All Chapters of Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa ): Chapter 61 - Chapter 70
100 Chapters
61
"Apa dia sudah pergi?" tanya Keke, saat mendengar suara langkah kaki Bujang menuju kamar, Keke langsung duduk di ranjang dan pura-pura tak melakukan apa-apa."Sudah, " sahut Bujang sambil mengelap tangannya yang basah."Sebenarnya kasihan melihat dia begitu, sungguh tak diduga, padahal dulu Kak Endang begitu dipuja di kampung ini, dia serba pandai, pintar memasak juga, setiap acara pesta pasti dia diundang untuk jadi kepala dapur.""Nafsu dunia bisa membuat orang berubah." Bujang menyahut."Nafsu untuk bisa memiliki Abang," sindir Keke. Bujang tersenyum lebar, memamerkan giginya yang rapi. Tatapan hangat dan tegas itu selalu membuat Keke tak berkutik. Jika dilihat dari dekat, pria penakluk hatinya itu memang sangat menawan. Ah, entah berapa ribu kali Keke melempar pujian dalam hati pada suaminya itu."Ya, mungkin," sahut Bujang tak tertarik."Keke rasa, ada cinta yang belum selesai.""Seperti judul sinetron.""Kalau dulu dia tak meninggalkan Abang, pasti Abang menikah dengannya, kan?"
Read more
62
"Sudah berapa bulan, Ke?" tanya seorang wanita bertubuh gemuk di samping Keke. Keke asik mengipas-ngipas wajahnya, udara begitu panas, padahal kipas angin di berbagai sudut ruangan telah bekerja maksimal."Jalan delapan bulan, Kak.""Perasaan baru kemaren kamu nikah, Ke. Waktu terasa sebentar, tak terasa nanti kamu akan punya tiga anak," sahut ibu satu lagi.Keke tersenyum, tak berniat menanggapi lebih jauh, yang jelas, dia bosan.Saat ini mereka tengah berada di kantor lurah, ada acara pertemuan ibu-ibu PKK dengan beberapa orang pejabat pemerintahan. Katanya, ada dana yang akan disalurkan oleh pemerintah. Memang, sejak punya anak, Keke jarang bergaul dengan masyarakat, di samping kerena rumah Bujang terpencil, dia juga tak sempat untuk melakukan hal lain selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak.Sebenarnya, hari ini pun, dia hanya iseng ikut ibunya yang aktif sebagai ibu-ibu PKK di desa ini. Bujang menyuruhnya ikut saja, agar Keke tidak suntuk. Bujang dan ayahnya
Read more
63
Ucapan Kevin terngiang-ngiang di kepalanya, tentang teman-teman mereka yang sukses sebagai pekerja kantoran, tentang beberapa orang yang melanjutkan kembali study-nya ke jenjang yang lebih tinggi. Rasanya begitu menyenangkan saat membayangkan, karena dua tahun ini dia hanya bergelut dengan pekerjaan rumah tangga.Keke meraba perut besarnya, kemudian melihat Delia dan Delio yang asyik bermain berdua, lalu melirik Bujang yang tengah mengganti bajunya dengan baju khusus saat mengecat. Sudah lama sekali, jari-jarinya tak memegang pena, buku atau laptop. Tangan itu, lebih akrab dengan sapu, kain kotor, alat-alat dapur.Kehidupannya, terlalu jauh dari impiannya selama ini. Dulu dia bercita-cita, ingin bekerja di kantor, atau mengajar SMA, memiliki murid yang bisa diajak berteman itu pasti sangat menyenangkan. Dia sangat senang melihat wanita karir yang tampak modis dengan baju dinasnya, baginya wanita zaman sekarang itu bukannya di rumah mengurus anak. Putus cinta dengan Kevin dulu dan pu
Read more
64
