All Chapters of Takdir Yang Tertunda: Chapter 61 - Chapter 70
143 Chapters
Episode 62
Jantung aku itu kaget, bukan karena dia bilang cinta sama aku, tapi karena dia sudah mencuri ciuman di bibirku. Dan yang lebih membuat aku ciut, di seberang pintu sudah ada seseorang yang dengan geramnya mengepalkan tangan kokohnya.  Tergesa mendekati kami. "Lepasin dia, brengsek! Bukk!" Aku terjengkal ke samping, sedang dokter Careld sudah terjungkal dengan darah di bibir. Tidak sampai di situ saja, Ray meraih tubuh sepupunya dan lagi-lagi dihantamnya tubuh kekar itu. Kali ini dokter Careld tidak tinggal diam, dengan sigap dia tangkis tangan Ray, dan di balasnya pukulan itu telak kena hidung Ray. Seketika itu hidung Ray mengeluarkan darah. "Stop!" Hentikan! Aku bilang!" teriakku sekuat tenaga dan berharap mereka berhenti. Suara isak tangisku menderu, terisak, sesenggukan. Tapi mereka patuh dengan titahku. Melihat aku menangis tersedu begitu dengan posisi terduduk lunglai, mereka menghentikan perkelahian itu. Dokter Careld mendeka
Read more
Episode 63
"Ray, lepasin! Please," ucapku memohon, karena kurasakan pedih di pergelangan tanganku. Laki-laki itu masih dengan wajah tegang menarikku ke tempat yang begitu sangat jauh dari ruang ICU. Ketika sampai di pojok rumah sakit, dia melepaskan aku dengan kasar, sampai-sampai aku terjerembab. Oh Tuhan! Kenapa, laki-laki ini menjadi kasar sekali. Tatatapanya begitu menakutkan. Wajah dinginnya begitu menyeramkan, bahkan bibir itu membentuk lengkungan tanpa kata. Terkatup rapat. Diperhatikannya aku dengan sorotnya yang tajam. Hazel matanya berpendar dengan binar hitamnya. Aku menelan salivaku yang kering dengan susah payah. Tapi, kali ini aku yang akan mengambil inisiatif. Aku mengenal Ray lebih dari 6 tahun. Mungkin hanya aku saat ini yang mampu menyamankan hatinya. Aku mendekatinya dan berdiri tepat di hadapannya. Kuraih jemari yang terasa dingin itu. Dan dia merespon dengan cepat. Seketikaj itu aku merasakan ada aliran darah yang menyengat d
Read more
Episode 64
Apa bisa semua kembali seperti semula, sedangkan hatiku merasa sangat terluka, meskipun tidak mengurangi kadar cintaku pada sosok ini. Laki-laki yang tengah memelukku dan memohon padaku untuk kembali padanya. Padahal beberapa hari atau minggu yang lalu dia lah yang mencampakkan aku dan meninggalkan aku demi akan menikahi mantannya. Aku masih bergeming dengan pelukannya, tanpa ingin membalasnya atau berniat menolaknya. Ada yang bergemuruh hebat di dadaku. Antara benci dan marah, tapi rasa cinta itu masih begitu besar terhadapnya. Tiba-tiba baik aku dan Ray dikejutkan dengan getaran yang berasal dari ponsel genggamku. Segera kuangkat panggilan itu. "Iya, Dok," "Move, Kamu di mana?" Cepat ke ruang perawatan ya, Nafisya sudah siuman." "Oh baik, Dok." Sekelumit pembicaraan singkat ditelpon dengan dokter Careld pun kututup. Berniat ingin pergi menemuinya, namun badanku terkungkung oleh Raya Dinata. "Lepasin Aku, Ray. Aku harus kerja.
