Semua Bab Pesan Nyasar Dari Sahabatku: Bab 61 - Bab 70
119 Bab
61
BAGIAN61PUPUS HARAPAN           “Ng-nggak, kok, Pak,” jawabku gelagapan. Mataku sempat terpana untuk beberapa saat tatkala melihat dua pria dengan stelan jas rapi tersebut.          Tangan Mbak Sherly sempat menyikutku pelan. Aku tambah gelagapan. Sontak memandang ke arah iparku dengan muka bingung.          “Gimana, Mbak?” tanyaku berbisik.          “Itu bosmu? Ayo, diri. Kita salamin,” sahutnya pelan sambil memberi kode dengan lirikan mata ke arah dua pria yang masih mencopot pantofel di depan gazebo.          “Eh, i-iya.” Sumpah, aku kikuk sekali. Ini kali pertama aku makan dengan Pak Dayu tanpa rekan-rekan kerja lainnya. Terlebih, ini bukan dalam rang
Baca selengkapnya
62
BAGIAN 62GONO-GINI           “Sesuai dengan pasal 37 UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Hukum masing-masing di sini adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum lainnya. Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam atau KHI mengatur bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama, sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.” Seperti kitab undang-undang berjalan, Chris menjelaskan pasal-pasal mengenai gono-gini dengan bahasanya yang baku.          Kalimat demi kalimat yang keluar dari bibir merah Chris begitu menghunjam jantung. Air mataku jelas menetes karenanya. Seketika aku merasa jadi manusia yang paling bodoh di muka bumi ini. Menyesal mengapa tak sejak dahulu aku mencari tahu tentang perjanjian pranika
Baca selengkapnya
63
BAGIAN63SI MANIPULATIF           “Alexa! Diam! Jangan nangis terus! Kamu ini kenapa, sih?!” Bu Laras naik pitam. Sepagi ini telinganya sudah terasa mau pecah sebab tangisan Alexa yang membabi buta. Anak yang digendongnya itu, langsung dia turunkan ke lantai. Cukup kasar. Membuat Alexa bukannya diam, malah bertambah kencang jerit tangisnya.          “Bu, ada apa?” Pak Bidin yang awalnya tengah sarapan di ruang makan, buru-buru berlari menuju ruang tamu. Alangkah terkejutnya pria 67 tahun yang bertubuh tinggi kurus dengan rambut penuh uban tersebut. Matanya membelalak sempurna ketika melihat istrinya tengah berdiri sambil berkacak pinggang di hadapan gadis kecil yang meraung-raung.          “Alexa?!” Kakek tiga orang cucu itu langsung membungkuk dan menggendong tubuh kecil
Baca selengkapnya
64
BAGIAN 64SALAHKAH BILA KUTARUH CURIGA?POV SHERLY           “Sampe sore gini baru pulang?” Alis Bang Edo terangkat sebelah. Pria berperawakan kurus sepertiku itu tampak tak berkenan. Dia menatapku tajam dari atas kursi makan sembari menggenggam cangkir kopinya.          “Maaf, Bang. Aku nemenin Riri ke sana ke mari. Kasihan dia. Ini, aku bawakan lauk dari resto. Tadi siang kami makan ditraktir atasannya.”          Aku pun berjalan ke arahnya dengan menebar senyuman, berharap pria itu mau memaklumi. Namun, wajahnya masih saja masam. Dia tampak menyesap kopi cepat-cepat, seakan ingin segera beranjak dari sini.          Kutaruh plastik bening berisi dua buah styrofoam yang ditumpuk. Satu berisi udang goreng tepung, satu lagi b
Baca selengkapnya
65
BAGIAN 65DUSTA           “Ri, ini ada Dimas telepon ke hape Mama. Gimana, ya?” Aku yang baru saja tiba di rumah dan kini tengah duduk di kursi makan seraya menikmati teh panas, tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Mama. Beliau membawa serta ponsel jadulnya yang berdering nyaring. Benda kecil berwarna hitam tersebut disodorkannya kepadaku.          “Bang Dimas ya, Bun?” Carissa yang duduk di sebelahku bertanya. Gadis kecil yang sudah mandi dan wangi itu terlihat melongok ke arah ponsel yang masih disorongkan Mama padaku.          Aku langsung melempar pandang ke arah Mama. Wajah kami sama-sama resah. Entah mengapa, firasatku mengatakan bahwa akan terjadi hal-hal buruk bersamaan dengan datangnya telepon dari anak pertama Bang Tama tersebut.      
