Semua Bab Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta: Bab 41 - Bab 50
88 Bab
Bab 41
Hari ini akan selalu Kiandra ingat seumur hidup. Hari ulang tahun paling suram yang ia miliki. Tadi, ada perayaan kecil-kecilan. Tanpa sepengetahuannya dan semua orang di rumah ini, Dina datang. Tidak seorang diri, melainkan bersama Andra, Siska, orang tua Kia, juga keluarga Rina dan Nando. Ada acara tiup lilin, potong kue dan pemberian kado. Setelahnya, mereka makan siang bersama. Lalu Evan memberi pengumuman soal kehamilan. Semua orang tampak senang. Terutama Dina. Orang tua Kia juga terlihat bahagia. Kiandra berduka sebab fakta yang ia dengar dari Rina dan Nando. Evan memang menagih utang itu. Tiga puluh juta, Evan minta dibayarkan segera. Itu karena sang suami melihat Toni bersama dengan perempuan lain. "Si Toni itu coba-coba selingkuh, Kak. Untung ditagih Bang Evan pas di depan selingkuhannya. Dia malu dan ngaku." Begitu pengakuan Rina tadi siang. Pengakuan yang berhasil membuat Kiandra semakin kehila
Baca selengkapnya
Bab 42
Baru saja Kiandra berhasil mengumpulkan keberanian untuk turun dan makan malam bersama yang lain. Namun, sebuah pesan dari sang ayah membuatnya mengurungkan niat tersebut.Andra membahas soal rumah mereka. Ayahnya itu memberi tahu jika surat rumah tersebut sudah lama berganti nama. Sudah sepenuhnya menjadi milik Andra, sejak sebulan pernikahan Kia dan Evan.Terduduk di belakang pintu kamar yang sedikit terbuka, Kiandra tak punya tenaga untuk menangis. Ia hanya diam, meratap dalam hati dan bingung."Kia."Pintu terbuka lebih lebar. Evan berdiri di sana. Kiandra hampir tak sanggup menahan diri untuk tak mengumpat kala mendapati raut di wajah pria itu. Biasa saja. Tak ada kemarahan atau kebencian."Makin hari makin aneh, ya. Ngapain duduk di situ? Turun. Makan."Lengan Kiandra dipegangi. Ia ditarik hingga berdiri. Namun, perempuan itu menolak dibawa berjalan.
Baca selengkapnya
Bab 43
Usai menikmati suasana tenang di taman, Kiandra menolak pulang bersama Evan. Perempuan itu bilang ingin mencari sesuatu dulu, baru kemudian pulang. Evan diminta duluan saja. "Mau cari masalah? Pulang aja, Ki." Evan memutar arah kepala sepeda motornya. "Kamu naik motor ke sini?" tanya Kia sedikit heran. Biasanya, Evan selalu lebih suka menaiki si roda empat. "Lidia panik. Aku baru pulang, langsung disuruh cari anak hilang." Evan melempar lirikan malas. Mengangguk saja, Kia menepuk lengan Evan sekilas. "Pulang, gih." Dahi si lelaki menekuk. "Kamu mau aku disalahkan Lidia lagi? Naik." "Aku mau beli sesuatu dulu, Van. Kamu pu-" Evan terlihat melotot. Pria itu berdecak satu kali, lalu memundurkan motor hingga tepat ke depan Kia. "Naik. Aku antar kamu. Mau beli apa, sih, sebenarnya?" Karena Kiandra tetap bergeming, Evan meraih tangan perempuan itu. Menuntunnya untuk naik ke jok motor.&n
Baca selengkapnya
Bab 44
