All Chapters of Ditinggal Suami Dinikahi Bos: Chapter 41 - Chapter 50
143 Chapters
42. Semua Manusia Sama Saja
Mas Baja benar-benar meninggalkan kami berdua di ruangan Pak Aditama. Arga yang berusaha mengejarnya tetap tak bisa mengubah keputusannya. "Anda boleh keluar, Mbak. Mohon maaf tidak sembarang orang bisa berada di sini." Sekretaris Pak Aditama datang menghampiri. Aku masih terduduk dengan setetes air lolos dari pelupuk mata."Baik, Mbak," ucapku seraya berdiri. Mendongak agar aliran air ini tak semakin banyak. Langkahku sedikit gontai menuju pintu saat akan keluar ruangan."Mbak Amira gak apa-apa?" tanya Arga begitu aku keluar dari ruangan itu. Dari napasnya yang terengah, pasti Arga berlari."Gak apa-apa, Ga. Sorry, ya." Ya. Aku menyesal. Kenapa pula masalah pribadiku tercampur dengan masalah perusahaan. Harusnya Arga bisa mendapatkan kesepakatan ini jika bukan karena hubunganku dengan Mas Baja."Gak apa-apa, Mbak. Besok kita coba lagi," ucap Arga sembari melangkah. Ia mengajakku untuk turun ke lantai satu."Besok?" tanyaku heran. Arga menganggguk. Tangannya menekan tombol lift untu
Read more
43. Seperti Berperang
Perang Dunia II adalah sebuah peperangan yang terjadi antara kurun waktu 1 September 1936 sampai September 1945. Perang yang hampir melibatkan seluruh negara di dunia dan memberi dampak yang luar biasa. Konon manusia menjadi saling mencurigai dan membenci satu sama lain karena masa perang yang menghanguskan sebagian wilayah negara terdampak. Tidak hanya itu, efek psikologis sekaligus traumatik akibat kekejaman serta kekerasan yang dialami pada masa itu juga tak mudah dihilangkan. Membekas seumur hidup bagi korban perang.Ya. Seperti menjalani sebuah perang yang mengharuskan salah satu dari mereka untuk kalah. Begitulah pertempuranku dengan Mas Baja. Mungkin tidak hanya kami saja. Sebagian besar orang yang menikah, lalu memutuskan bercerai dengan cara tidak baik-baik akan mengalaminya. Sebuah mahligai pernikahan tak pernah sederhana. Semua kompleks dan komprehensif seiring waktu tempuh perjalanan pasangan tersebut. Meski setelah ini aku mendapatkan akta cerai dan Mas Baja berhasil me
Read more
44. Cinta Itu Telah Mati
"Jangan, Mbak!" sergah Arga saat aku akan menemui Mas Baja."Tapi, Ga," ucapku melihat tangan Arga yang lancang menyentuh tanganku."Tunggu sini dulu. Kita gak tahu apa yang akan Mas Baja lakukan. Cari aman, Mbak!" Arga bersikeras melarangku menemui Mas Baja. Aku pun menatapnya kesal."Woy Amira keluar kamu. Jangan main sembunyi-sembunyi seperti ini! Sama Teo juga. Keluar kalau berani! Jangan bisanya cuma nyuruh orang buat jadi pengacau!" Mas Baja terus berjalan. Ia berada di area tengah restoran yang cukup lapang. Tatapannya tidak jelas.Melihat wajahnya yang seperti orang kerasukan dengan tatapan menyalak buas membuatku menciut. Aku berniat bersembunyi di balik punggung Arga. "Diam di situ! Aku sudah melihatmu Amira!" teriak Mas Baja. Sepertinya pergerakanku terbaca.Sial. Kalau sudah begini apa iya aku tidak maju untuk menghadangnya? Terpaksa kuperlihatkan wajah yang tadi kusembunyikan di punggung Arga. Tak peduli tatapannya mengisyaratkan untuk jangan."Bisa ancur restoran kalau
