All Chapters of Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat: Chapter 111 - Chapter 120
140 Chapters
#110 Balas Membalas
Sebelumnya. “The, lo lagi ngapain?”Meski hapal betul dengan suara yang memanggilnya, Theo melirik sebentar ke arah pintu, kemudian menyahut, “Ngecekin portfolio lamaran magang.”“Oh, udah ada yang apply ya?” Ben menutup pintu dan berjalan mendekati meja Theo.“Banyak.” Sorot mata, serta jari telunjuknya yang mengusap-usap dagu menunjukkan betapa seriusnya Theo saat ini.“Ada calon pemagang potensial nggak?” tanya Ben, bersandar pada meja Theo, membelakanginya.“Hmm ... ini ada satu orang, transkrip nilainya warna warni, A B C D E. Tapi difoto, orangnya cantik banget,” jelas Theo sambil memberikan cengiran. “Yah, meskipun foto cewek jaman sekarang bisa aja menipu, sih.”“Cuma karena cantik, terus mau lo terima?”“Lihat dulu sini. Portfolionya belakangan oke, gaya interiornya gue lumayan suka. Tug
Read more
#111 Shadow
“Aku lihat mobilnya. BMW biru itu ....” Perempuan itu mengerjap tanpa menatap Miko. Mungkin Cantika tak sadar saat ini dia sedang menggigit bibir bawahnya. “Kamu sama Ben tadi?” tanya Miko dengan nada tenang. Kali ini langsung menyebut nama. Sedan mewah tanzanite blue, dengan seri yang tidak begitu banyak ditemukan di jalan, tidak mungkin hanya suatu kebetulan. Miko pernah melihat mobil itu beberapa kali saat Ben menjemput Cantika dulu. Mobil yang akan membuat orang lain teringat begitu saja karena ciri khas dan keeleganannya. Mobil itu masuk ke area kantor Cantika tepat sebelum Miko meneleponnya. “Aku nggak tau dia kerja di sana, sumpah! Aku ngelamar di sana bukan karena dia. Aku nggak tau ada dia.” Suara serta gestur Cantika panik bergetar. Tangannya saling meremat. “Iya, aku tau kamu ngehindarin dia.” Miko maju beberapa langkah. “Tapi ... kenapa? Kamu ngerasa nggak enak kalau aku tau kamu sekantor sama dia?” Jeda sejenak sampai Cantika mengangguk, kerutan di antara sepasang al
Read more
#112 Hot Lady
Sejak terakhir pergi ke lokasi konstruksi berdua, kembali ke kantor memperdebatkan soal Cantika yang merahasiakan keberadaan Ben di sekitarnya dari Miko, keadaan mulai berubah esok harinya. Ben tidak lagi mengganggunya. Tidak lagi terus menerus menyuruh Cantika melakukan tugas serabutan. Pria itu jauh lebih tenang. Terlalu tenang malah, sampai-sampai Cantika mengira dia sedang tidak di kantor. Apa jangan-jangan, Ben merencanakan hal lain? “Ish, kok aku mikir jahat melulu sih sama orang? Nggak boleh nethink, Cantika,” gumamnya pada diri sendiri. “Kenapa Ra?” Jovino yang berjalan di depannya menoleh. Cantika merasa salah tingkah karena menyuarakan pikiran ngawurnya. “Eh, nggak pa-pa. Jov, kamu terganggu nggak, diekorin aku terus? Soalnya aku merasa nggak enak sama kamu, sampai kakak-kakak yang lain pada nanya.” Satu tangannya menggosok lengan yang lain. Reaksi Jovino separuhnya tidak sesuai dugaan. Laki-laki itu melirik ke arah lain, bergumam sebentar sebelum menjawab, “Aku nggak ke
Read more
#113 Atensi