"Tolong handuk, Ke," panggil Bujang dari kamar mandi, Keke meletakkan Delio di dekat saudarinya Delia. Kebiasaan Bujang, sering lupa membawa handuk ke kamar mandi. Delio merengek kecil saat ditinggal."Sebentar, ya, Nak!" bujuk Keke. Dia mengambil handuk bersih di jemuran.Sejenak keisengan Keke muncul, dia mendorong pintu kamar mandi yang tak terkunci. Bujang masih asik mengguyur tubuhnya yang sempurna."Woooww." Keke terkikik. Sedangkan Bujang yang menyadari kehadiran Keke hanya geleng-geleng kepala."Mengintip, Ke? Tanggung, masuk saja!""Kalau sengaja masuk, nggak wow lagi." Keke menyerahkan handuk itu pada Bujang."Kamu, ada-ada saja. Siapkan baju kemejaku, ya, Ke.""Abang mau ke mana?""Ada acara di kantor camat, penyambutan mahasiswa KKN." Bujang mengusap rambutnya dengan handuk, lalu melilitkan benda itu ke pinggulnya.Keke mengekor di belakang. "Ada mahasiswa KKN yang akan datang ke desa kita?""Iya,""Wah, itu kabar yang bagus.""Kenapa bagus?""Setidaknya akan ada program
Read more
65
Tak hanya cantik, Liyan begitu lembut dan sangat perhatian. Gadis itu bahkan bergerak gesit merapikan barang-barang bawaannya. Sesekali dia menggoda si kembar yang asyik berjalan ke sana kemari."Anaknya cantik dan lucu, ya, Kak." kata Liyan mencubit sayang pipi Delia yang gembul, anak itu malah sibuk mengacak buku Liyan yang baru disusunnya di atas rak plastik yang dibawanya. Sedangkan Delio sudah berjalan ke arah keranjang mainannya.Keke hanya tersenyum simpul. Kebahagiaan seorang ibu itu adalah, saat anaknya dipuji sehat dan cantik."Comelnya, ya. Tapi mirip ayahnya. Delio mirip Kak Keke," sahut Nadiya."Kata orang, kalau anak perempuan mirip ayahnya, anak laki-laki mirip ibunya, artinya murah rezeki, ya,kan, Kak?" tanya Liyan lagi. Dia kembali tersenyum. Keke sengaja masuk ke kamar yang mereka tempati, supaya lebih akrab."Aamiin. Oh ya, jangan sungkan-sungkan, ya. Anggap saja rumah sendiri. Jika perlu apa-apa tinggal sampaikan saja sama kakak, atau sama Bang Bujang.""Baik, Kak,
Read more
66
Semuanya bernafas lega, setelah Bujang menekan dadanya beberapa kali, Liyan terbatuk mengeluarkan air yang tadi telah masuk ke paru-parunya. Semua orang yang dilanda penasaran berkerumun, melihat secara jelas siapa korban tenggelam yang baru saja diselamatkan itu. Kondisi di tepi sungai Siak cukup ramai, tak hanya yang berasa dari posko mereka saja yang bermain ke sana, tapi mahasiswa lain yang juga tinggal di posko yang dekat dengan sungai."Kau tak apa-apa, Liyan?" Diki mendekati Liyan, membantu gadis itu untuk duduk. Liyan melirik Bujang sejenak, nafasnya masih agak sesak. Diki dilanda kekhawatiran, sebagian orang masih berbisik-bisik sambil melihat Liyan. Sementara sebagian telah bubar dari kerumunan.Liyan menggeleng. "Aku tidak apa-apa." Dia tahu, laki-laki di depannya ini menaruh hati padanya, pria itu sering kedapatan menatapnya. Dia biasa dipuja, laki-laki seperti Diki baginya sudah biasa.Akan tetapi kenapa saat dia hampir mati, pria di depannya masih dalam kondisi berpakai
Read more
67
Bujang dan Keke menata nafasnya yang tersengal, seiring dengan bunyi benda jatuh dari belakang rumah, tepatnya di balik kamar mereka. "Apa itu?" bisik Keke. Dia menutup tubuhnya, sementara Bujang langsung mencari bajunya.Mereka baru saja menyelesaikan ritual suami istri, tapi bunyi benda seperti orang yang melompat itu sangat mencurigakan."Apakah maling?" tanya Keke berbisik."Tak mungkin maling lewat di belakang dinding kamar, pasti lewat jendela. Aku akan pastikan dulu." Bujang bangkit, terlebih dulu berwudhuk. Dia membawa lampu senter ke belakang rumah, karena tak ada lampu di sana.Dia curiga, seseorang pasti tengah mengintip. Bujang kesal, marah dan dadanya terasa panas. Saat menemukan sebelas sendal jepit yang tertingga tepat di tanah, tepat di bawah dinding kamar mereka. Bujang kaget luar biasa, bagaimana bisa ada lubang tiba-tiba ada di dinding itu, ukurannya sebesar kelereng, bentuknya rapi seakan dikerjakan dengan hati-hati.Sedangkan dinding itu, kemaren masih baik-baik
