Semua Bab Supirku Sayang: Bab 21 - Bab 30
37 Bab
Sok Tahu
 Seperti biasa, Sheila ke kantor diantar oleh Zaid. Ia nampak bersemangat sekali karena nanti sore ia telah berencana mengaji di masjid bersama Zaid. Ia seperti menemukan sesuatu yang hilang saat di masjid. Mengaji, berkumpul bersama teman-teman dan bercerita banyak hal walaupun kadang dia tidak paham, memberikan kesan mendalam. Memberikan pengalaman masa kecil yang tak pernah dimilikinya."Za, jangan lupa janjimu," ia menepuk pundak Zaid sebelum masuk ke kantor Pak Banta. Sekarang sudah jadi kebiasaan, sebelum masuk ke kantornya, ia menyapa Pak Banta dulu."Papa!" teriaknya ketika membuka pintu."Sheila!"Ia mendekati papa dan langsung menghujani Pak Banta dengan ciuman di pipi tanpa memperhatikan ada siapa di ruangan itu."Kamu tidak bisa mengetuk dulu sebelum masuk?""Mana mungkin mengetuk pintu ruangan papaku sendiri," ucapnya sambil bergelayut manja di lengan Papa.Pak Banta geleng-geleng kepala melihat
Baca selengkapnya
Aku Bisa Jadi Apa Saja
"Pelan-pelan!" Jerit Sheila."Makanya kalau jalan hati-hati. Kan begini jadinya," omel Zaid."Jangan-jangan kamu sengaja biar dipeluk Damar," imbuh Zaid lagi."Eh, sembarangan kalau ngomong, ya!" "Aku nggak serendah itu!" "Kalau kau nggak percaya, sudah. Sana pergi." Sheila menepis tangan Zaid yang sedang mengobatinya dengan minyak urut."Percaya atau tidak. Tidak ada bedanya bukan? Aku cuma supir dan penjagamu, saja. Tidak ada yang berubah." Zaid mengambil kembali kaki Sheila ke dalam tangan kiri dan membakarnya dengan tangan kanan.Zaid berusaha menyembunyikan sesuatu di matanya. Ia menghindari mata Sheila yang menatapnya heran. Sheila pun tersadar dan bertanya-tanya dalam hati. Atas dasar apa dia ingin Zaid yakin jika dia tidak menginginkan Damar. Toh, Zaid bukan siapa-siapa baginya. Dia hanya sosok yang berada di sisinya atas dasar materi. Bukan karena perasaan atau ikatan istimewa.Sampai malam tiba, masih terl
Baca selengkapnya
Menepati Janji
Setelah mengobrol sejenak dengan Pak Banta, Zaid menghubungi Sheila. "Kenapa?" tanya Sheila begitu Zaid telepon tersambung."Aku ingin menepati janjiku kemarin," jawab Zaid."Janji apa?" Sore hari, Zaid menjemput Sheila di sebuah pantai yang terindah di kota mereka. Sheila tampak girang. Akhirnya Zaid akan mengabulkan keinginannya. Sepanjang perjalanan, ia tampak tersenyum sendiri membayangkan waktu yang dihabiskan bersama Zaid Wajah Sheila dan Zaid tampak sumringah sepanjang perjalanan. Mereka akhirnya tiba di sebuah masjid. Tempat itu pernah mereka kunjungi sebelumnya."Kau mengizinkan aku ikut mengaji di sini?" Zaid mengangguk. "Ayo masuk. Aku akan memperkenalkanku pada seseorang."Assalamualaikum. Aisha, kenalkan ini Sheila yang pernah kuceritakan tempo hari." Zaid menyapa seorang wanita saat tiba di dalam masjid.Ia mengulurkan tangan pada Sheila. Sheila menyambut wanita berkerudung lebar itu dengan canggung. Namun, Aisha tak sungkan membalasnya dengan pelukan hangat."Sela
Baca selengkapnya
Wajahmu Merah Seperti Tomat
"Zaid!" Pak Banta memanggil Zaid yang baru saja tiba di rumah Sheila. Hari ini sepertinya Pak Banta tidak ke kantor. "Saya, Pak," jawab Zaid. "Terima kasih telah memberi Sheila kesempatan mengaji." "Itu adalah momen yang terlewat ketika ia masih kecil." Pak Banta membenarkan letak kacamata. Zaid menyatukan kedua telapak tangannya. "Semua salahku yang mengabaikannya di waktu kecil." "Aku seakan larut dengan diriku sendiri hingga akhirnya banyak melewatkan masa mengasuh Sheila." "Kau telah membantuku membayar hutang pengasuhanku yang belum kulunasi padanya. Aku berharap, Sheila kelak memperoleh suami yang paham keadaannya dan dapat menggantikan ku menjaga dan melunasi hutang-hutangku padanya," jelas Pak Banta. Zaid menggigit gigi, hingga tampaklah tulang pipinya. Andai ia boleh berharap. Jika saja ia adalah seseorang yang layak berada di sebelah Sheila, tentu ia ingin sekali mewujudkan harapan Pak Banta. "Bapak tidak usah khawatir. Kata ustadz saya, jodoh seseorang itu cermin
