All Chapters of Give Me Your Love: Chapter 71 - Chapter 80
120 Chapters
71. The Truth Revealed
Ingatan Lynea tertuju pada kalimat dari Jenna. Bisa saja ada wanita lain dalam hidup Gabriel selain dirinya. Kini, sebuah ponsel berdering dan entah kenapa sang dokter menunjukkan sikap berbeda. Selama ini, Gabriel santai saja menerima telepon dari siapa pun di hadapan Lynea. Mengapa kali ini ia ingin menerima telepon di tempat lain? Bahkan sampai hendak meninggalkan ruangan. “Kenapa kamu mau keluar? Kenapa tidak menerima panggilan telepon itu di sini saja?” Lynea mengerutkan alisnya. “Tidak apa-apa. Hanya saja, khawatir suaraku terlalu besar nanti mengganggu ketenangan. Sudah aku silent saja sekarang,” jawab Gabriel mengeluarkan ponsel dan menjadikan mode diam. “Ponselmu baru?” Lynea melihat tajam pada benda di genggaman Gabriel. “Iya, ini baru karena yang lama bermasalah.” “Bermasalah kenapa?” “Susah mendapat sinyal.” Lynea terdiam. Jadi ini penyebab kekasihnya sulit dihubungi ketika sedang berada di desa kemarin.
Read more
72. New Atmosphere
Jenna tidak tahu harus berbuat apa. Ia menuruti saja permintaan Lynea dan mengatakan pada perawat bahwa majikannya itu ingin pulang paksa. Kondisi Lynea yang masih lemas karena kehilangan banyak darah saat keguguran siang tadi, ditambah gegar otak ringan sebenarnya telah menjadi alasan kuat kenapa ia harus bermalam di rumah sakit. Kejadian memilukan dengan Gabriel membuatnya mual untuk berada di sini lebih lama lagi. Ia ingin pulang dan menenangkan diri di kamarnya. Selain itu, Lynea juga tidak mau apabila Gabriel kembali menemuinya. Dengan berada di Istana De Luca, tentu ia akan jauh dari kekasihnya itu. Hatinya berantakan. Kehilangan anak dan juga kehilangan kekasih pada hari yang bersamaan. Ya, baginya peristiwa ini sama saja ia telah kehilangan Gabriel. Kepercayaan adalah sesuatu yang sangat rapuh seperti cermin. Ketika ia pecah dan disatukan kembali, bekas serpihannya akan selalu terlihat. Dilanda kebingungan, Jenna akhirnya menelepon Bryant dan Alonzo.
Read more
73. Give Me The Gun
Wajah Alonzo semakin tertekuk layaknya kertas kusut. Kabar kepergian Lynea menjadikan sorenya semakin kelabu. Belum hilang rasa sedih akibat kehilangan bayi di dalam kandungan Nyonya Besar De Luca, kini sang Nyonya Besar itu sendiri hendak pergi meninggalkan semua. Ia menatap nanar pada ruang terapi yang khusus dibuat untuk kesembuhan Enrico. Pertama, ia membayangkan sesuatu yang “ajaib” akan terjadi di sini. Permasalahan Lynea dengan Gabriel bisa jadi berkah terselubung bagi Enrico. Namun, lagi-lagi harapan tinggalah harapan, kutuknya dalam hati. Kadang Alonzo berpikir, apakah Kakek Fransiscuss sedang menghukum mereka semua karena mempermainkan janji suci pernikahan? Sementara itu, sudah satu minggu lebih Lynea berada di kabin. Udara segar dan suasana tenang berdampak positif untuk penyembuhan. Malam ini, ia sedang bersiap untuk memberi tahu Enrico bahwa dalam tiga atau empat hari ke depan, ia akan mulai pergi mencari tempat tinggal baru. Di rekening
Read more
74. Back In One Bed
Udara pegunungan begitu menusuk, terutama saat menjelang musim dingin yang akan datang dalam beberapa hari ke depan. Menurut ramalan cuaca, salju akan mulai turun paling tidak satu minggu dari sekarang. Selimut tebal serta penghangat ruangan seakan belum cukup untuk memberikan rasa nyaman yang dibutuhkan. Lynea terbangun akibat menggigil kedinginan. Tanpa disadari, Enrico telah mengambil seluruh selimut untuk dirinya sendiri. Lalu aku harus mencari selimut dimana? Ya, Tuhan! Ini masih jam dua pagi! Pekik Lynea dalam hati. Tak ada pilihan selain mendekat lebih pada suaminya. “Enrico, bangunlah!” “Ada apa?” Kaget dan panik, Enrico langsung duduk dan memandang sekitar. “Mana pistolku? Ada musuh? Alonzo! Alonzo!” teriaknya seperti mengigau. “Sssh! Sssh! Tidak ada musuh! Kamu aman! Ini aku, Lynea!” jari telunjuk Lynea diletakkan pada bibir suaminya yang menoleh ke kanan dan ke kiri beberapa kali sampai akhirnya benar-benar tersadar.