Read more
Episode 65
"Move!" Suara itu memanggilku dengan langkahnya yang setengah berlari. Aku tak acuh. Ku abaikan dia, yang mengejar langkahku dengan tergesa.  Aku kesal dengan sikap mereka. Kekanak-kanakan. Kalau perempuan lain mungkin bahagia dan bangga jadi rebutan. Lain dengan aku. Aku merasa seperti terhina di jadikan bahan rebutan apa lagi sampai berantem dan baku hantam.  Aku merasa statusku ini sangat menyakitkan. Meskipun aku janda tapi aku tak semurah itu. Yang bisa dilempar sana lempar sini. Dari awal mula Dattan mengatakan ingin menikah denganku, sampai dokter Careld melamarku juga. Seolah-olah aku ini wanita gampangan. Apalagi Ray! Mentang-mentang mantannya hamil dengan suaminya yang belum jadi di ceraikan, seenak-enaknya saja laki-laki arogant itu mau kembali sama aku. Memangnya aku ini apa?  Sampah yang bisa dibuang kalau sudah nggak berguna, terus di pungut lagi kalau masih ada manfaatnya! Dasar brengsek! Aku berjalan deng
Read more
Episode 66
Aku semakin terisak, punggungku terguncang hebat. Ray menghentikan aktivitasnya. Di putarnya tubuhku menghadapnya. Didapatinya air mata itu sudah membanjiri pipi tirusku. "Sayang, kenapa menangis seperti ini? Aku minta maaf sudah sangat menyakitimu. Aku minta maaf. Maaf, Sayang," ucapnya berulang-ulang sambil menghapus air mataku. "Jangan nangis lagi, kumohon ...," sekali lagi dia menghiba. Kucoba menghentikan air mataku. Walau terasa sesak dadaku dengan isak tangis yang terpaksa harus kuhentikan dengan mendadak. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku memejamkan mataku berusaha menghalau debar jantungku yang seolah mau copot.  Padahal sudah 6 tahun aku mencintainya meskipun putus nyambung, tapi tetap aja kalau berdekatan dengannya selalu berdebar. Apalagi bau mintnya itu bikin ketagihan, bikin candu buatku. Tiba-tiba tangannya meraih daguku. Ketika aku membuka mata, wajahnya begitu dekat denganku. "Katakan, apakah kamu
Read more
Episode 67
Uhh! Badanku rentek semua. Mungkin karena sudah lama nggak begituan.  Aku masih berdiam diri di balik selimut yang berbagi dengan laki-laki yang semalam dengan perkasanya memberikan kenikmatan batin untukku. Kutengok ke samping. Masih dengan mimpinya yang indah dia terpejam. Hanya segaris senyum tipis terlihat di bibirnya dengan mata terpejam. Aku mengelus pipi dengan rahang kokoh itu. "Tampan." batinku sambil tersenyum. Bagaimana bisa aku meninggalkannya, kalau laki-laki ini sekarang jadi canduku? Semakin ku pertegas elusan di pipinya. Kuurai rumbai rambutnya yang menutupi dahinya. Laki-laki muda yang usianya jauh di bawahku. Mampu membuat aku bertekuk lutut. Dengan hangat kusentuh dahi, mata, dan hidung itu dengan bibirku. Dan ku putus sentuhan itu ketika  mendekati bibir kokohnya itu. Aku menarik kepalaku ke belakang. Tapi sesaat sudah terbenam di dalam rahang-rahang kokoh itu.  Ray melahap habis bibir dan lid
Read more
Episode 68
Aku hanya bergeming ketika sudah sampai di tempat yang di maksud. Sebuah tempat yang nyaman, di sebuah mobil yang terbilang besar. Di dalamnya ada tempat untuk menjamu tamu yang datang. Di sana juga sudah ada sosok yang sangat ku kenal. Nathan! Ternyata ini semua sudah bagian dari rencananya. Aku tak menyangka kalau dia akan serius dengan ucapannya waktu itu. Dan aku kira apa yang sudah aku sampaikam waktu itu akan menjadi pemikiran buat orang tua Nathan terutama mamanya. Aku jadi pusing di buatnya. Ada rasa nggak enak tiba-tiba menjelma di hatiku. "Masuk, Move. Kita bicara di dalam." ucap mamanya Nathan pendek yang kusambut dengan anggukan. Setelah aku duduk berhadapan dengan laki-laki itu, lalu mama Nathan pun duduk di samping putranya. "Begini, Move. Tante to the point saja. Nathan menyukaimu dan dia ingin kamu menjadi istrinya. Tidak peduli dengan masa lalu kamu, meskipun kamu seorang janda atau mungkin kehidupanmu lebih susah daripada kam
