajahnya, menimbulkan rasa kecewa di hati Shelina. “Ia dilahirkan saat kau tidak sadarkan diri. Dan dia sudah mati dalam kandungan.”
“Jadi…”
“Ya anak itu sudah dimakamkan,” sambung Abizhar. Kedua matanya menyipit. “Sekarang katakan padaku, Shelin. Apa yang terjadi padamu? Mengapa kau bisa kebut-kebutan? Apakah memang niatmu untuk mencelakai Yuni?”
“Kebut-kebutan… Celakai… Yuni?” Ingin sekali Shelina menjawab suaminya, tapi dia tidak mengerti. Dia malah tidak ingat sama sekali mengapa dia bisa berakhir di rumah sakit seperti saat ini. Lagi-lagi dia menggeleng. “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan.”
“Kau sangat membenci Yuni, tidak mungkin kau tidak ingat,” jawab Abizhar dengan rahangnya yang mengeras. “Kau sangat membencinya sampai kau kehilangan anak kita!”
“Aku akui memang aku benci pada simpananmu.” Soal Yuni yang menjadi kekasih gelap Abizhar terang Shelina masih ingat. Yuni perempuan brengsek itu sudah menjadi duri rumah tangganya sejak hari pertama, namun Shelina tidak tahu relevansi antara kebenciannya terhadap Yuni dan meninggalnya anak mereka. Selain itu, kenapa Abizhar tidak terlihat kasihan sedikit pun padanya? Dia terus-terusan menuduhnya. Tidak sedihkah dia pada istrinya yang kehilangan anak mereka?
“Mobil kalian yang remuk ditemukan di jalan tol. Mobilmu menabrak mobilnya,” jawab Abizhar, disertai gemelutuk giginya. “Kau tidak ingat juga bagian itu?”
Shelina menggeleng.
“Dan karenamu, Yuni dimakamkan di hari yang sama dengan anak kita. Satu hari setelah kecelakaan itu aku kehilangan dua orang yang aku sayang dan itu semua karenamu!” bentak Abizhar berang. “Aku sangat berharap kau benar-benar lupa ingatan. Aku berharap kau mengalami cidera yang hebat, sampai kau tidak bisa mengingat dosa-dosamu pada orang-orang di sekelilingku!”
“Jadi.. Yuni mati?” Shelina berduka dengan kematian anaknya, tapi dia sedikit lega mendengar benalu itu hilang dari bumi ini. Shelina menunjukkan senyum liciknya. “Dia.. Dia pantas mati, kan? Kalian telah lama berselingkuh tanpa memedulikan perasaanku. Apa yang terjadi padanya adalah hal yang sepadan.”
“Dasar wanita brengsek,” desis Abizhar tidak percaya. “Simpananku mati karenamu! Kau… Kau pembunuh! Lagipula, perasaan apa?! Kita berdua tahu aku tidak mencintaimu, dan kau juga tidak mencintaiku. Setidaknya, saat malam pertama, aku masih perjaka tidak sepertimu!”
“Mana kutahu kau perjaka atau tidak,” jawab Shelina tenang. “Tidak bisa dibuktikan, kan?”
“Aku tidak peduli kau percaya atau tidak, yang jelas kau sudah tidak suci dan itu sudah menjadi bukti kuat kau sudah pernah menjadi wanita murahan sebelum menikah. Bahkan hari ini kau masih terlihat murahan sekali pun kemewahan bergelimang di sekitarmu!”
“Mengeluhlah sepuasmu. Ini hari kemenanganku. Walaupun aku kehilangan anak, dan aku sangat sedih karenanya, setidaknya ada hal yang harus aku syukuri yaitu kematian gundikmu.. Ha.. ha… ha…” Dengan lirihnya Shelina tertawa kencang.