Read more
75. Leaving Me Again?
Mata Enrico mendelik sangat lebar melihat pesan singkat yang masuk. Ia hanya bisa membaca sebagian dari pesan tersebut. Masih ada kalimat lain di belakangnya yang tidak bisa ia lihat tanpa membuka kunci ponsel Lynea yang dikunci. Ingin ia melempar ponsel itu ke dinding karena marah dan cemburu. Baru dua malam dilalui bersama Lynea, apakah harus kehilangan lagi wanita tang telah merubah banyak warna dalam hidupnya. Batinnya menangis perih. Bila diri adalah Enrico yang dulu, tentu detik itu juga akan ia bangunkan lalu maki-maki istrinya sampai puas. Hati yang keras akan melakukan itu semua tanpa peduli apakah ia menyakiti Lynea atau tidak. Luar biasa memang, bagaimana rasa cinta bisa mengubah seseorang. Kegelisahan semakin melanda. Bila ia meminta kejelasan, rasanya tidak punya hak untuk itu. Bila didiamkan, sungguh mengusik ketenangan. Ditimang-timang ponsel Lynea di telapak tangannya. Sorot mata tajam menatap sang istri sedang terlelap. Ponsel bergeta
Read more
76. I Love You, Enrico
“Enrico membutuhkan aku. Dia baru saja ingin bunuh diri,” racau Lynea membenarkan tindakannya. “Lalu? Biarkan dia mati. Orang sejahat itu tidak pantas hidup! Lagipula, kamu sudah berjanji akan menceraikan dia, bukan?” kejar Gabriel terus berusaha agar kekasihnya itu kembali padanya. “Kamu itu dokter, lho! Bisa-bisanya kamu menyumpahi orang agar mati saja?” decak Lynea mencibir. Kekesalan semakin memuncak dan ia merasa sudah tidak mengenali lagi orang di depannya. Gabriel terhenyak dengan sindiran Lynea. Rasa frustasi akan kehilangan kekasihnya membuat bibir berucap hal-hal buruk. Sedemikian dahsyat cinta merusak seseorang. “Kamu tidak akan kembali padaku? Berterus teranglah, Lyn,” pintanya lirih. “Aku kecewa denganmu, Gabriel. Maafkan aku bila belum bisa lagi mempercayaimu. Aku butuh waktu untuk melupakan ini semua,” jawab Lynea mengalihkan pandang pada jendela café. Jatuh cinta itu mudah. Berpisah itu sulit. Melangkah pergi hampir tid
Read more
77. Revenge In Silent
Kesempatan kedua ada bagi mereka yang bersungguh-sungguh ingin memperbaiki keadaan. Bila kini hati menjadi mudah menyatu, maka sudah seharusnya dijaga dengan perasaan yang paling tulus.Seperti halnya Lynea dan Enrico yang malam ini saling meluapkan rasa rindu setelah setengah tahun memendam rasa masing-masing. Cinta memang tidak pernah berhenti meninggalkan keduanya. Terbukti dengan bagaimana berdebarnya mereka saat merasakan bibir satu sama lain.“Seandainya sejak dulu aku tahu, dicintai olehmu akan sedemikian menenangkan, pasti akan aku nikahi kamu begitu pertama kali kita bertemu,” desah Enrico tersenyum di sela-sela ciuman mereka.“Memang kamu ingat bagaimana kita bertemu? Kamu tidak pernah menoleh padaku!” tawa Lynea mengingat bagaimana angkuhnya pria itu.“Bodohnya aku, Lyn. Semua yang aku butuhkan di dunia ada di hadapan. Tapi aku terlalu dungu untuk melihatnya.”Enrico menarik kembali wajah istrinya dan
Read more
