All Chapters of Broken Vessel: Chapter 91 - Chapter 100
152 Chapters
Chapter 91
Mata pria yang berdiri di hadapanku terfokus pada pedang yang kupegang dengan tangan kiriku untuk menahan tamparannya. Tampak jelas keserakahan pada tatapan matanya.Walaupun aku menarik senyuman miring pada bibirku, orang itu tidak menyadari perubahan ekspresi mukaku, dia terlalu fokus pada senjataku.Tangan kananku meraih pegangan pedang dan menggenggamnya dengan erat. Kutarik senjata tajam itu keluar dari sarungnya dan memukul leher pria itu dengan ujung pegangan pedang yang tumpul, tetapi keras dan kokoh.Pria itu tertohok saat ujung pedangku dengan tepat mengenai jakunnya. Dia melepaskan genggaman tangannya pada sarung senjataku lalu melangkah mundur."Ketua!" seru rekan-rekannya yang berlari menghampiri orang yang baru saja kuserang itu. Ternyata dia adalah ketua dari sekelompok pembegal ini.Mereka berusaha menenangkan ketuanya yang terbatuk-batuk parah dan tampak kesulitan bernapas. 'Serangan pada jakun itu pasti sangat menyakitkan dan memb
Read more
Chapter 92
Terjadi keheningan sesaat setelah 2 orang dari kelompok pembegalan itu tumbang, atau mungkin 3 orang karena ketua mereka sudah tidak bergerak sama sekali sejak dia sesak napas akibat pukulan pada jakunnya.Dua orang yang tersisa berdiri diam dan menundukkan kepalanya. Kulihat tangan mereka bergetar, entah karena marah atau takut.Salah satu dari mereka terduduk di atas aspal dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas permukaan jalanan yang dilapisi oleh salju tipis.Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke arahku. "Kamu ... akan kubunuh kamu!" teriaknya dengan cairan bening yang bercucuran keluar dari kedua matanya.Kurasakan getaran kecil pada jalanan tempat kakiku berpijak. Aspal yang keras itu retak dengan sendirinya. Aku terkejut melihat fenomena yang tidak biasa ini. 'Apa dia bisa mengendalikan gempa bumi?!'Tiba-tiba muncul akar tumbuhan berukuran besar keluar dari retakan aspal. Akar-akar yang tebal itu tumbuh dari dalam tanah dan mengara
Read more
Chapter 93
Para pembegal yang kini hanya berjumlah dua orang itu menyerangku dengan 'Arte' mereka. Serangan akar tumbuhan dari daratan dan serangan anak panah cahaya dari udara.Aku terus menghindari serangan mereka dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak memotong anak panah itu karena begitu aku memotongnya, anak panah itu akan membelah diri dan menyerangku dari arah yang berbeda."Sial, dia mendekat!" panik salah satu dari kedua orang berbadan besar itu. Pria yang panik itu adalah orang yang menembakkan anak-anak panah yang menyebalkan itu. Aku akan membereskannya terlebih dahulu.Aku mengayunkan pedangku untuk memenggal kepala pria itu, tetapi akar tumbuhan yang tiba-tiba muncul di depanku menghalangiku. Serangan yang seharusnya memisahkan kepalanya dari badannya malah mengenai dinding yang terbuat dari akar tumbuhan.Aku berdecak kesal karena sekaranganku digagalkan oleh rekannya. Mereka memilihi kombinasi yang cukup merepotkan. Sulit bagiku untuk mendekati sala
Read more
Chapter 94