“Jangan senang dulu. Saat ini polisi sedang menyelidiki kasus kecelakaanmu. Aku yakin, kau akan diseret ke kantor polisi karena kau telah berusaha menyingkirkan Yuni.”“Aku ragu dengan kondisiku yang sekarang mereka bisa menangkapku,” jawab Shelina dengan nada merendahkan. “Lagipula aku punya banyak kenalan pengacara andal. Jadi apa yang harus kutakuti?”“Ya terang saja. Aku lupa, mantan kekasihmu yang sok cakep itu juga lawyer. Siapa namanya? Oh, Philip Sadrin. Dia tanpa kau minta pasti akan datang menolongmu.”Senyum Shelina melebar mendengar kesinisan itu. “Aku ingin istirahat. Oh ya. Apakah ada yang menjengukku?”“Menurutmu? Tentu saja banyak. Teman-temanmu dari kalangan sosialita itu terang saja datang, dengan membawa wartawan pula, hanya untuk memojokanku di media,” dengus Abizhar. “Aku akui, di depan orang lain, kau sangat hebat menjaga citramu. Tapi di depanku,
"....Tapi kau tidak tahu penderitaanku sedikit pun!”“Penderitaan apa! Kau selalu mendapatkan apa yang kau mau!” Abizhar mengeluh marah. “Termasuk dirku. Kenapa sih, dari sekian laki-laki kau mengincarku? Apakah kau terlalu tidak percaya diri dengan kau yang tidak perawan, jadi kau pilih laki-laki yang berasal dari panti asuhan sepertiku?!”Sebelum menikah bahkan Shelina tidak tahu asal-muasal keluarga Abizhar. Mereka hanya kenal dua minggu dan itu pun di acara resmi saja, tidak personal. Dari ayah Shelina, Pak Edward Sutedja, Shelina mendapat informasi bahwa Abizhar diangkat oleh keluarga Soewitno saat usianya dua belas tahun. Ayah Shelina juga menekankan tidak perlu Shelina sakit hati karena Abizhar yang tidak bisa mencintai Shelina. Pernikahan itu bebas untuk dibubarkan oleh Shelina maupun Abizhar setelah ayah Shelina dan ayah angkat Abizhar mendapat apa yang mereka mau.Perjanjian Pak Edward dan Pak Ariadi Soewitno berkaitan den
“Mengeluhlah semaumu, Nyonya.” Abizhar telentang di sebelah Shelina. Ditatapnya Shelina dengan seksama. Saat kedua mata yang biasa memandangnya dengan menantang itu tertutup, entah mengapa, Abizhar merasa tenang. Dadanya hangat melihat Shelina yang tidak marah-marah. “Shelin.”“Hmm.”“Anak kita tampan,” kata Abizhar pelan. “Wajahnya mirip sekali kau.”Diingatkan soal anak Shelina membuka matanya lagi. “Apakah kau memfotonya? Tunjukan padaku, Bi. Aku ingin sekali melihatnya!”Abizhar mengangguk. Ditunjukkannya foto bayi mereka yang ada di ponselnya. “Ganteng, bukan?” Mata Abizhar tertuju pada Shelina yang terpukau melihat bayi mereka yang masih kemerahan. Ia juga melihat air mata yang mulai keluar dari sudut mata istrinya.Benarkah ada satu orang dengan dua keperibadian sepertimu, Shelin, pikir Abizhar. Kau punya sifat keibuan yang sebenarnya aku kagumi, tapi di sisi
Bukan rintihan karena menikmati sentuhan Abizhar. Rintisan itu cenderung lebih ke arah ringisan, yang terdengar seakan Shelina kesakitan. Ringisan tersebut tak pernah Abizhar dengar sebelumnya.Tubuh Abizhar didorong keras ke belakang. Shelina berteriak sambil memegangi kepalanya.“Ada apa?” tanya Abizhar khawatir. Ia berusaha mendekati Shelina namun istrinya menjauhi dirinya. “Apakah sakit kepalamu kambuh lagi?”“Jangan sentuh aku! Pergi!”Shelina tak sadarkan diri. Pada alam bawah sadarnya, ia dibawa ke kenangan buruk yang selama ini berusaha disingkirkan dari ingatannya.“Kau cantik banget sih, Shelina,” kata Oom Surya sambil mengelus pipinya yang mulus. “Sini, Oom cium dulu…” Lalu Oom Surya melakukan sesuatu yang takkan pernah bisa Shelina lupakan untuk seumur hidupnya. Shelina tak berhenti menangis dengan koyakan di bagian bawah tubuhnya. Rasanya saki
