All Chapters of Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta: Chapter 21 - Chapter 30
88 Chapters
Bab 21
Rumah sepupunya Damar terasa sedikit lebih riuh hari ini, setelah dari pagi hingga sore tadi tentram damai. Penyebabnya adalah Kiandra yang sakit. Sejak pagi, Damar melihat bagaimana Lidia berusaha mengurusi Kiandra yang bersikeras tak ingin makan atau diajak ke dokter. Sepupunya itu baru pergi untuk melayat salah satu teman, setelah Evan pulang dari rumah makan. Kiandra mengaku sakit kepala tadi pagi. Namun, barusan, gadis itu terlihat menggigil. Damar sendiri sudah memberi saran untuk meminum obat demam saja. Namun, ditolak. Kiandra lebih memilih terus berbaring di sofa ruang tengah. "Irna!" Damar menyipitkan mata saat mendengar Evan berteriak memanggil sang asisten rumah tangga. "Panggilkan dokter." Pada titah sang bos, Irna mengangguk patuh. Dari tempatnya duduk--sofa single--Damar melihat Evan pergi ke lantai dua. Tak lama kemudian kembali, membawa sepasang kaus kaki. "Kayak
Read more
Bab 22
18+ Di kamar, saat terbangun pagi ini, Kia merasa tidak sendiri. Ada Evan juga yang berbaring di kasur bersamanya. Kondisi tubuh sudah lumayan baik daripada kemarin. "Kamu ngapain di sini?" tanya Kia serak. "Ini, kan hari Selasa." Perempuan itu menjauhkan tangan Evan yang mampir di kening. "Setidaknya, kalau kamu mati, ada yang tahu." Evan menautkan alis pada ekspresi kesal di wajah pucat istrinya. Sakit saja, masih bisa memancing pertengkaran. Kiandra berusaha melepas rangkulan lengan Evan di pinggang. "Lepas." "Kamu mau kerja? Aku udah kasih tahu bos kamu kalau kamu masih sakit." Si perempuan berhenti bergerak. Ia merasakan sesuatu yang mengganjal di belakang. Tiba-tiba saja napas jadi pendek-pendek. Jantung juga berdentam-dentam. "Kata Lidia, kamu itu bakal sakit kepala kalau lagi mikirin sesuatu. Kamu mikirin apa?" Bibir si istri mengerucut. Lidia yang tahu? Bukan Evan? Sial.
Read more
Bab 23
Kiandra berjengit, sedikit menunduk saat seseorang tiba-tiba saja membantunya mengambil mangkuk dari rak di atas wastafel. Perempuan itu seolah tahu bahwa orang itu bukan Evan, karenanya sampai harus membungkuk dan berdiri rapat dengan bak cuci piring, demi menghindari punggung benar-benar menempeli dada orang tadi. "Mau masak apa?" Damar menaruh mangkuk besar yang diambil tadi di meja dekat kompor. Mengusap kepala belakang, Kiandra menoleh. "Aku bisa ambil sendiri tadi." Alis tebal Damar menukik. "Kamu enggak suka dibantuin?" Tergantung, jawab Kia dalam hati. Jika Damar membantunya dalam situasi wajar dan dengan sikap yang normal, mungkin Kia tak akan protes. Pertama, mengikatkan tali sepatu. Kedua, mengikatkan rambut. Kemarin membantu menggendongnya untuk  mengambil kaus yang tersangkut di pohon mangga belakang. Kemudian, menemaninya ke toilet saat listrik padam. Dan sekarang ini. Entah
Read more
Bab 24
Kiandra yang bersandar pada salah satu pohon di depan toko berdiri tegak saat melihat seseorang dengan sepeda motor mendekat. Wajahnya langsung terlihat kesal."Evan enggak bisa jemput." Damar mengangsurkan helm pada perempuan di depannya.Kiandra menepis benda itu. Ia mulai melangkah. "Aku bisa pulang sendiri."Damar tak membiarkan itu. Pria itu mengejar Kiandra. Meraih lengan, hingga Kia berhenti berjalan. "Udah malam, Ki. Bahaya pulang sendiri. Sama aku aja."Kiandra mengempas tangan itu, tetapi agaknya pegangan Damar lebih kuat. "Aku bisa pulang sendiri."Kejadian beberapa hari lalu masih membekas di benak Kia. Ia masih kesal karena itu. Karenanya, belakangan berusaha menghindari Damar di rumah. Apa dia harus ikut pria itu pulang sekarang? Sia-sia sekali usaha kemarin. Ke mana pula Evan yang berjanji ingin menjemput?Sibuk dengan pikirannya, Kiandra tak sadar langkahny
Read more
Bab 25
"Evan. Makan. "Tidak disahut. Kiandra bahkan tak melihat pria di atas tempat tidur bergerak? Apa mati?"Evan. Makan." Tidak disahut, Kia mendapati suaminya menoleh sesaat hanya untuk melempar pelototan. Belum mati ternyata. "Evan. Ma--" Tidak disahut. Wajah Kia terkena lemparan bantal dari Evan. Agaknya, pria itu ingin mati dicekik Kia. "Kalau kamu mau berisik, keluar sana. Aku mau tidur, istirahat." Evan menaikkan selimut, membelakangi Kiandra.  "Ini kamarku, Suami Jahat." Kia bicara dengan gigi rapat. "Ini rumahku," balas Evan. "Diam, Ki. Kamu enggak punya simpati sama orang sakit?" Sakit kata Evan? Kalau Kiandra tak melihat sendiri angka di termometer yang digunakan Evan, perempuan itu tak akan percaya bila suaminya sungguh tidak sehat. Mana ada orang sakit yang masih bisa keras kepala? Menolak makan apa pun sejak pagi dan berkata hanya harus berbaring, tidur, ma
