Semua Bab Pesan Nyasar Dari Sahabatku: Bab 71 - Bab 80
119 Bab
71
BAGIAN 71NAHAS           Gamblang terpampang di depan mataku, sosok Bang Edo yang hanya mengenakan kaus dalam singlet dan celana pendek warna cokelat tua itu sedang bersanding di sebelah perempuan muda nan cantik jelita. Gadis itu tinggi semampai, bahkan lebih tinggi daripada abangku yang memang agak pendek tersebut. Rambutnya pendek seleher dan diikat ke belakang. Mereka berdua menatap kami dari ambang pintu dengan wajah yang masing-masing muak. Astaga, santai sekali keduanya? Siapa yang salah, siapa yang ngamuk?          “Bang Edo! Berani-beraninya kamu membawa perempuan itu ke rumahku!” Mbak Sherly kalap. Dia berteriak dan berusaha untuk meringsek maju, tapi sayangnya kedua tangan kurus milik wanita itu dicengkeram erat oleh Bang Tama.          “Edo! Apa-apaan kamu, Nak? Ya Allah, kena
Baca selengkapnya
72
BAGIAN 72RENCANA BANG TAMA           “Riri, kamu udah sadar?”          Sebuah suara membuat kelopakku perlahan semakin membuka lebar. Samar-samar kutatap perempuan tua yang mengenakan jilbab kaus warna hitam yang senada dengan daster lengan panjangnya. Mama. Sosok itu tampak begitu cemas memandangiku. Entah di mana aku sekarang. Saat kulihat ke sekeliling, kamar ini sangat asing di mata.          “I-iya … mana Mbak Sherly?” desahku lirih pada Mama.          Wanita yang duduk di sampingku itu kini menggenggam jemariku. Erat. Matanya berkaca-kaca. Ekspresinya sedih luar biasa. Aku masih bertanya-tanya. Ada apakah gerangan? Masihkah keributan itu terjadi?          “Mer
Baca selengkapnya
73
BAGIAN 73CHRIS DAN IDE-IDENYA           “Serahkan semuanya padaku, Ri. Urusan kalian bertiga kupastikan berjalan dengan lancar. Sesuai keinginan.” Chris mengedipkan sebelah kelopaknya. Pria beriris cokelat itu lalu melengkungkan senyuman elegan khasnya. Aku yang memandang seketika larut dalam sebuah euforia. Astaga, apa aku sudah terlalu berlebihan? Sempat-sempatnya di saat seperti ini masih saja bisa tersipu gara-gara melihat Chris senyum.          “Makasih, Chris. Aku nggak tahu harus membalas kebaikanmu dengan apa.” Aku berucap dengan perasaan yang buncah. Betapa tidak. Chris tak hanya bersedia untuk membereskan masalahku, tetapi juga urusan Bang Tama dan Mbak Sherly. Dia bersama tim menyanggupi untuk menjadi kuasa hukum kami bertiga sekaligus.          Awalnya, Chris tak ingin d
Baca selengkapnya
74
BAGIAN 74KRITIK PEDAS           “Terima kasih ya, Chris. Jasa-jasamu tidak akan bisa kulupakan,” ucapku pada Chris. Aku tanpa sengaja telah mengulaskan sebuah senyuman manis. Entah mengapa, wajah putih milik Chris malah berubah kemerahan. Bola mata cokelatnya pun mengerling, menjauh dari menatapku. Aku tiba-tiba terkesiap. Apakah sikapku barusan telah membuatnya malu-malu? Argh, sial, sekarang malahan aku yang balik malu sekaligus deg-degan luar biasa. Please, jangan GR, Ri. Ingat, statusmu masih istri sah Mas Hendra!          “Umm, kalian mau tambah minuman lagi?” tanya Chris mengalihkan pembicaraan.          “Nggak usah,” jawabku cepat.          “Sudah cukup,” timpal Mbak Sherly.   