Baca selengkapnya
Kurasa Gadis Itu Buta
Hari ini Sheila tidak ke kantor. Ia ikut Damar ke sebuah tempat. Naik kapal meenyeberangi lautan membuat Sheila sedikit mual dan pusing. Damar dengan setia mendampingi Sheila. "Kenapa kita harus kemari, sih?" kesal Sheila."Namanya juga guide. Kemana tamu pergi, ke situ kaki melangkah. Sebenarnya hari ini aku tak perlu membawa tamu, karena sudah ada guide khusus. Tapi aku ingin jalan-jalan bersama kamu ke mari," ungkap Zaid."Aku?" Damar mengangguk.Sheila tertawa kecil."Kenapa harus aku? Kau kan bisa mengajak pacarmu saja." Sheila melambaikan tangan di hadapan Damar."Gadis itu belum jadi pacarku. Tapi bisa kupastikan sebentar lagi dia kami akan jadian." Damar menatap dalam mata Sheila."Kau ini percaya diri sekali. Bagaimana kalau dia malah menolakmu?" Sheila melirik sebal pada Damar."Kenapa dia harus menolakku? Selama ini tak ada gadis yang menolakku.""Kau memang pembual," sungut Sheila."Aku serius. Selama ini banyak gadis yang mendekatiku. Bahkan banyak orang tua yang mengin
Baca selengkapnya
Sombong
Sheila sudah bangun pagi dan bersiap untuk ke kantor. Ia bertemu Pak Rahman saat turun tangga."Hari ini biar Bapak yang antar ke kantor." "Zaid mana?" tanya Sheila sambil celingukan."Zaid hari ini minta izin." "Sombong!" gerutu Sheila."Kenapa dia tidak izin pada Sheila?" "Dia sudah izin sama papamu.""Hah. Dia tidak menghargaiku sama sekali!" kesal Sheila.Sheila ke luar rumah diikuti Pak Rahman."Mau ke mana Sheila?" "Mau ketemu Zaid. Sheila mau bikin perhitungan. Berani-beraninya ia meremehkan Sheila." ucap Sheila berapi-api."Biar Bapak antar," pinta Pak Rahman."Tidak usah," sahut Sheila ketus.Tiba di depan mobil, Pak Rahman menahan pintu mobil yang hendak dibuka Sheila. "Naik ke belakang. Bapak akan mengantar Sheila," perintah Pak Rahman tanpa basa-basi.Sheila menggeser tubuhnya pelan dan dengan malas membuka pintu jok belakang mobil."Dasar orangtua. Selalu saja menyebalkan. Senangnya main atur-atur orang." Sheila menggerutu.Pak Rahman pun telah duduk pula di tempat d
Baca selengkapnya
Benar-benar Lucu
"Aisha, aku boleh menunggu Zaid di rumahmu?" tanya Sheila setelah mereka lama mengobrol."Sheila mau menginap di sini?" Aisha memastikan.Sheila mengangguk.."Yakin? Rumah Aisha kecil." Sheila kembali mengangguk dan tersenyum."Kalau Sheila mau nginap, biar saja Dek. Nanti abang tidur di rumah Zaid." Hafiz yang mendengar percakapan mereka ke luar dari dari kamar. Bukan kamar sesungguh nya, hanya ruangan yang disekat dengan ruang tamu dan dapur. Tiba-tiba Sheila bangkit dari duduk. Ia berjalan cepat menghalangi Hafiz. " Bisakah kau sampaikan kalau aku ingin bicara?" pinta Sheila.Hafiz memenuhi permintaan Sheila. Setelah mengaji di masjid, Sheila bertemu dengan Zaid di halaman masjid.Zaid mengajak Sheila bicara di sebuah warung kopi dekat masjid yang tak begitu ramai."Aku minta maaf," ucap Zaid membuka pembicaraan."Segelas kopi pahit dan teh manis dingin pun telah terhidang di hadapan mereka berdua."Aku sangat kecewa padamu." Sheila melihat ke arah jalanan yang tak begitu ramai.
