Semua Bab Suddenly Become a Bride: Bab 31 - Bab 40
56 Bab
Sesuatu Yang Berbeda
‘Apa dia pria gila yang terobsesi denganku?’ tuduhan tanpa dasar istri Wira seusai panggilannya dimatikan. Ia bahkan tidak memberitahu apapun tentang Riana – sebatas nama. Rasanya hubungan mereka sedang tidak baik. Di awal pagi suami istri ini tengah bertengkar. Kiran berdiri, melangkah dan mencari manusia tidak tahu diri. Lelaki itu bersembunyi dalam mobil mahalnya, bukan karena ia pengecut – tidak mau menemui Kiran lebih dulu – hanya saja ia tak tahu rumah Riana. Dalam sudut pandang Wira, mencari alamat rumah lebih sulit dari pada perencanaan dan perancangan sebuah mall. Ini sama saja dengan membuang-buang waktu, biarlah urusan seperti itu Aris yang mengurusnya. Dalam satu lirikan saja, Kiran telah menemukan laki-laki penggangu, kendaraannya terlalu mencolok. Para gadis lain akan langsung menggila kala tahu siapa pemiliknya, seakan siluet gagah di sana mengundang untuk dilihat. Kiran masuk mobil dengan cepat. “Wira, apa maumu?” nada bicaranya sudah kesal.
Baca selengkapnya
Dorongan Emosi
“Tuan?” sang sekretaris berbalik, menegur tuannya yang masih berdiri diam di ambang pintu ruang rapat. Wira tertinggal lima langkah dari Aris. “Anda baik-baik saja?” ia mendapati raut terkejut seorang yang tersadar dari lamunan. “Perlu kita tunda pertemuannya?” “Tidak-tidak. Kita harus melakukannya hari ini.” Tuan muda melangkah melewati sekretaris. Semua anggota rapat segera bangun memberi salam hormat dari posisi masing-masing kepada pemimpin pertemuan ini. Aris yang disebut tangan kanan CEO Ars Corporation berdiri di samping Wira. Ada tiga petinggi sebagai perwakilan Digital Local System (DLS), perusahaan yang diusahakan Wira agar bergabung dengannya. Perusahaan muda yang cukup dikenal kalangan bisnis kecil menengah. Wira memperhatikan satu per satu petinggi perusahaan DLS, mereka terbilang muda. Keputusannya tepat, jiwa muda dalam berbisnis bisa mengantarnya pada puncak keberhasilan. Universitas dan sekolah tinggi negeri ini sangat mampu mencetak
Baca selengkapnya
Ketakutan Gila
“Aku ikut ayah.” Kiran berucap di luar dugaan. Istri manisnya memilih Lukman secara terang-terangan. Apakah Wira saja yang berpikir jika Kiran tidak akan pergi bersama pria di sana? Pria yang dipanggil ‘ayah’ tetapi dengan sukarela menawarkan sang putri kepada laki-laki sakit seperti dirinya. Kiran juga sudah tahu alasan mereka menikah, adalah Lukman menjadikan gadis itu layaknya pengganti untuk kerugian bisnisnya. Pria tak tahu malu itu pun menggunakan Linda sebagai alasan. Wira begitu gusar, ia bahkan tidak paham perasaan apa ini. Egois? Benarkah apa yang dikatakan papa waktu itu? Lirikan tajam netra cokelat seakan memiliki dorongan – merebut istrinya. Tapi... apakah sikap itu akan disukai Kiran? Wira sangat bimbang. Wisnu sedikit terkejut mendapati putra tertuanya tengah berdiri tak jauh. “Wira, cepat sekali kau pulang? Ada yang ketinggalan? Biasanya kau menyuruh Aris untuk mengambilnya.” Seolah ia benar-benar tidak tahu. Nyatanya, tuan ini waswas melihat
Baca selengkapnya
Cerita Panjang
