All Chapters of Istri Pilihan Mama: Chapter 31 - Chapter 40
124 Chapters
Bertanggung Jawab
Matahari telah beranjak naik ke peraduan, menyambut datangnya hari baru. Tantri telah bersiap dengan beberapa map berisi curriculum vitae dan tulisan tangannya yang bertujuan melamar pekerjaan dari satu tempat ke tempat lain. Ia ingin mengadu nasib sekali lagi. Setidaknya ia sudah berusaha dengan terus mencoba peruntungan menjadi lebih baik. "Bi, Tantri berangkat dulu, ya!" pamit Tantri seraya memakai flat shoes miliknya. Gadis cantik itu mencomot selembar roti tawar tanpa isi dan meneguk air bening di sampingnya. Merasa kenyang karena perutnya telah terisi, Tantri mengulurkan tangan ke arah sang bibi. "Doain Tantri ya, Bi, semoga ada yang mau menerima Tantri kerja!" ucap Tantri meminta doa pada Yusti. "Tunggu dulu! Jangan langsung berangkat, makananmu biar turun dulu, biar jadi daging! Badan kamu tuh kurus banget tahu nggak?" nasihat Yusti seraya mengomentari sang keponakan. "Bibi selalu doain yang terbaik buat kamu! Semangat, ya!
Read more
Cemburu?
Yadi kebingungan saat tubuh Yusti yang tak bisa dikatakan ringan itu jatuh di atas kedua tangannya. Ia tak menyangka gara-gara ucapan Arsaka, wanita itu pingsan. Buru-buru, ia membawa tubuh itu ke dalam rumah dan meletakkannya di atas sofa panjang yang ada di ruang tamu. "Ya Allah, berat banget sih kamu, Yusti! Makan apa kamu tiap hari? Bukan makan orang kan, ya? Masyaaallah, ini sih berasa kayak lagi gendong si Mamat!" gerutu Yadi mengomentari berat badan Yusti. Sekedar info, Mamat adalah kambing Jawa milik Yadi yang berat badannya hampir mendekati satu kwintal alias seratus kilogram. Lain Yadi, lain Arsaka. Pria tampan itu justru mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Rumah sederhana yang besarnya masih kalah jauh dengan istana miliknya itu ada di depan matanya. Ia tak menyangka Tantri hidup di tempat seperti ini. Netra hitam pria itu menelusuri setiap sisi dan berakhir pada beberapa gantungan pigura di dinding. Di
Read more
Si kecil Kayla
Banyu kebingungan di ujung telepon, ia menerka-nerka apa yang terjadi pada Tantri saat ini. Panggilannya dimatikan secara tidak sadar oleh Tantri karena ada sesuatu yang jauh lebih penting dari obrolannya bersama Banyu. Kembali ke Tantri.. Tantri menarik tubuh seorang anak perempuan berusia sekitar enam tahunan yang berlarian di zebra cross. "Awas!!" pekik Tantri yang tanpa takut atau pun ragu memeluk anak itu ke dalam pelukannya hingga mereka terjatuh di trotoar dan selamat dari mobil yang hendak melaju kencang. Dugg"Aaaww!!!" pekik Tantri begitu melihat sikunya mengenai kerasnya trotoar jalan. Namun, ia tak merasakan itu lagi di saat gadis kecil yang ditolong olehnya baik-baik saja. Tiin Tiin Tiin Suara klakson mobil berbunyi nyaring mengejutkan Tantri dan si gadis kecil dalam rengkuhan tangannya. "Kalau punya adek dijagain yang bener, dong! Untung bisa direm, coba nggak
Read more
Terima atau Nggak?