Baca selengkapnya
66
BAGIAN66PECAH!           Sambil menahan desir yang merebak di dada, langsung kuputuskan saja sambungan telepon. Aku sudah lelah berdebat dengan Dimas. Bocah kemarin sore itu kalau memang berani, dia pasti mengirimkan nomor rekeningnya. Lihat saja. Besok, kalau dia sudah tiba ke sini, pasti dia akan menyesal karena telah membuat gara-gara kepadaku.          Baru saja aku balik badan, telinga ini tiba-tiba menangkap suara isak tangis. Suara ribut-ribut orang panik juga menggema hingga ke belakang sini. Aku tersentak. Buru-buru berjalan ke arah depan. Setengah berlari aku menghampiri sumber suara.          Betapa kagetnya diriku ketika mendapati ruang tengah sudah penuh dengan orang. Ada Mbak Sherly yang menangis dalam dekapan Mama. Di samping kiri tubuh Mama, sedang berdiri Sasya yang juga tengah dirangkul o
Baca selengkapnya
67
BAGIAN 67PESAN DARI CHRIS           “Ri ….” Mbak Sherly meremas jemariku. Dia memanggilku lagi dengan suara seraknya.          Kutarik napas dalam-dalam. Sebisa mungkin mencoba untuk menenangkan diri. Aku tak boleh asal bicara pada Mbak Sherly. Salah-salah, emosinya bakal labil dan masalah jadi tambah keruh.          “Mbak,” ucapku hati-hati. “Apa tidak coba kita pikirkan dulu?” Kutatap dalam bola mata wanita tersebut. Sendu kelopaknya membuat hatiku makin terenyuh. Kasihan sekali Mbak Sherly. Nasibnya persis sepertiku.          Mbak Sherly mengerling. Ekspresinya seakan telah muak dengan hubungan pernikahan yang memasuki usia ke-16 tersebut. Muak dengan pengkhianatan, tentu saja.    
Baca selengkapnya
68
BAGIAN68PEMBAHASAN PENUH LUKA           “Hush!” kataku kepada Mbak Sherly seraya manyun.          Aku yang agak deg-degan sebab pesan dari Chris tersebut kini kembali dibuat tak habis pikir. Terlonjak kaget diriku ketika ponsel yang ada digenggaman bergetar lagi. Kali ini getarannya panjang. Tampak di layar, Chris melakukan panggilan suara.          “Tuh, Ri. Dia nelepon. Angkat, gih,” ucap Mbak Sherly. Perempuan itu menyikutku pelan.          Aku gelagapan. Agak kurang percaya diri. Apa-apaan sih si Chris. Magrib-magrib begini malah menelepon.          Mau tak mau aku pun mengangkat telepon tersebut. Kuredam gemuruh dalam dada. Lagian, aku ini kenapa coba. Ditelepon sama pengac
Baca selengkapnya
69
BAGIAN 69MBAK SHERLY SAYANG, MBAK SHERLY MALANG           “Assalamualaikum.” Pembicaraan yang tengah panas-panasnya tiba-tiba terinterupsi oleh suara salam dari arah belakang.          Aku, Mama, dan Mbak Sherly sontak menoleh. Ternyata Bang Tama. Pria besar tinggi yang mengenakan kaus polo berkerah warna putih dengan lis hitam itu berjalan ke arah kami. Wajahnya tampak tenang. Tak terlihat raut gusar seperti Subuh tadi. Bahkan, kakak pertamaku itu masih sempat menyunggingkan senyuman ke arah kami.          “Waalaikumsalam.” Kami bertiga kompak menjawab. Mama pun langsung bangkit dari kursinya dan menghambur ke arah Bang Tama yang sudah dekat sekali dengan meja makan.          “Tama, bagaimana? Kamu sudah memulangkan istrimu
Baca selengkapnya
70
BAGIAN 70POV NADIADINGINNYA LANTAI PENJARA           “Eh, anak baru! Jangan nangis aja lu! Berisik!”          Plak! Sebuah tamparan mendarat ke kepalaku. Jangan tanya rasanya. Sudah pasti sakit sekali. Telingaku sampai berdenging.          “Tolong! Tolong! Keluarkan aku dari sini!” Aku menjerit keras. Menggoyang-goyangkan jeruji besi sel yang hanya berukuran 3 x 2,5 meter tersebut. Namun, tak ada satu pun petugas rutan yang datang untuk menolong. Perundungan yang dilakukan oleh salah satu senior sel yang galaknya minta ampun itu pun kembali menderaku. Tak hanya tamparan, kini dia menjambakku.          “Hei, lonte! Jangan teriak-teriak! Berisik kataku! Kamu ini tuli atau bagaimana?” Perempuan bertubuh kekar deng
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status