Share

BAB 4 Kekejaman Ibu Tiri dan Saudara Tiri Ayra

"Assalamu'alaikum...," salam Ayra yang baru saja menginjakkan kakinya di rumah.

"Wa'alalikum salam!" jawab Yuni ibu tiri Ayra.

"Darimana saja kamu? kenapa baru pulang jam segini? tanya Yuni dengan angkuhnya.

"Ya dari kerja lah, saya kan bukan pengangguran seperti mereka," jawab Ayra yang melirik kedua saudara tirinya.

Yuni pun tak terima ketika anaknya dikatai pengangguran "Berani sekali kamu menyindir anak-anak saya,"

Ayra hanya memutar kedua bola matanya yang sangat malas mendengar ocehan ibu tirinya.

"He, Ayra lama banget sih kamu pulangnya, cepatan masak, kami sudah sangat lapar." Mayumi tiba-tiba datang dan mengomeli Ayra.

Ayra hanya diam tak menanggapi ucapan Mayumi ia langsung ke kamar meletakkan tas kerjanya dan mengganti baju agar lebih nyaman untuk memasak dan beres-beres.

"He Ayra, minta uang dong, gue mau beli baju," ucap Winda 

"Gue belum gajian!" jawab Ayra.

"Lo pelit banget sih, gue baru minta uang untuk beli baju aja gak lo kasih," omel Winda.

Ayra saat ini sangat merasa kesal, masih capek baru pulang kerja, sampai rumah disambut dengan ocehan-ocehan ibu tiri dan saudara tirinya, Ayra ingin sekali berteriak mengeluarkan semua unek-ueknya namun dia tidak mempunyai teman untuk bercerita, Naura memang banyak berteman dengan teman kantornya namun hanya berteman begitu saja tidak terlalu akrab, tidak ada yang menjadi teman curhatnya.

Dulu Ayra pernah mempunyai sahabat, namun sahabatnya menikungnya dari belakang, sahabatnya merebut pacar Ayra yang sering ia ceritakan dengan sahabatnya. Semenjak itu Ayra tidak pernah percaya yang namanya sahabat.

Sejak itu Ayra selalu menutup diri, tidak pernah membicarakan masalahnya kepada orang lain.

"Winda, daripada lo ganggu gue, lebih baik lo bantu gue masak dan beres-beres," ajak Ayra.

"Apa lo bilang memasak! bantu lo! enak banget lo nyuruh-nyuruh gue," bentak Winda.

Yuni yang mendengar omelan Winda pun datang dari depan, mengomel-ngomel,"Aduh! ada apa sih ini brisik banget,".

"Ini ma, Ayra nyuruh-nyuruh aku untuk memasak dan beres-beres." adu Winda.

PLAK

Pipi putih mulus Ayra kini menjadi merah akibat tamparan Yuni, "Dasar anak sial, berani sekali kamu menyuruh Winda mengerjakan tugasmu,".

"Ayo kita pergi dari sini biarkan dia disini sendiri." Yuni mengajak anak-anaknya pergi dari dapur.

Air mata Ayra yang sedari tadi ditahannya kini tak terbendung lagi, air mata Ayra mengalir begitu saja. Walaupun pun begitu Ayra masih meneruskan pekerjaannya, ini demi ayahnya yang akan pulang sebentar lagi, dia harus sudah selesai masak dan beres-beres.

Ayra tidak pernah mengadu kepada ayahnya tentang siksaan ibu tiri dan kedua adik tirinya, karena jika dia mengadu maka ibu tirinya akan membalikkan fakta dan ayahnya lebih percaya dengan ibu tirinya. Ibu tiri Ayra dan kedua adik tirinya sangat pandai berakting didepan ayah Ayra.

"Akhirnya selesai semua," gumam Ayra dan bergegas kekamar untuk segera mandi dan menyambut kepulangan ayahnya.

"Assalamu'alaikum," salam seorang pria paruh baya yang menenteng tas kerjanya.

"Wa'alaikum salam," jawab Yuni dan kedua anaknya yang sedang duduk bersantai di depan televisi.

"Ayah kok lama banget pulangnya," ucap Yuni menyambut suaminya baru pulang kerja.

"Loh Ayra mana?" tanya Ayah Ayra yang bernama Baskara.

"Biasalah mas, Ayra kalau pulang kerja selalu berada di dalam kamar, nanti keluar kamar kalau mau makan malam aja," adu Yuni.

"Yuni... biarkan ajalah Ayra kan baru pulang kerja, mungkin dia lelah, dia butuh istirahat. Lagipun masih ada Mayumi dan Winda yang tidak bekerja, mereka bisa membantumu memasak, menyuci dan beres-beres rumah." ucap Baskara.

Yuni tidak terima jika suaminya membela Ayra, " Mas ini seharusnya jangan terlalu memanjakannya, nanti dia jadi besar kepala kalau mas selalu membelanya,"

"Itu tidak mungkin Yuni, sudahlah ayah mau mandi, sebentar lagi waktunya makan malam." ucap Baskara.