Read more
Episode 69
"Hei! Stop! Stop--!" Aku panik melihat Ray yang kalap. Dan Nathan tak sedikitpun melawan. Ray tidak menghiraukan teriakanku, bahkan dia terus merangsak maju menggapai tubuh Nathan yang kekar. Memukulnya lagi dan menendangnya. Mencengkram leher laki-laki dewasa itu. "Ray! Cukup! Aku mohon!" teriakku sambil berlari menghampiri mereka berdua, mencoba melerai Ray yang sudah siap memukul Nathan lagi. Dan-- "Bukk-- Gelap! Aku merasakan gelap gulita, seolah tak ada pencahayaan. Bahkan aku merasakan sendiri dalam kegelapan itu. Lama-lama aku merasakan sesak napas dan sulit sekali bernapas. Ni---tt-- Suara itu terdengar setelah aku sudah nggak merasakan apa-apa selain teriakan itu. "Move! Move!" Itu suara teriakan Ray dan Nathan.Setelah itu aku tak bisa mendengar apa-apa lagi. Seolah mimpi panjang, aku membuka mataku pelan. Aku tahu aku pingsan. Aku masih ingat betul bagaimana caranya Ray melayangkan pukulan itu. Bahkan puk
Read more
Episode 70
Dengan berlari secepatnya, dokter Careld segera membuka pintu VIP tersebut diikuti oleh Ray. Dan mereka hanya bergeming, tertegun dengan apa yang mereka lihat. Ray, rasanya ingin melompat dan menubrukkan dirinya pada sosok itu. Sedang Carel rasanya tak percaya dengan netranya. Dia mengerjabkan mata berkali-kali hanya untuk memastikan apa yang dia lihat itu nyata apa mimpi. Sosok itu menoleh. Wajah piasnya terlihat jelas. Tapi senyum di bibir pucatnya tetap menawan. "Hei, kalian--, ada di sini. Boleh nggak, Aku minta tolong. Aku haus, tapi nggak ada air minum di sini." Dengan buru-buru kedua laki-laki itu saling bertubrukan hanya untuk mengambil segelas air putih. "Ini Move!" Dengan berbarengan mereka menyerahkan segelas air minum itu.  Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku mereka. "Dok, sudah berapa lama Saya di ruangan ini?" Dengan tatapan penasaran aku meminta jawaban atas pertanyaannya. Dok
Read more
Episode 71
Aku tertunduk dan mulai terisak. Ku coba mebahan tangis itu, tapi aku gagal. Guncangan hebat itu nampak dari puncak punggungku. Ray sedikit terkejut. Tapi dia sudah tidak ingin menyakiti lebih jauh lagi perasaanku. Dibiarkannya isakku makin terdengar. Dan itu semakin membuat perih hatiku. "Kenapa kamu tidak oernah bilang, kalau kamu tidak menginginkan hubungan yang terikat. Kenapa kamu tega membiarkan aku menunggumu selama 6 tahun kebih?" Suaraku masih sedikit serak, ketika beberapa menit aku mencoba menguasai diriku lagi. Tak ada hawaban dari Ray. Dan itu sudah biasa. "Aku harap kita tidak usah ada hububgan apa-apa lagi. Dan jangan sampai kita kembali menjalin hubungan ini. Aku akan berusaha melupakanmu dan menutup hatiku untukmu." Kalimatku yang agak panjang itu mampu membuat Ray merespon. Laki-laki itu menolehkan wajahnya yang keliatan berantakan. Dengan pandangan kosong dia menatapku. "Semoga kamu bisa bahagia setelah aku lepaskan
Read more
PREV
1
...
56789
...
15
DMCA.com Protection Status