Tantri menggeser tubuhnya agak jauh dari kedua orang yang belum dikenalnya tersebut agar leluasa berbicara pada seseorang di ujung telepon. Banyu. Astaga! Tantri lupa bahwa tadi ia sedang berbincang dengan pemuda tampan itu. "Ya, halo, ada apa, Mas Banyu?" tanya Tantri penasaran. Gadis cantik itu melihat benda yang melingkar di pergelangan tangannya di mana di sana jarum jam berhenti di angka delapan. Kenapa Banyu masih bisa menghubunginya? Apa dia tidak bekerja? Sejuta tanya menyelinap satu per satu di dalam pikirannya. "Tantri, kamu baik-baik aja, kan? Kenapa firasatku mengatakan ada apa-apa sama kamu hari ini! Kamu jangan pernah sekali-kali menutupi sesuatu dari aku, ya! Karena apa? Karena aku mengawasimu! I'm watching you! Hehehe," ungkap Banyu diakhiri kekehan menyebalkan di telinga Tantri. Mau tak mau senyuman tipis terulas di wajah cantik gadis tersebut. "Mas kok bisa telep
Read more
Pertanyaan Jebakan
Tantri mengikuti urutan penerimaan pegawai baru di butik mewah tersebut. Ia merasa rendah diri walau hanya sesaat. Ia tak bisa dengan mudahnya menghalau perasaan itu. Banyak sekali para wanita berusia matang yang mengikuti seleksi penerimaan pegawai. Tantri menghirup napas dalam-dalam menguatkan hati dan pikirannya agar tetap berada di tempatnya."Semangat Tantri, kamu harus yakin dan percaya diri! Semoga aku termasuk dalam orang-orang yang beruntung!" harapnya dengan berucap lirih. Para pelamar digiring ke dalam dan diajak ke sebuah ruangan di mana di sana semua orang-orangnya berpenampilan elegan. Tantri mulai mendengar detak jantungnya berdendang dengan lantang. 'Astaga, sabar Tantri! Jangan pesimis, lakukan semampumu!' batin Tantri menguatkan diri. Mereka semua mendapat kertas kecil di mana di sana tertera angka yang diyakini sebagai nomor urut para pelamar. Tantri menerima angka 44.Apak
Read more
Insiden Jahit Menjahit
Tantri terhenti. Lidahnya mendadak kelu disertai suara yang tercekat di dalam tenggorokannya. Ia tak bisa berkutik selama beberapa saat. Dengan berani, Tantri menatap ke arah Arjuna. "Mohon maaf, Pak. Jika membahas masalah gaji, kiranya itu bukan saya yang harus menjawab. Saya yakin butik ini sudah menentukan standar gaji yang tepat untuk semua karyawan dari berbagai posisi. Saya mengikuti semua prosedur dan kebijakan butik ini jika memang saya diterima di sini. Begitu, Pak!" jawab Tantri lepas. Ia sudah mengungkapkan apa yang ada di dalam hati dan pikirannya. Perkara nanti diterima atau tidak, ia sudah pasrah. Yang penting ia sudah jujur dan yakin. Jika memang ini adalah rejeki untuknya, Tuhan pasti akan mengijinkannya bergabung di butik ini. Arjuna mendekatinya lalu mengulurkan tangan ke arahnya."Selamat bergabung dengan butik ini, butik Rose menerima orang jujur seperti kamu." Arjuna berucap den
Read more
Tidak Ada Yang Gratis!
Dokter dan beberapa perawat di dalam ruangan itu hanya tersenyum menanggapi ucapan Tantri. Tantri panik, wajahnya pias. Dengan begitu bijak dan sabar, sang dokter segera buka suara, "Nona, kalau tidak lekas dijahit yang ditakutkan akan terjadi infeksi dalam dan serius, seperti tetanus, Fasciitis Nekrotikans atau infeksi parah pada jaringan lunak yang dapat disebabkan oleh beragam jenis bakteri, dan masih banyak lagi. Ya itu adalah sedikit contoh yang akan terjadi jika luka robek ini tidak segera dijahit." dokter tersebut tersenyum usai sedikit memberi penjelasan pada Tantri. Tantri terkesiap. Sumpah demi apa pun, ia sudah tak mau berurusan dengan suntik, jahit menjahit luka dan lain-lainnya. Berusaha menganggap bahwa ini adalah mimpi belaka, namun semua ini adalah nyata adanya. Tantri benar-benar pasrah. Ia menyapukan pandangan ke segala arah dan berhenti pada para tim medis yang telah bersiap memberikan penanganan pad
Read more
Kena Lagi!