Berkeliling tak tentu arah setelah pulang bekerja, Evan berhenti di sebuah tepian jalan. Pria itu turun dari mobil, bersandar di pintu yang tertutup, memandangi pohon besar di hadapan. Dua jam. Agaknya belum cukup untuk Evan bisa mengambil keputusan. Apa akan diteruskan? Atau berhenti saja? Lelaki itu menyadari. Dirinya kecewa atas perbuatan Kia. Ia marah dan tak terima. Namun, semua itu perlahan hilang seiring dengan kembalinya Kiandra ke rumah. Namun, tak serta merta masalah selesai. Ragu mengisi seluruh hati. Kadang, di pagi saat Evan menatapi wajah Kiandra yang tertidur, laki-laki itu melihat bayangan Damar. Diikuti asumsi-asumsi soal sudah sejauh apa hubungan Kia dengan sepupu Lidia itu. Lalu, Evan akan menjauh. Meninggalkan Kiandra dengan hati yang terasa pedih. Namun, esoknya, saat mendengar si istri kedua menangis penuh sesal, hatinya luluh lagi. Ragu. Rasanya benar-benar sepe
Baca selengkapnya
Bab 45
"Kia." Panggilan Evan tidak disahut. Dari dalam rumah, usai turun dari mobil, pria itu dihampiri Lidia. "Kia, Van. Kia." Evan menunggu Lidia meneruskan ucapan. Meski begitu, beberapa kali matanya melirik ke arah pintu. Firasat mendadak tidak baik. "Kia mana? Aku bawa taoge untuk dibersihin sama dia." Lelaki itu menaruh dua bungkusan plastik yang dibawa pulang. Lidia menggeleng. Wajahnya diliputi cemas. "Kia pergi, Van. Dia belum pulang sejak siang." Kiandra pamit untuk jalan-jalan pada Lidia tadi. Si istri pertama sudah menawakan diri untuk menemani. Namun, ditolak. Tidak curiga, Lidia membiarkan madunya itu pergi. Toh, semua sudah baik-baik saja belakangan. "Aku udah coba hubungi, tapi hapenya enggak aktif. Aku takut, Evan." Urat di leher Evan tampak mencuat. Pria itu langsung terlihat tak nyaman. "Kamu udah cek ke taman?" Yang ditanya mengangguk. "Aku udah ke sana n
Baca selengkapnya
Bab 46
"Kia di mana?" Hal pertama yang Evan tanya setelah menginajkkan kaki di teras rumah adalah si istri kedua. Lelaki itu butuh memastikan jika Kia tidak melakukan aksi kabur lagi kali ini.Lidia berusaha tersenyum. "Ada. Di kamar. Kamu mau mandi dulu atau langsung makan?"Evan tak menoleh pada istri pertamanya itu. Ia menggeleng. "Aku bisa sendiri nanti. Kamu tidur duluan aja."Tanpa melepas sepatu, Evan menapaki lantai dua, menuju kamar Kia.Kiandra sedang memainkan ponsel saat Evan tiba di ruangan itu. Perempuan itu mengerutkan dahi ke arahnya, seolah keberatan didatangi."Ngapain kamu?" Evan duduk di tepi kasur. Merebut ponsel dari tangan Kia, lalu memeriksanya sebentar.Sang istri sedang membuka salah satu media sosial. "Kamu mau coba hubungi Damar?"Raut wajah Kia berubah muram. Perempuan itu memiringkan tubuh, menghadap Evan. "Aku udah bilang. Kapan pun
Baca selengkapnya
Bab 47
Air mata Lidia jatuh saat jarum pendek jam menunjuk ke angka sembilan malam. Hati perempuan itu patah, dirinya merasa tak berharga, sebab tebakan Damar benar. Evan tidak datang. Terpengaruh bujukan sang sepupu, usai perjumpaan di kafe siang tadi, Lidia tak langsung pulang. Sisi dirinya yang cemburu menuruti rencana kecil damar yang katanya bisa membuktikan bahwa sungguh posisi LIdia tidaklah penting di hidup Evan, selama Kiandra masih ada. Damar mengatur siasat. Ia akan membawa Lidia dan menempatkan perempuan itu di sebuah tempat jauh. Menghubungi Evan dan menawarkan sebuah pertukaran. Evan memberikan Kiandra, dan Damar akan melepaskan Lidia. Damar menentukan jam sembilan malam sebagai batas tawarannya berlaku. Pria itu bahkan mengancan Evan jika dirinya bisa menyakiti Lidia, jika Evan tidak datang bersama Kia. Namun, sudah lewat lima menit dair jam sembilan, suami Lidia tidak datang. "Jadi, gimana? Kamu percaya sama ku sekarang?"