"Sial. Aku malah membuat lebih banyak lagi orang kehilangan nyawanya, padahal aku sudah bertekad untuk tidak membunuh lagi," gumamku sambil menutup mataku dengan telapak tanganku.Air mataku bercucuran menuruni telapak tanganku ke lenganku lalu jatuh ke permukaan tanah yang kering. Itu bukan air mata kesedihan, tetapi rasa bersalah dan kekecewaan terhadap diri sendiri."Apa bedanya aku dengan mereka? Mencabut nyawa orang lain semudah membalikkan telapak tangan. Setelah itu, hidup tanpa beban di atas tumpukan mayat," lanjutku sambil tersenyum miris.Telingaku menangkap bunyi langkah kaki yang mendekat ke arahku. Kuangkat kepalaku yang ditundukkan lalu menolehkannya ke arah darimana bunyi itu terdengar.Bunyi langkah kaki itu berasal dari supir taksi yang keluar dari persembunyiannya dan menghampiriku."Terima kasih," ucapnya. Aku terdiam karena tidak tahu harus berkata apa. 'Kenapa dia berterima kasih kepadaku? Apa yang sudah kulakukan sehingga memb
Read more
Chapter 95
Ada yang berubah dari rumah ini sejak terakhir kali aku berada di sini. Pintunya yang terbuat dari kayu itu melekuk ke dalam, terlihat hampir patah seperti terbentur sesuatu dengan keras.Selain itu, kaca jendelanya pecah dan ada bekas pertarungan di luar bangunan itu. Terlihat beberapa benda metal bertebaran di atas tumpukan salju tebal di perkarangan dan teras rumah.Tidak hanya itu, ada beberapa jarum es berukuran besar yang mencuat dari permukaan tanah yang dilapisi oleh salju tebal. Jarum-jarum es itu mengingatkanku pada anak perempuannya kakek dan nenek."Sebenarnya apa yang terjadi setelah aku dan Layla meninggalkan kampung ini?" heranku sambil memandang bangunan yang berantakan seperti kapal karam itu.Kuayunkan kakiku untuk masuk ke dalam rumah kayu itu. Interior di dalamnya tampak sama persis seperti yang ada di ingatanku. Tidak ada tanda-tanda pertarungan di dalam rumah ini melihat keadaannya yang rapi, tidak seperti di luar sana.Aku be
Read more
Chapter 96
Akhirnya aku tiba di Kota Boreus. Sebelum mencari tempat tinggal, aku meminta supir taksi untuk mengantarkanku ke bank. Aku hampir lupa pada cek senilai 50.000 Moneta yang diberikan oleh Walikota Boreus kepadaku karena memenangkan kontes berburu.Setelah mencairkan uangku, aku meminta supir untuk mengantarkanku ke toko pakaian untuk membeli beberapa pasang pakaian luar yang tebal karena aku tidak memiliki satu pun pakaian luar yang cukup tebal untuk dipakai di wilayah utara yang sangat dingin.Untuk yang terakhir kalinya, aku memintanya untuk mengantarkanku ke indekos Luna, indekos yang pernah kusewa saat berada di kota ini sebelumnya. Aku terlalu lelah untuk memikirkan tempat tinggal lain sehingga tempat itulah yang pertama kali muncul dalam kepalaku.Sedan kuning yang kutumpangi berhenti tepat di depan bangunan bertingkat 3 yang memiliki banyak jendela terpasang pada setiap lantainya. Penampilan luar bangunan itu tampak sama persis seperti sebelumnya, tidak ad
Read more
Chapter 97
Aku menatap kendaraan beroda empat itu memutar balik lalu bergerak meninggalkan tempat ini. Kupalingkan kepalaku ke arah bangunan bertingkat 3 yang ada di depanku. Akhirnya aku kembali ke indekos Luna. 'Kira-kira bu Luna bakal kaget tidak, ya, saat melihatku?' Aku tersenyum penasaran dengan reaksi pemilik indekos ini saat melihatku yang telah menghilang tanpa peringatan langsung kembali tanpa pemberitahuan. Rasa penasaranku langsung luntur saat teringat jika aku menggunakan cincin ilusi optis yang mengubah penampilanku, termasuk warna rambutku. 'Benar juga, dia hanya tahu warna rambut hijau gelapku dan mataku yang berwarna seperti batu emerald. 'Kalau dia melihat penampilanku yang sekarang, yang terlihat seperti seorang remaja berambut hitam, jelas dia tidak akan percaya kalau aku adalah mantan penghuni indekosnya yang bernama Orpheus. 'Apa itu artinya aku harus menggunakan nama samaran yang baru? Merepotkan sekali.' Aku menggeleng-gel