“Ada masalah pada foto itu, sayang?” “Bibi itu…” “Kenapa dengan bibi Sarah? Apa mereka menemuimu tanpa sepengetahuanku, Kiran?” Lukman tahu adiknya – Sarah – tidak menyukai Kiran. 'Benar, mereka masih saudara Kiran'. “Em… Ya! Kami bertemu di minimarket.” “Mereka mengganggumu?” Lukman langsung mengecek bagian tubuh putrinya, khawatir. Kiran menjawab berupa gelengan. “Tidak sampai seperti itu, ayah.” senyum manisnya meneduhkan. ‘Aku baru sadar, selama ini aku belum pernah melihat ibu Kiran. Apa dia perempuan yang cantik?’ Ia ingin menanyakan, namun pertanyaan itu bisa berupa kesalahan fatal, mengakibatkan timbulnya kecurigaan bagi Lukman. “Kiran, ayo.” Ajak Lukman. Ia telah berada di depan gadis itu, mereka akan mengunjungi kamar putri rumah ini yang sudah ditinggal sebulan belakangan. Sembari mengikuti ayahnya berjalan, menantu keluarga Arasatya masih penasaran tentang Sarah dan gadis berparas C
Baca selengkapnya
Teman Lama
Teman sekamar menghubungi gadisnya melalui pesan, Wira terlihat ke sana ke mari menunggu sebuah balasan. Dia layaknya pemuda jatuh cinta yang sedang menunggu jawaban gadis incaran.*Apa?Bergegas Wira mengecek balasan dari gadis penuh pesona.*Kau baik-baik saja? apa dia melukaimu? (Wira)Kiran membaca sambil terheran, apa maksudnya?*Tentu saja.*Hubungi aku kalau membutuhkan sesuatu. (Wira)Hanya tanda pesan telah dibaca yang tuan muda saksikan, gadisnya tak membalas lagi. Secercah harapan agar obrolan ini panjang menjadi ketidakmustahilan. Wira menjatuhkan handphonenya ke atas ranjang. Menggeram sendiri.Ia memukul-mukul bantal di sebelah. “Kau laki-laki payah. Payah. Payah. Memberi tahu yang sebenarnya saja tidak bisa. Lukman pria licik asal kau tahu, Kiran, jangan terlalu percaya dengannya.”***‘Kenapa aku tidak bisa bertemu Kiran di perpustakaan?’Arina terjaga setelah percoba
Baca selengkapnya
Memecahkan Puzzle
“Em… nona apa kau melupakan sesuatu?” akhirnya Dani bertanya. “Melupakan sesuatu? Kurasa tidak.” “Kurasa, ya. Biasanya nona sibuk bertanya aku ingin minum apa, tanpa kujawab pun nona tahu kesukaanku.” Dani semakin mencurigai temannya. Perbedaan mereka terlalu mencolok. Bola mata hitam Kiran bergerak ke kiri kanan – memikirkan kebohongan lagi. “Ma-mana mungkin aku lupa. Aku sengaja melakukannya untuk mengetesmu. Kukira kau tidak  akan menanyakannya.” Putri Lukman berdalih. “Baiklah, mau minum apa? Nanti aku buatkan untukmu.” “Apa kau benar-benar nona Kiran?” tanya Dani lagi. Kiran tertegun sesaat. “Te-tentu saja.” ia terkekeh, namun kekehan yang terkesan memaksa. “Apa wajahku ini tampak berbeda, Dani?” putri Lukman mendekatkan wajahnya – sembari terpejam. Seketika jantung pemuda itu tak terkendali, tapi untunglah… ia berhasil kembali dalam kenormalan. “No-nona, anda terlalu dekat.” Dengan cepat Kiran menjauh. “Ehem…
Baca selengkapnya
Topik Pembicaraan
“Halo, sayang…” keajaiban ketika Kiran menyapa lebih dulu menggunakan panggilan intim. Bahkan di luar dugaan sang pemuda seperti Wira.Istrinya sengaja membuat panggilan video di depan Linda, dia harus memanaskan kepalsuan bibinya, Kiran tidak lebih suka dari ucapan Linda yang seolah mengolok.“Sa-yang?” wajah tampan Wira kebingungan. Ia terlihat menggaruk-garuk dahi.Wira yang tanpa sadar mengembangkan senyuman, ia merasa senang, entahlah… hanya perasaan baru seorang pria seperti dirinya.“Sayang, jangan lupa menjemputku di rumah ayah besok, aku tidak mau pulang sebelum kamu jemput.” Kalimat panjang Kiran menambah kegugupan tuan muda. Panggilan intim yang ia inginkan terwujud tanpa diminta.“I-iya.”“Kamu sedang sibuk, ya? Ya sudah bekerjalah mencari uang yang banyak.” Manis sekali ucapan putri Lukman, sangat pandai membuat Linda termangu. Menjadikan alasan untuk meng