Baca selengkapnya
Aku Memang Cantik
Sheila diantar Aisha hingga ke depan lorong rumah. Zaid telah menanti di depan mobil. Ia segera membukakan pintu untuk Sheila."Terima kasih telah menerimaku menginap," ucap Sheila saat mereka akan berpisah."Jangan sungkan. Kita kan berteman," jawab Aisha."Kau mau menjadi temanku?" Sheila menjerit girang."Tentu. Tak ada yang akan menolak menjadi teman gadis secantik kamu." Aisha memuji Sheila."Kau berlebihan Aisha." "Tapi kau benar. Aku memang cantik," sambung Sheila diiringi gelak tawa ke dua wanita yang membuat Zaid terpana melihat lesung pipi Sheila saat tertawa girang."Tuh, Zaid udah nunggu daritadi," ujar Aisha membuyarkan lamunan Zaid saat menatap Sheila.Dengan gerakan sedikit kikuk, Zaid beranjak membukakan pintu mobil untuk Sheila.Ia melirik kesal pada Aisha. Wanita itu hanya tersenyum simpul melihat pipi Zaid yang memerah bak kepiting rebus."Kapan-kapan main ke rumahku, ya," pinta Sheila saat Zaid sudah naik ke jok pengemudi."Tentu aku akan datang ke rumahku. Karena
Baca selengkapnya
Selera Zaid memang Tinggi
"Wah, Sheila cantik sekali!" Seru Makcik Limah begitu Sheila tiba di ambang pintu."Zaid yang pilihkan," kata Sheila malu-malu. Makcik Limah sibuk menelisik pakaian Sheila dari ujung kaki sampai kepala.Senyum menghiasi wajah Zaid. Lelaki bermata sipit itu memasukkan tangannya ke saku celana dan menunduk sembari mengulum senyum."Oh, ya!""Selera Zaid memang tinggi.""Tapi. Kenapa Sheila ingin berpakaian begini?" Makcik Limah menelisik wajah Sheila.Sheila menyenggol siku Zaid. Pria itu malah menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal."Enak aja kayaknya," sahut Sheila sebelum berlalu meninggalkan Makcik Limah yang terheran-heran."Heh. Zaid! Kamu apakah Sheila?" Makcik Limah melirik sinis sambil menyenggol siku Zaid."Tidak. Zaid nggak apa-apakan. Sheila tadi minta sendiri. Katanya dia ingin seperti Aisha." Zaid menjelaskan."Aisha?""Istri Hafiz. Teman Zaid." jawab Zaid."Ah. Semoga itu yang terbaik buat Sheila. Makcik senang aja jika itu memang keinginannya sendiri." Makcik Lim
Baca selengkapnya
Kesedihanmu Membuat Hatiku Perih
Terdengar suara tawa gembira dari ruang makan rumah Sheila. Di sana ada Pak Banta, Sheila, Damar dan orang tuanya sedang makan siang sembari berbincang ringan."Saya berharap kalau Sheila kelak akan bahagia bersama Damar."Sheila tampak tersenyum simpul mendengar uraian papanya."Saya akan membahagiakan Sheila, Om. Jangan khawatir. Meski banyak gadis yang mengejarku, hanya Sheila di hatiku." Mereka pun kembali larut dalam gelak tawa.Di tempat lain, Zaid terlihat gelisah sendiri. Ia berdiri di tepi pantai dan menatap jauh ombak yang begantian hadir ke permukaan seakan menyapa dirinya dalam kesendirian.Ia berdiri di sisi motor dan memasukkan tangan ke saku celana. Matanya menatap lurus dan hanya membayangkan seseorang yang belakangan ini mengisi harinya. Bukan hanya hari, tapi ia merasa gadis itu pun telah mengisi hatinya. Namun Zaid tak kuasa mengakui dan berusaha sekuat tenaga meredam perasaan yang terlarang itu. Bukankah sangat tak pantas memiliki rasa aneh terhadap majikan sendiri
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status