78. You're Enough For Me
“Tidak sedang apa-apa. Cuma lihat-lihat media sosial saja,” kilah Lynea memencet tombol kunci layar. “Buka lagi ponselmu. Aku mau lihat!” Enrico menatap tajam. Wajahnya dibakar api cemburu. “Enrico, ada apa? Kenapa kamu begini?” “Karena aku melihat sekilas, dan bukan media sosial yang kamu buka. Kamu sedang chat dengan siapa?” “Dengan teman,” jawab Lynea berusaha tenang. “Lynea!” bentak Enrico sudah hilang kesabaran. “Iya, iya! Aku chat dengan Gabriel!” Lynea akhirnya mengakui. Bibirnya cemberut kesal karena Enrico memaksa melihat isi ponsel dan apa yang ia obrolkan dengan mantannya itu. “Tidak sopan melihat-lihat ponsel orang,” tolak Lynea masih tidak mau membuka ponselnya. Ia khawatir suaminya cemburu kemudian memerintahkan sesuatu yang bisa merugikan Gabriel. Bila sebelumnya ia berani memberikan ponsel pada Enrico adalah karena mereka belum kembali intim seperti sekarang. Namun, setelah mereka rujuk, Lynea ta
Read more
79. Back On His Feet Again
Enrico segera menutup laptop di atas meja. Tanpa dikomando Alonzo pun melanjutkan dengan membawa benda kotak itu dalam tentengan tangannya. Sementara Bryant, pura-pura ingin ke toilet. Pemuda itu melewati Lynea tanpa berani memandang wajah kakaknya. “Ada apa ini? Kenapa kalian semua berwajah aneh?” selidik Lynea curiga. Ia memicingkan mata. Bergantian menatap Enrico dan Alonzo. “Saya harus mengecek dulu kondisi restoran. Permisi, Nyonya,” pamit Alonzo buru-buru melangkahkan kaki keluar ruangan. “Apa yang kalian tonton barusan?” selidik Lynea masih curiga. “Bukan apa-apa. Hanya sebuah film lucu,” jawab Enrico. Sedetik kemudian, ia merasa jawabannya sangat bodoh. “Oh ya? Apa judulnya?” “Aku lupa!” tukas Enrico menekan tombol di kursi rodanya. “Jadi, kamu sampai menghentikan sesi terapi di kolam arus hanya untuk menonton film lucu?” Lynea memposisikan diri di depan pintu sehingga Enrico tidak bisa keluar. “Lyn, apa
Read more
80. Eiffel I'm In Love
Enrico bersama Alonzo menatap sebuah makam. Tertulis di nisan David Moretti terbaring dengan tenang bersama Tuhan. Napas Enrico terasa sesak. Ia terkenang momen kebersamaan dengan pengawal paling berani bernama David. Sesuai janjinya dulu. Apabila ia berhasil kembali berjalan dengan normal, maka tempat pertama yang akan ia datangi adalah makam David, sang bodyguard kebanggaannya. “Dia rela kehilangan nyawa demi aku,” lirih Enrico. Suaranya tergetar. Kenangan terakhir sebelum ia pingsan adalah bagaimana David tersungkur di sampingnya. Peluru yang ditembakkan Maddy untuknya justru bersarang di tubuh sang bodyguard. “Kamu masih terus mengirim uang untuk ibu dan adiknya?” tanya Enrico menahan isak. “Masih, Tuan. Sudah otomatis transfer dari bank.” Alonzo melepas kacamata dan menyeka bulir kesedihan. “Baguslah. Naikkan jumlahnya setiap satu tahun sekali.” “Baik, Tuan.” Keduanya kembali terdiam. Suara tawa David terngiang di telinga
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status