Baca selengkapnya
Bab 48
"Aku siapkan makan kamu dulu, ya, Van." Mengekori langkah sang suami sampai ke ruang tamu, Lidia beranjak ke dapur usai melirik sekilas pada Kiandra. Evan yang menangkap gelagat janggal itu lantas menengok pada istri keduanya. Si pria mengernyitkan dahi. Disentuhnya dengan ujung telunjuk pipi Kia beberapa kali. "Apa enggak bisa kamu pasang wajah yang ramah sedikit? Aku ini baru pulang. Udah capek dari luar, pulang ke rumah juga lihat yang kecut-kecut." Kiandra mengabaikan tingkah Evan. Ia pun tidak melirik, fokus mengunyah camilan di pangkuan. "Kesurupan kamu, Ki?" Melihat istrinya sudah akan melangkah pergi, Evan meraih lengan Kia. Membuat si perempuan menghadapkan wajah padanya. "Kenapa kamu?" Diam saja saat dijahili atau diejek, itu sama sekali bukan gaya Kia. Jadi, Evan simpulkan terjadi sesuatu. "Penipu." Kia menaruh toples berisi keripik singkong ke meja. Perempuan itu menarik tangannya dari Evan. Me
Baca selengkapnya
Bab 49
Lidia sedang sibuk mengolah singkong untuk dijadikan kolak, Kiandra meninggalkan dapur untuk memeriksa siapa yang menekan bel rumah. Irna sedang mencuci piring.Melewati ruang tamu, Kiandra memeriksa waktu. Pukul empat. Apa Evan yang pulang? Saat menarik daun pintu, yang muncul memang Evan. Lelaki itu memicing, membuat Kia mengerutkan dahi."Mana mobil kamu?" Kia menengok ke halaman. Pantas tidak terdengar suara mesin mobil. Kendaraan Evan tak terlihat.Evan melewati pintu. Duduk di sofa, hal pertama yang ia tanya adalah Lidia. Biasanya, si istri pertamalah yang menyambutnya pulang."Di dapur. Lagi bikin kolak. Bentar aku panggil bi--"Kalimat Kiandra tak selesai. Langkah perempuan itu tertahan, sebab Evan meraih lengannya. Evan menariknya, menuntun agar duduk di sisi sofa yang kosong, tepat di sebelah.Evan menyerahkan selembar amplop. Wajah lel
Baca selengkapnya
Bab 50
Lidia tersenyum pada Evan yang barusan menghela napas. Perempuan itu mengusapi pundak si lelaki. Suaminya itu tampak lelah dan gusar. "Jangan khawatir. Semua pasti akan baik-baik aja. Kamu pasti bisa lalui ini." Lidia mendekap lelaki itu. Seerat mungkin, hingga Evan paham jika dirinya selalu ada dan akan selalu siap mendampingi apa pun yang terjadi. Seminggu ini Evan dilanda masalah di pekerjaan. Salah satu gerai rumah makan lelaki itu terbakar. Setelah diselidki, penyebabnya adalah kebocoran tabung gas. Belum lagi, penjualan di outlet lain yang menurun drastis. Wajar Evan banyak pikiran. Lumrah bila pria itu dihinggapi was-was. Bisnis rumah makan adalah satu-satunya mata pencarian keluarga kecil mereka. Evan membiayai banyak hal dari sana. Lidia tahu Evan bisa mengatasi ini. Ia yakin, suaminya akan bisa mencari jalan keluar untuk menghadapi semua hal kacau ini. Walau Evan tak menceritakan semua rincian dan keluhan, tetap saja Lidi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status