Setibanya di rumah, Cantika buru-buru mencuci bajunya yang ketumpahan kopi dan baju baru yang dibelikan Ben. Entah kenapa dia mengendap-endap dan merasa takut seperti ini. Padahal bisa saja menceritakannya pada Miko. Toh, tidak ada hal yang terjadi di antaranya dan Ben. Namun, Cantika merasa berat. Lebih baik tidak membahas tentang Ben saat berdua dengan Miko. Itu akan lebih mudah untuk mereka. Mungkin dia terkesan seperti pengecut. Tapi, sungguh ... Cantika hanya ingin cari aman. Perasaan yang menghantuinya sejak tadi juga menahannya untuk bercerita pada Miko. Cantika tidak bisa memastikan, dia dapat mengatur ekspresinya ketika membicarakan Ben di depan Miko. Saat ini, hanya dengan mengingat nama Ben saja ia merasa berdebar. Selesai membersihkan semuanya, Cantika menyiapkan barang-barang yang akan difotonya di akhir pekan untuk promosi. Cantika tidak punya banyak waktu untuk melakukan kegiatannya di media sosial selama mulai magang. Dia benar-benar sibuk. Oleh sebab itu, Cantika mul
Read more
114 Harapan Kosong
‘Mampus gue, mampus! Bisa diamuk Ben kalo tau ceweknya luka gara-gara gue.’Berkali-kali Theo menjerit panik dalam hati. Meski berusaha untuk tidak menunjukkan lewat ekspresinya, tapi sepertinya dia gagal. Karena Cantika kelihatan bingung tadi.Masa bodoh! Pikir Theo. Dia menyambar plester yang ada di bengkel kerja mereka. Berjalan secepat mungkin ke ruang arsitek. Saat itu dia berpapasan dengan Cantika yang telah selesai membasuh lukanya.Tadinya, Theo berniat memakaikan plester tersebut. Tapi kalau Ben melihat dari CCTV koridor, masalah bisa lebih parah lagi. Lelaki itu punya krisis kepercayaan. Kalau Theo membantu Cantika lebih dari ini, Ben yang rasa cemburunya selangit itu bisa mencak-mencak. Kalau tidak beruntung, mungkin malah dapat bogem mentah atau lemparan botol bir saat dia mabuk. Akhirnya, yang bisa Theo lakukan adalah memberikannya plester. Cantika pun mengucapkan terima kasih padanya.Theo mengamati jejak darah yang sudah tak sebanyak sebelumnya. Dia memalingkan wajah, m
Read more
115 Mau Coba
“Terus, apa pilihan kamu selanjutnya?” tanya Ben hati-hati. Dia masuk ke ruangannya, menutup pintu di belakangnya, dan berdiri di balik meja, menatap ke luar jendela. Ketika sedang bersama Cantika tadi, Viona menelepon. Memberitahu hasil dari keputusan akhirnya. Tentang hubungannya dengan Romy. Tentang janin yang dikandungnya.“Aku ... nggak bisa pertahanin anak ini.” Viona berhenti sejenak. Samar-samar, Ben bisa mendengar wanita itu menelan isakkan. “Romy nggak akan peduli. Papa-mamaku nggak bakal terima. Meski aku bilang bukan anak kamu, tapi mereka pasti malah desak kamu. Nggak ada pilihan lain, Ben. Nggak ada pilihan lain.” Suara Viona begitu pilu. Wanita yang dibencinya kini membuat Ben iba.Ben memejamkan mata erat. Mencengkeram pinggir mejanya. “Kapan?” tanyanya dengan nada berat. “Kapan kamu mau ....” Ia tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya.“Aku udah buat janji besok.”“Besok??” Ben cukup kaget mengetahui Viona mengambil keputusan secepat itu.“Lebih cepat lebih baik,” liri
Read more
116 Menyesal
"Penyesalan terlambat karena tidak mengenal ojek online." – Olin.===‘Bego!Cantika bego!Gara-gara kepikiran Ben terus, pake segala kecentilan godain Miko.Kayak yang haus belaian aja!’Dalam hati Cantika terus mengutuk dirinya sejak pagi. Dia tidak punya muka untuk menatap Miko. Selama perjalanan saat Miko mengantarnya ke kantor, dia bahkan terus melihat ke luar jendela seolah pemandangan kemacetan jalan adalah hal terindah yang pernah dilihatnya.‘Mentel amat sih, Can!’Setelah itu, Cantika jadi menyesal sendiri karena bersikap gampangan di depan Miko. Menawarkan diri untuk disentuh? Yang benar saja! Memangnya dia perempuan penggoda?! Tapi ... mereka suami-istri, bukankah wajar?Tidak. Apanya yang wajar kalau Cantika saja masih kepikiran pria lain? Untungnya ia ketiduran saat menunggu Miko mandi semalam. Kalau Miko benar-benar menerima godaannya dan melakukannya, mau ditaruh mana mukanya?Cantika juga menunggu sambil berdebar setengah mati karena kebodohannya sendiri. Itu sebabnya