Read more
Bab 26
"Ngapain aku keluar? Ini kamarku. Cepat makan. Habiskan." Mangkuk itu Kia berikan pada Evan. "Makan sendiri. Aku balik dari kamar mandi dan buburnya belum habis, kucukur bulu kakimu!" "Kia!" Pada teriakan Evan itu Kiandra hanya tersenyum. Perempuan itu pergi ke toliet di kamar dengan perasaan menang. Akhirnya, ia punya senjata untuk melawan si keras kepala. Selesai dari toilet, Kia mendapati mangkuk bubur kosong. Air di gelas juga sama. Evan sendiri sudah duduk, kakinya menjulur ke bawah ranjang. "Bantuin aku ke kamar mandi." Tangan Evan meraih lengan Kia. "Obat kamu udah?" Evan berdiri, sebelah lengannya mengalung ke bahu Kia. "Kamar mandi." Kalau bukan karena kasihan, Kia tak akan mau membantu. Terpaksa, perempuan itu memapah sang suami ke kamar mandi. "Kamu mau ngapain?" Sudah di dekat toilet duduk, Kia berusaha melepaskan rangkulan lengan Evan di leher. Namun, pria itu tak mau
Read more
Bab 27
"Lid." Damar menghampiri Lidia yang sedang menyapu halaman depan. Pria yang baru bangun itu memegangi tangan sepupu yang menggenggam sapu lidi. "Tolong pukul kepalaku."Lidia terheran, sontak menjauhkan tangannya dari Damar. "Kamu kenapa, sih? Masih pagi padahal. Ngigau?"Damar mengacak rambut. Frustrasi, raut wajahnya semakin susah. Tidak mendapat solusi dari sang sepupu, pria itu kembali ke rumah.Sungguh Damar kesal. Bukan tipe orang yang gampang mengingat momen, tetapi entah kenapa satu kejadian itu masih tak mau pergi dari pikiran. Terus berputar-putar, membuatnya uring-uringan.Sudah seminggu berlalu dari pagi itu. Selasa pagi. Saat tak sengaja Damar lewat di depan kamar Kiandra yang pintunya tidak terkunci dengan benar.Damar tahu perbuatan mengintip adalah salah. Namun, sungguh, kemarin itu ia tidak sengaja. Ketidaksengajaan yang diteruskan.Sedikit yang ia tahu, h
Read more
Bab 28
Hari yang sial. Kiandra menghentak kaki, sementara dirinya duduk di atas kloset. Pantas perut terasa nyeri sejak pagi. Datang bulan hari pertama.Artinya, dia belum hamil. Artinya, jangka waktu lima bulan dari Evan, tinggal sedikit lagi. Artinya, kesejahteraan keluarganya terancam.Sial sekali. Padahal, Kiandra sudah tak mengonsumsi pil kontrasepsi. Kenapa? Kenapa semua hal yang ingin ia tuju selalu sulit untuk tergapai?"Sial!" Memegangi kepalanya, Kiandra menjerit. Perempuan itu berdiri, menyambar handuk untuk dillitkan di pinggang.Ia ingin mengambil pembalut. Namun, yang di kamar mandi habis. Perempuan itu memeriksa laci bawah lemari pakaian, di sana juga kosong."Sial!" Kembali ia merutuk.Kiandra menarik pintu, mengeluarkan sebagian tubuh. "Lid? Lidia?"Tak ada yang menyahut. Tiba-tiba rumah terasa sepi. Ini baru pukul dua siang. Apa Irna sudah pergi
Read more
Bab 29
"Kia mana?" Evan yang baru pulang bekerja langsung menanyai istri keduanya itu pada Lidia yang menyambut."Lagi di kamar. Kamu jangan cari masalah terus, Van. Biarin dulu Kia sendirian. Dari pulang kerja enggak keluar kamar."Hanya melirik sekilas pada nasihat Lidia, Evan naik ke lantai dua. Mendatangi kamar Kiandra, meminta gadis itu turun mengikutinya."Aku punya sesuatu untuk kamu." Evan bicara sambil membuka bagasi mobil. Beberapa kali pria itu menatap kesal pada wajah Kia.Perempuan aneh itu mengenakan jaket. Lengkap dengan tudung kepala yang dinaikkan. Mungkin, untuk menutupi wajahnya yang kusut. Mata bengkak, pipi dan hidung merah, agaknya belum selesai menangis sejak kemarin.Evan mengeluarkan dua bungkusan plastik hitam dari bagasi. Langsung ia berikan pada si perempuan."Ini apa?"Akhirnya bicara juga, batin Evan. "Selesaikan malam ini. Besok pag
Read more
Bab 30
Kia tersenyum pada pelanggan yang baru saja menaruh barang yang dibeli di meja. Perempuan itu terlampau sibuk, hingga tak memperhatikan siapa yang sedang ia layani."Kia?"Yang dipanggil mengangkat wajah. "Bu Indah? Apa kabar, Buk?""Baik-baik. Kerja di sini sekarang?"Kiandra mengangguk saja. Ia tak bersuara lagi dan fokus menghitung barang-barang yang dibeli bu Indah."Gaji di sini lumayan, Ki?"Kia mengangguk saja."Kamu itu pelit, ya, sama adikmu?"Tangan Kia berhenti seketika. Ia menatap heran pada si tetangga lama yang profesinya pedagang dan punya toko di pasar. Lumayan berkecukupan, jadi kalau bicara terkadang tak memperhatikan layak atau tidak ucapan.Apa maksudnya berkata seperti tadi?"Kamu udah kerja di sini, udah ngekos juga, berarti gajimu lumayan. Apa enggak ngirim ke Bapak atau Ibumu
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status