Arjuna terkekeh geli melihat ekspresi aneh dan konyol Tantri saat ini."Kamu ngapain? Emangnya saya mau ngapain kamu? Jangan mikir negatif, deh! Saya cuma mau bilang sama kamu satu hal dan harus kamu ingat baik-baik!" celetuk Arjuna dengan ekspresi konyol. Tantri menatap penuh keheranan pada pria matang yang jujur saja cukup tampan tersebut. "Apa itu, Pak?" tanya Tantri cepat dan mendesak ingin tahu. "Kamu kerja yang bener! Mulai besok kamu kerja, kamu sanggup, kan? Atau mau minta penundaan waktu? Saya sebagai HRD masih punya hati dan welas asih, loh.." ucap Arjuna ambigu dan sengaja menjeda penjelasannya. Hati? Hati? Tantri mendelik tajam. Sungguh ia tak mengerti dengan maksud ucapan Arjuna padanya. Tak mau terus menerka, Tantri segera meminta penjelasan. "Maksud bapak bagaimana, ya? Saya nggak paham sama sekali! Kalau yang saat ini sedang dibahas adalah penundaan waktu, saya lebih mem
Read more
Itu dia!
Yusti mengamati dua tamunya dengan mata yang menyipit. Ia tampak tak suka dengan kedatangan keduanya. "Kalian mau ngapain nungguin Tantri? Lebih baik kalian pulang saja! Percuma!" usir Yusti sekali lagi. Tampaknya ia benar-benar tak mau di rumah kecilnya terisi dua orang ini. Arsaka menatap penuh keheranan pada Yadi dan Yusti silih berganti. "Bibi, saya ke sini ingin meminta maaf dan berbicara langsung pada keponakan bibi! Tolong biarkan saya bertemu dengannya! Setelah itu saya akan pergi dari sini," tegas Arsaka. Yusti mengerucutkan bibirnya sambil sesekali melirik jarum pendek jam dinding yang baru saja berpindah posisi ke angka sebelas. 'Tantri, kamu di mana, sih? Cepatlah pulang, Nak!" batin Yusti khawatir. Yadi terbatuk-batuk. Sesuatu nampaknya baru saja melintasi kerongkongannya hingga membuatnya tersedak. Air! Pria itu butuh air! "Yusti, bisakah aku minta air m
Read more
Tiga Kali Lipat
Arsaka beranjak dari tempat duduknya sembari memperbaiki kerah kemeja beserta jas mahalnya. Lelaki tampan itu melihat ke arah sang gadis manis yang memakai tampilan khas orang pencari kerja dengan balutan kemeja serta padupadannya. Tatapan Arsaka kini mengarah pada siku gadis itu, tak mau membuang waktu ia meninggalkan Yusti yang masih kesal padanya dan mendekati Tantri. "Hei mau ke mana kamu? Aku belum selesai bicara sama kamu! Dasar anak muda nggak punya sopan santun!" umpat Yusti tak terima ditinggalkan begitu saja oleh Arsaka. Hendak menghadang Arsaka yang berusaha mendekati Tantri, Yadi terlebih dulu pasang badan membela sang majikan. "Yusti! Udahlah biarkan mereka bertemu dan bicara terlebih dahulu! Biarkan yang muda yang bercinta, sekarang kita menunggu di sini saja, ya?" ucap Yadi yang seketika mendapat tatapan tajam dari Yusti. "Sorry, ya! Cuih!" pekik Yusti yang langsung meninggalkan Yadi di ruan
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status