Baca selengkapnya
75
BAGIAN 75TANGISAN MISTERIUS           Saat tiba di mobil, aku masih saja diam membisu. Kata-kata Mbak Sherly benar-benar sanggup menusuk jantungku. Serasa aku telah dipermalukan olehnya. Padahal, apa yang terjadi juga bukan keinginanku. Hanya sebuah reflek. Kalau diraba ke relung hati pun, aku juga tak yakin apakah aku benar menaruh hati padanya atau tidak. Mungkin, sikapku kepada Chris bisa begitu hanya karena buah dari hati yang selama ini tandus sebab sikap Mas Hendra. Lelaki itu memang sibuk luar biasa. Yang bikin makin kecewa hingga sekarang adalah pengkhianatan-pengkhianatan yang diam-diam dia lakukan padaku.          “Ri, kamu kenapa diam saja?” tegur Mbak Sherly saat aku menyalakan mesin.          “Nggak.” Kujawab singkat. Tanpa sadar, nadaku terdengar agak ketus di telinga
Baca selengkapnya
76
BAGIAN 76PERMINTAAN SINTING NADIA           “N-nadia? Ini kamu?” tanyaku dengan gemuruh di dada.          Mbak Sherly sontak mendekat. Dia juga mencengkeram tangan kiriku erat. Membuatku makin kaget dan menatapnya.          “Ri? Itu Nadia?” bisik Mbak Sherly dengan mata yang mendelik tajam.          Aku pun mengangguk. Menaruh telunjuk di depan bibir. Memberi kode kepada Mbak Sherly agar senyap dulu. Untungnya Mbak Sherly mafhum. Beliau langsung geser dan tak lagi berkomentar. Namun, tampak raut kurang sreg dari wajah Mbak Sherly.          “I-iya … Ri. Kamu ternyata masih mengingatku.” Suara itu tersedu-sedu. Entah mengapa, aku yang semulanya jatuh iba kepada
Baca selengkapnya
77
BAGIAN 77MIMPI BURUK           “E-eh, m-mau kok, Pak,” jawabku buru-buru. Aku sampai harus tahan napas segala tadi. Baru bisa kuembuskan dengan agak berat setelah selesai mengucap kalimat barusan. Huhft, mengapa aku jadi segugup ini?          “Nah, gitu, dong.” Terdengar suara dengan nada bahagia di ujung sana. Aku bahkan sampai bisa membayangkan seperti apa raut wajah Pak Dayu yang tengah semringah. Ya ampun, kenapa bulu kudukku jadi merinding? Bukan senang, aku malah takut sendiri.          “M-maaf, Pak. Kira-kira, tujuannya untuk apa?” tanyaku hati-hati. Degupan jantungku sangat keras, bersamaan dengan luruhnya keringat di pelipis. Aku luar biasa deg-degan. Otak sudah bekerja sekeras mungkin. Memikirkan kira-kira apa tujuan Pak Dayu mempertemukanku dengan sang mami. M
Baca selengkapnya
78
BAGIAN 78SENGIT           “Ri.” Suara panggilan itu datang bersamaan dengan tepukan di pundak. Aku yang baru saja mengakhiri percakapan dengan Pak Dayu, tentu terkejut. Sontak kulihat ke belakang. Mbak Sherly bersama dua buah tas di pundak lalu menatapku heran.          “Kenapa mukamu cemberut begitu?” tanyanya.          “Nggak apa-apa.” Kujawab dengan tak berselera. Hatiku masih panas. Tadi saat menutup telepon pun, amarah yang tertahan ini rasanya masih saja bergejolak hebat di dada. Kurang ajar memang kata-kata Pak Dayu. Kalimat tajam bin pedas miliknya sangat berhasil menghancurkan mood-ku siang ini.          “Lama banget teleponan sama Nadia?” Sorot mata Mbak Sherly menyelidik. Tatapan itu seperti ingi
Baca selengkapnya
79
BAGIAN 79MENGUAK FAKTA           “Maksudmu apa? Begini cara ibumu mendidik?”          Sambungan telepon langsung dimatikan. Dasar anak nakal! Sekurang ajar itu dia pada tantenya sendiri. Kuliah jauh-jauh sampai ke kota pelajar sana, nyatanya tak sama sekali membuat Dimas jadi terpelajar. Awas saja, pikirku. Akan kuadukan semua tingkah lakunya siang ini pada Bang Tama. Lihat saja.          “Dimas memang kurang ajar!” makiku seraya meremas ponsel.          “Kenapa lagi, sih, Ri? Kayanya hari ini yang nelepon kamu orangnya pada nggak beres semua!”          “Aku juga heran, Mbak. Ini Dimas malah tiba-tiba telepon. Nanyain ayahnya segala. Malah aku dibilang ngintili
Baca selengkapnya
80
BAGIAN 80AZAB           “Dimas, Dito, setelah melihat semuanya dengan mata kepala kalian sendiri, masih juga mau menyalahkan Tante Riri dan Oma?” Bang Tama bertanya dengan suara yang dingin. Kalimat itu seperti ujung mata pisau yang tajam. Bukan ditujukan padaku, tapi bisa kurasakan betapa tajam dan menusuknya.          Namun, anak-anak Bang Tama malah semakin bungkam. Tak ada sepatah kata pun meluncur dari bibir yang semula begitu sinis menari di hadapanku. Mereka seolah bertransformasi menjadi batu yang tak memiliki nyawa. Mematung diam dengan kepala yang masih tertunduk dalam. Mereka pasti merasa malu luar biasa. Dikiranya, aku hanya diam saja atas perlakuan mereka padaku? Maaf, Dimas dan Dito, meski aku tante kalian, tapi aku juga berhak untuk mengadukan sikap nakal tersebut kepada Bang Tama!       &
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status