Read more
117 Take You
“Oh, hai. Kamu juga lembur?”Cantika berhenti melangkah dan menoleh, mendapati Miko ada di belakangnya. Senyum menghias wajah lelah pria itu.“Iya. Udah makan, Mik?”Miko kemudian menyamakan langkah di sebelahnya. Sama-sama menyusuri lorong untuk menuju ke unit apartemen mereka. “Udah tadi, sama mamaku. Kamu?”Dengan senyum cerah, Cantika menjawab, “Aku juga udah. Besok aku aja yang siapin sarapan.” Memeluk lengan Miko dan menyandarkan kepala di sana.Beberapa langkah kemudian, mereka tiba di depan pintu. Cantika masih menempel, sementara Miko menekan kode akses pintu.“Ada angin apa?” canda Miko mengelus puncak kepalanya.Cantika melepaskan lengan Miko untuk meloloskan sepatu dari kakinya dan meletakkan ke rak sepatu. “Kasian kamu. Capek-capek dobel kerja, masa disuruh siapin sarapan juga di rumah. Sekali-sekali aku aja, kan aku istrinya.”Miko juga melakukan hal serupa. Tapi saat ia ingin mengangkat sepatunya, Cantika sudah mengambil alih dan memasukkannya ke rak lebih dulu.“Tau ng
Read more
118 Decision
Tidak mugkin.Mustahil.Sekujur tubuh Cantika menjadi kaku saat melihat surat perjanjiannya terpampang di layar komputer Ben. Matanya mendadak terasa panas.“Aku tau, ini tulisan kamu,” kata Ben lagi.Cantika pucat pasi mengutuk kecerobohannya. Dia baru saja menggali kuburannya sendiri dengan menyertakan surat pernjanjiannya dengan Miko ke dalam folder yang dikirimnya pada Ben. Karena foto perjanjiannya itu diambil tepat setelah Cantika pergi dengan Ben ke Depok, dia keliru menyalinnya bersamaan. “Memangnya ... kenapa?” tanya Cantika dengan suara bergetar. “Setelah baca surat itu, terus apa? Itu cuma tulisan tangan biasa. Apa pun yang ada di situ, intinya we’re married.”“Palsu,” dengkus Ben sinis. “Pernikahan kontrak yang bahkan nggak terdaftar? Kalian nggak sah.”“Mungkin sekarang memang begitu. Tapi, kamu baca sampai akhir? Perjanjian bisa berubah.”Bagaimanapun caranya, Cantika tidak ingin menunjukkan kelemahan di depan Ben. Dia tidak ingin kalah lagi dari pria itu. Hatinya terus
Read more
119 Settingan
“Kalau gitu, mulai sekarang jangan ganggu aku,” ucap Cantika lirih.Helaan napas Ben menggelitik dagu Cantika. “Kasih tau aku alasannya. Jelasin biar aku ngerti.” Nada pria itu melunak.Namun, Cantika hanya menggeleng dengan air mata yang kembali mengalir.“Kalo kamu cuma butuh suami, aku bisa gantiin dia.”“Nggak bisa gitu, Ben. Nggak bisa gitu.”“Ya terus apa? Apa yang bikin kamu lebih milih cowok jadi-jadian yang nggak jelas orientasi seksualnya itu? Jadi dia homo apa biseks? Oke, itu nggak penting. Gila ya, dari awal aku udah ngerasa curiga sama dia. Tau-tau main serobot pacar orang,” oceh Ben dongkol.Seharusnya Cantika menyingkir sejak tadi. Tapi berada di pangkuan Ben membuatnya nyaman. Plus, lengan kokoh yang mendekap pinggangnya terasa hangat di cuaca sejuk begini. Cantika jadi lupa untuk beranjak.“Pokoknya aku nggak bisa. Tolong jangan ganggu aku untuk sekarang. Ini satu-satunya cara aku bertahan.” Tangan Cantika memegang pinggiran meja kuat-kuat. “Anggap kita selesai.”Man
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status