Sebenarnya, Shelina ingin mengatakan kata-kata manis untuk menghibur suaminya. Ia tahu Yuni sangat berarti bagi Abizhar, dan suaminya pasti merasa kehilangan dengan kepergian Yuni. Terkadang, aku ingin mengorbankan perasaanku, pikir Shelina sambil berjalan ke lobi rumahnya. Aku ingin mengesampingkan egoku dengan memberikan gestur pengertian kepada suamiku. Tapi aku tidak bisa. Hatiku terasa sakit hanya dengan membayangkan Abizhar mencintai wanita lain.Ketika Shelina melihat mobil sedan milik Abizhar di hadapannya, ia dibayang-bayangi suatu yang mampir ke benaknya. Kepalanya mulai sakit seperti ditusuk-tusuk pisau. Dalam benaknya, ia masuk ke mobil Lexus hitamnya, dan membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi. Jantungnya berdegup kencang seakan-akan ia dikejar seseorang.Shelina tersadar dari bayangan itu. Bahunya disentuh dari belakang. Ia segera menoleh."Jangan nyetir dulu kalau belum bisa. Biarkan aku yang mengantarkanmu," tawar Abizhar sambil masuk ke
Hati Shelina sakit saat Abizhar mengantarnya sampai ke makam anak mereka. Dapat dibacanya nama anaknya di sana. Shelby, gumam Shelina dalam hati. Sebelum kecelakaan itu terjadi, dia mengatakan pada Abizhar dia ingin menamakan nama anak mereka Shelby, gabungan nama mereka. Shelina pikir, Abizhar tidak mendengarnya saat itu.Air mata Shelina tak terbendung lagi. Dia duduk di samping makam itu, meraung meminta maaf pada anaknya. Seharusnya sebagai ibu Shelina bisa menjaga kandungannya, tidak ceroboh membawa mobilnya sampai celaka. Shelina dirisak perasaan bersalah selama berada di makam tersebut.Atau... tidak?Entah mengapa, ada sisi di hatinya, yang tidak menyesali kepergian bayinya. Sekonyong-konyong ia mengingat sesuatu di masa lalu. Dia mendengar suaranya mengatakan pada dirinya sendiri,"Anak ini tidak seharusnya lahir. Tak boleh ada yang tahu siapa anak ini.."Shelina mencoba menggali ingatannya lebih jauh, tapi yang didapatkannya hanya ke
Sudah satu setengah tahun mereka menikah namun tak pernah sekali pun Shelina menolak sentuhannya. Sebaliknya, Shelina paling senang saat Abizhar mencumbunya, membawanya ke puncak kenikmatan, tetapi sejak kecelakaan itu terjadi, Abizhar harus menelan kekecewaannya setelah ditolak berkali-kali.Bah! Sejak kapan ia ditolak Shelina di ranjang? Rasanya ego yang dimiliki Abizhar terkikis hari demi hari. Ranjang mereka yang selama ini selalu hangat dengan keringat mereka yang tak pernah absen membasahinya, kini terasa dingin.Shelina tidak hanya kaku saat disentuh. Sikapnya juga membuat Abizhar bingung. Shelina memang masih melayaninya dengan menyediakan sarapan dan makan malam untuknya. Istrinya juga setiap pagi menyiapkan pakaian kerja Abizhar. Meski tubuhnya bergerak untuk melakukan kewajibannya (selain di atas ranjang), Abizhar dapat menemukan tatapan hampa di mata istrinya.Abizhar menelepon dokter yang menangani Shelina. Kata dokter, perubahan sikap setelah
Bagaimana bisa aku peduli pada orang yang jelas-jelas membeliku, pikir Abizhar menjauh dari istrinya. Sebelum aku meneken kontrak pernikahan denganmu, ayahmu mengingatkan bahwa aku tidak lebih dari objek perjanjian antara orangtua kita. Ayah angkatku juga berkata demikian. Aku tidak boleh cinta. Aku tidak boleh sayang. Sebab yang namanya kontrak akan ada masa berakhirnya, dan hal itu berakhir setelah kita memiliki anak dan aku memperoleh tanahmu.Jadi buat apa aku capek-capek peduli padamu? Untuk apa aku sengaja menyiksa diriku dengan cinta padamu ketika aku tahu pada akhirnya kita akan berpisah? Aku tahu, setelah kau mendapat apa yang kau inginkan, kau akan mendepakku begitu saja. Aku bahkan curiga, kau akan kembali pada kekasihmu. Ya, kekasih yang telah mengambil keperawananmu.Atau bukan kekasih? Apakah wanita terhormat sepertimu, menganut kehidupan seks bebas? Ah, bukan aku ingin menghakimi pilihan gaya hidupmu, tapi kenapa hatiku sakit membayangkan kau telah dijam