Share

Bau

Setelah tiga hari di rumah sakit, akhirnya diizinkan pulang oleh dokter. Tak lupa aku meminta resep obat anti mual. Tujuannya supaya orang lain tidak mengetahui perihal kehamilanku.

Selama tiga hari pula, ponsel aku nonaktifkan. Alhasil, begitu diaktifkan berderet pesan yang masuk. Tertera pesan dari Bang Suryadi, Pak Dewa dan dari Jaka, adik pertama. Kubuka pesan Jaka terlebih dahulu.

[Teh, aktifin atuh nomorna. Ambu cemas.]

[Kalau besok teteh gak ada kabar, Ambu sama Jaka mau nyusulin teteh!

Ya ampun, berarti hari ini. Mereka tidak boleh ke sini. Tidak mau ada keluarga yang mengetahui keadaanku saat ini. Segera kutekan nomor Ambu.

“Neng, kamu teh kamana wae? Gimana kabar Neng? Sehat? Baik-baik saja? Ambu cemas pisan, Neng ....” cecar Ambu saat telepon tersambung.

“Ada, Ambu ... Maaf, Neng sibuk pisan. Ambu, Abah dan Adek-Adek sehat?” tanyaku berusaha bersikap biasa-biasa saja.

“Sehat. Eh, sebentar. Ini Abah mau bicara.”

Terjadi keheningan beberapa saat.

"Hallo, Neng?"

“Hallo, Abah?
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status