Read more
68
"Sumpah yang Abang katakan tak masuk akal," seru Amir, mukanya memerah."Apa mengintip orang tidur itu masuk akal?""Bukan saya pelakunya, sudah saya bilang bukan saya pelakunya.""Aku yakin itu kau, kau sendiri yang terjaga saat peristiwa itu terjadi, mengakulah! Jika aku mengetahui kebenaran, maka kau tak kumaafkan."Amir menantang Bujang. Kemudian suara pengakuannya membuat semua orang tercengang."Iya, itu saya, Abang mau apa? Mau membunuh saya?""Anak bangsat," ketus Bujang, tanpa bisa dikendalikan sebuah pukulan melayang di wajah Amir. Amir terjengkang, para gadis yang berada di sana terpekik. Sedangkan Keke yang mengintip di balik pintu kamarnya menutup mulutnya. Alangkah memalukan, alangkah jahatnya Amir. Keke bahkan tak mampu menahan tangisnya, dia menutup pintu kamar dan menumpahkan air matanya sendiri.Saat Bujang kembali ingin melayangkan tinjunya, Luqman segera menahan bahunya sekuat tenaga."Sudah, Jang! Sudah, anak itu bisa mati.""Dasar tak tau terima kasih, tak tau di
Read more
69
Bujang tak main-main dengan ancamannya. Dalam sehari itu juga, dia berhasil memulangkan Amir ke pihak kampus. Sempat terjadi perdebatan kecil antara pihak kecamatan dan kampus, namun akhirnya keputusan diambil, Amir ditendang dari peserta KKN tahun ini.Ketegangan itu masih terasa. Teman-temannya yang bersisa, saat ini duduk di depan Bujang. Liyan membuka pembicaraan lebih dulu mewakili teman-temannya."Kami sangat menyesali apa yang telah terjadi, atas nama teman-teman semua, kami mohon maaf, Bang. Atas apa yang telah terjadi menimpa Abang dan Kak Keke." Liyan melirik Keke yang masih menampilkan wajah marah. "Aku memaafkan, dengan catatan tak ada lagi di antara kalian yang membuat ulah. Kalian datang sebagai tamu, kami sambut dengan tangan terbuka, tapi apa yang kalian lakukan?""Sekali lagi maafkan kami, yang telah merepotkan Bang Bujang dan Kak Keke." Liyan menambahkan lagi.Bujang menatap tegas ke arah Liyan, membuat gadis itu merasa salah tingkah."Apa lagi kalian yang perempuan
Read more
70
"Kau baik-baik saja?" Bujang mengusap wajah Keke. Istrinya itu masih pucat, sempat mengalami pendarahan, akhirnya dia bisa melewati masa sulit melahirkan putra nya dengan sehat."Keke baik, walau masih agak pusing. Bayi kita ....""Dia berada di ruang bayi, dia sangat kecil," ucap Bujang. Teringat olehnya, bagaimana bayi merah itu menangis di ruang bayi, sayangnya dia hanya bisa melihat dari luar setelah perawat menunjukkan nomor box bayinya pada Bujang."Kelahiran terlalu mendadak." Keke berucap pelan. Dia memperkirakan kelahiran akhir bulan depan, tapi Tuhan berkehendak lain, bayi mereka lahir lebih awal."Kau sempat pendarahan, Ke.""Ya, Keke tau, Keke masih bisa mendengar percakapan dokter saat melakukan bedah."Dan ... Liyan, yang mendonorkan darahnya padamu."Keke tertegun, Liyan. Selama ini dia tak menyukainya, merasa cemburu dan merasa tersaingi. Ternyata gadis itu tak seburuk yang dia pikirkan."Sampaikan ucapan terimakasih Keke padanya.""Nanti dia akan ke sini. Setelah dipe
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status