Ayra mendengar semua yang dikatakan oleh ibu tirinya kepada ayahnya, Ayra kini bersandar di pintu kamarnya dengan posisi berjongkok dan tangan dilipat diatas lututnya dan kepala mendongak keatas. Air matanya kembali keluar dengan derasnya.

Ayah, Ayra masih bertahan disini karena ingin menjaga ayah, Ayra tidak mau mereka menyakiti ayah, biarlah Ayra yang menggantikan penyiksaan mereka, batin Ayra.

Baskara, Yuni, Mayumi, dan Winda kini sudah berada di meja makan, namun Baskara tidak melihat Ayra.

"Ayra masih belum keluar dari kamar?" tanya Baskara.

"Belum ayah," jawab Mayumi.

"Sudahlah Ayah, mungkin dia sudah makan di luar bersama dengan teman atau pacarnya," ucap Yuni.

Mayumi dan Winda ingin mengambil makanan, namun dilarang oleh Baskara," Mayumi, Winda tunggulah Ayra, mungkin dia sedang menyelesaikan pekerjaannya."

"Ayah, kami sudah sangat lapar, kalau ayah mau memanggilnya, ayah panggil aja jangan larang kami untuk makan," ucap Mayumi.

"Iya ayah, Mayumi benar, mereka seharian capek juga loh yah, beres-beres rumah." Yuni membela anaknya karena dia juga sudah sangat lapar dan ingin segera memakan makanannya.

"Ayah bilang jangan ada yang makan dulu, tunggu ayah dan Ayra datang," bentak Baskara.

Baskara pun pergi menuju kamar Ayra, sampainya di depan pintu Ayra, Baskara mengetuk pintu kamar Ayra yang sedari tadi tertutup.

Tok, tok, tok

Ayra membuka pintu kamarnya namun sekarang sudah memakai masker wajah, Ayra tidak ingin ayahnya tahu jika ia baru saja menangis.

"Ada apa ayah?" tanya Ayra begitu Ayra membukakan pintu untuk ayahnya.

"Kamu kok gak datang kemeja makan, kamu sudah ditunggu dar tadi loh," jawab Baskara.

"Maaf ayah Ayra lupa bilang, Ayra sudah makan tadi." bohong Ayra.

"Apa kamu bilang? kamu sudah makan? kami dari tadi menunggu kamu sampai kelaparan sedangkan kamu seenaknya bilang sudah makan dan sekarang sedang melakukan perawatan," murka Yuni yang baru saja datang dan langsung marah dengan Ayra.

"Maaf ayah, lain kali Ayra akan mengatakan kepada ayah," sesal Ayra.

"Baiklah, kalau begitu istirahatlah," ucap Baskara.

"Iya ayah." Ayra menutup pintu kamarnya kembali.

Ayra sebenarnya belum memakan apapun, namun dia selalu menyetok roti didalam tasnya, berjaga-jaga jika dia tidak sempat makan siang maka ia akan memakan roti itu.

Ayra memakan rotinya  dan air matanya kembali turun. Ayra sangat merasa terpukul. seharian ia merasa semua orang sangat menyebalkan baginya.

Tring... Tring.... Tring...

Suara ponsel Ayra berdering, Ayra melihat nama yang memanggilnya," Pak Arthur?"

Ayra segera mengangkat panggilan teleponnya karena itu adalah dari bosnya, Ayra segera menggeser icon hijau di ponselnya.

"Hallo pak," jawab Ayra.

"Hallo Ayra, apakah berkas untuk di bawa ke London sudah selesai?" tanya Arthur.

"Sudah pak, dan sudah saya kirim ke email bapak," jawab Ayra.

"Kalau begitu kamu bersiap, sebentar lagi kita akan berangkat ke bandara," peintah Arthur.

"Apa pak Bandara? ngapain pak?" tanya Ayra.

"Kita berangkat ke London malam ini," jawab Arthur.

kamu segera bersiap satu jam lagi saya akan menjemput kamu, jangan lupa berkas-berkasnya." lanjut Arthur.

"Ta...Tapi pak," 

"Tidak ada tapi-tapi, kamu lupa kalau kamu sekarang adalah sekretaris saya?" tanya Arthur.

"Tidak pak," jawab Ayra.

"Baiklah, saya tidak mau kamu terlambat, pokoknya saya sampai disana kamu sudah siap dan segera masuk ke dalam mobil," perintah Arthur tanpa ada penolakkan.

"Iya pak," ucap Ayra dengan sangat terpaksa.

Tut...

Panggilan telepeon pun diakhiri oleh Arthur bergitu saja.

"Dasar pemaksa, dan aneh, masa iya gue harus packing-packing buru-buru gini," gerutu Ayra

Empat puluh lima menit sudah berlalu, Ayra sudah bersiap packing, Ayra menarik kopernya dan juga menenteng tas kecil dan juga tas kerjanya.

"Ayra kamu mau kemana?" tanya Baskara ketika melihat Ayra membawa koper.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status