Read more
Chapter 98
Beberapa hari telah berlalu sejak aku tiba di Kota Boreus dan tinggal di indekos Luna. Hari-hari yang kulalui berlalu dengan damai, tidak ada lagi konflik yang melibatkanku maupun orang-orang yang ada di sekitarku.Aku berdiri di depan jendela kamarku dan melihat ke luar. Pemandangan perkotaan dari lantai 3 ini tampak sibuk. Banyak kendaraan bermotor melintasi aspal yang dilapisi oleh salju tipis, juga ada orang-orang yang berjalan di trotoar dengan langkah kaki yang cepat.Mataku menangkap sebuah mobil berwarna hitam dengan lampu sirene yang menyala melaju di atas jalanan, kendaraan beroda empat itu adalah kendaraan milik Custodia. Selain itu, juga tampak beberapa personel Custodia bertanya-tanya pada warga kota yang berjalan di trotoar.Aku menyipitkan mataku dan memfokuskan penglihatanku untuk melihat apa yang ada di tangan personel itu, benda tipis berwarna putih. Karena mereka begitu jauh, aku tidak dapat melihat apa yang tertulis pada lembaran kertas itu.
Read more
Chapter 99
Begitu aku turun ke lantai 1, aku disambut oleh bu Luna, pemilik indekos ini."Selamat siang, Cae, kamu mau kemana?" sapanya sambil tersenyum ramah kepadaku."Siang, Bu, saya mau keluar sebentar untuk menyegarkan pikiran," sahutku sembari tersenyum membalas senyumannya.Barusan dia memanggilku dengan sebutan Cae, itu adalah singkatan dari nama samaran yang kugunakan saat mengurus penyewaan kamar indekos. Saat ini aku menggunakan nama samaran yang baru, Caesa Sors Occidere.Tidak mungkin aku tetap menggunakan nama samaranku yang sebelumnya sebab penampilanku berbeda total dengan yang sebelumnya."Cae? Kamu dengar perkataan saya?" Pertanyaan dari wanita bertubuh gemuk yang berdiri di depanku membuatku tersadar dari lamunanku."Ah, maaf, tadi saya memikirkan hal lain. Bisa ulangi lagi perkataan Ibu?" ucapku meminta maaf dan memintanya untuk mengulangi perkataannya.Dia menghembuskan napasnya lalu mengulangi perkataannya sekali lagi, "Apa
Read more
Chapter 100
Beberapa menit telah berlalu, aku telah mengambil semua bahan makanan yang ada di dalam daftar belanjaan yang dituliskan oleh bu Luna. Sekarang aku sedang menunggu antrian di kasir. Ada banyak orang yang berbelanja di sini hingga mencapai 3 baris antrian.Entah kenapa orang yang ada di depanku menghabiskan banyak waktu untuk mengurus barang belanjaannya. Orang-orang yang mengantri di belakangku mulai mengeluh.Aku pun mulai merasa kesal dengan antrian yang tak kunjung bergerak ini. 'Duh, kenapa yang di depan lama sekali sih? Sebenarnya berapa banyak barang yang dia beli sampai-sampai selama itu?'Kulangkahkan satu langkah ke depan untuk melihat kenapa antrian di depan sangat lama. Kulihat orang yang berdiri di depanku tampak seperti dalam masalah. Dia memeriksa dompetnya dan merogoh saku celananya dengan gelisah."Pak, bisa tolong bayar barang-barangnya sekarang? Antrian yang di belakang semakin memanjang," ujar kasir sambil menghembuskan napas lelah.
Read more
PREV
1
...
89101112
...
16
DMCA.com Protection Status