Baca selengkapnya
Pergerakan Jarum Jam
“Nona, bukannya terlalu cepat memanggilku dua kali dalam sehari?” Dani berusaha menggapai tepian jendela – menahan tubuhnya agar tak terjatuh dari ketinggian lantai dua, kamar Kiran. Pemuda itu kemudian melompat masuk – memilih tempat semula – duduk tanpa rasa bersalah. Nona muda masih celingukan, memastikan sesuatu di luar, jalur teman lama gunakan sebagai jalan keluar masuk selama mengunjunginya. Apa benar Dani bertahan pada pijakan tepian jendela yang hanya seukuran kaki orang dewasa? Tangga pun tidak ia temukan – pemikiran putri Lukman mencari tahu kebenaran dari dugaan sederhana yang ia buat. “Dani, kau…” “Aku tidak bisa melompat ke bawah, tuan pasti menangkapku kalau aku ketahuan pergi dari sini. Jadi aku bersembunyi. Untung saja ada sedikit tempat untukku di dekat jendelamu.” Mengingat di antara jendela satu dan dua ada dinding sebagai pemisah, memungkinkan Dani menutupi seluruh anatomi tubuhnya. “Tapi, ayah tahu tentangmu. Dan
Baca selengkapnya
Restoran Mewah
Laki-laki yang baru didatangkan perasaan berbeda terhadap perempuan, tersenyum malu-malu, seolah remaja yang jatuh cinta pada kekasih pertama. Wira hampir-hampir tidak menyadari raut wajahnya – yang bahkan aneh menurut pandangan orang lain. Gerakan mata Jimmy mengikuti gerakan anak asuhnya hingga tiba di hadapannya. Meja sebagai sekat mereka yang terlalu dikenali pria pengidap haphephobia. “Sampai jam berapa hari ini?” Wira menanyakan masa terapi rutinnya. “Tidak ada.” Lalu tuan muda yang semula duduk santai berganti dengan duduk tegap. “Tidak ada? Aris menyuruhku menemuimu, Jimmy. Jangan bilang-” “Dia berbohong?” potong si dokter. Sementara Wira menyeluk saku – menggapai ponselnya, Jimmy dikejutkan air muka asing putra sulung Arasatya. Wira merengut lucu. Ia tampak seperti Rakin jika melembutkan pandangan, wajah kesalnya menarik perhatian. Ekspresi yang hampir tak dijumpai dokter itu. (Iya, ada sesuatu yang dibutuhkan, tuan?) Aris men
Baca selengkapnya
Penjahat Masa Lalu
“Kau malu?” teman perempuan Wira tanpa berpikir berkata demikian. Dengan cepat Wira berbalik dan memunggungi. Berharap wajah memalukannya segera hilang. “Mengapa aku harus malu?” Wira mempertahankan nada bicaranya yang elegan sembari memperbaiki kancing-kancing tak bermoral tersebut. Seorang gadis yang belum diketahui namanya kemudian memalingkan wajah serta memperhatikan benda hias di atas meja, juga yang terpajang pada dinding. Di sayangkan, dia tak melihat pria di sana – pria yang seolah melindungi jati diri – CEO Ars Corp yang tak terjamah dan dikenal sebagai orang hebat. Midi dress hitamnya juga turut memutar mengikuti gerakan sang nona. “Apa aku bisa menyentuhmu lagi?” lalu ungkapan tulus pria yang penasaran karena aliran kehangatan dari genggaman tadi seolah menagih. Si gadis menangkap sorot mata Wira yang mengarah padanya. “Boleh.” Lalu tersenyum. “Baru kali ini aku melihat sosok anak kecil dalam diri orang dewasa.” “Kau menyam
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status