Read more
45. Tentang Janji yang Harus Ditepati
"Aku lelah, Amira! Aku ingin semuanya cepat selesai. Bisa tidak kamu tidak mengganggu hidupku?!" Mas Baja memaksakan diri berbicara di sela kemarahannya. Ia tampak benci sekali karena aku nyaris terlibat dalam pernikahannya dengan Raline "Kamu pikir aku tidak, Mas? Aku juga ingin semuanya cepat berakhir. Aku juga lelah, Mas!" ucapku dengan mata yang terus berair. Batinku bahkan jauh lebih lelah dibandingkan raga yang masih terus bertahan dari gempuran masalah berkepanjangan."Kalau seperti itu kenapa kamu malah kembali ke kota? Kenapa kamu malah kerja sama Teo dan muncul di tempatku bekerja? Di Aditama Group! Kenapa, Amira?!" sentaknya dengan tangan memukul kembali stir mobil. Aku pun terperanjat. "Kamu lupa apa yang kamu tinggalkan setelah perceraian ini, Mas? Kamu lupa apa yang menjadi tanggung jawabmu dan belum kamu lunasi?" Sengaja kukais memorinya tentang masa saat kami masih tinggal satu rumah. Harusnya Mas Baja mengingatnya."Maksud kamu apa? Tanggung jawab apa, Amira?!" t
Read more
46. Kembali Ke Tujuan
Sebuah sinar berhasil menembus ke kelopak mataku yang terpejam. Membuat aku terbangun dari tidur yang tak sebentar. "Maaf, aku gak bermaksud membangunkanmu." Bos Teo meletakkan telapak tangannya tepat di depan mataku. Menghalau sinar jingga yang sudah mulai turun."Eh, gak apa-apa, Bos." Refleks aku pun menggeser posisi. Tidak nyaman terlalu dekat dengan laki-laki yang belum lama kukenal ini. "Oke," ucapnya seraya menjaga jarak. Aku pun mengangguk sebagai bentuk penghormatan padanya yang merupakan atasanku di kantor. Sebenarnya agak kurang nyaman berada di dalam mobilnya dan hanya berdua. Terlebih Bos Teo sudah melihatku dalam kondisi terendah. Menangis karena pergumulan hidup yang cukup rumit."Santai saja, Amira. Lihat ke sebelah kirimu sekarang," perintahnya lembut. Biasanya Bos Teo selalu menggunakan volume suara kencang saat berbicara. Namun, tidak untuk kali ini. Aku pun menoleh ke sisi kaca mobil. Di mana ini? Apa aku sedang bermimpi? "Danau terdekat di daerah ini, Amira.
Read more
47. Ada Apa dengan Bos Teo?
Hari-hari akan terus berjalan dengan serentetan kesibukan. Tidak ada lagi yang perlu ditakutkan untuk saat ini. Semua akan terlewati jika aku tidak bersembunyi. Pakaian formal dengan outer sebagai pelengkap, kupilih hari ini. Aku tidak mau tampil biasa saja. Setelah menghabiskan malam dengan berbalas pesan dengan Arga, aku siap mendengarkan semua rencana Bos Teo di kantor. "Pagi Amira," sapa Bos Teo begitu aku sampai di meja kerja. Beliau sudah sibuk di depan leptopnya."Pagi, Bos." Segera kunyalakan komputer untuk menghindari banyak percakapan dengannya."Mata kamu sakit?" "Ya?" "Itu tumben ada yang beda," ucapnya dengan menunjuk ke arah matanya sendiri."Oh, ini. Biar gak pegel aja pas liat monitor, Bos.""Bukan untuk menyamarkan tangis, ya?" tanyanya dengan senyum mengejek.Sial. Sedetail itu Bos Teo memerhatikan. Aku pun mendudukkan diri dengan kesal."Selamat pagi semua," sapa Arga dengan menenteng tas kerjanya. "Pagi, Ga," jawabku tanpa melihatnya. "Pesanan saya sudah siap
Read more
48. Senjata Rahasia
"Apa yang harus kulakukan, Teo? Sampai-sampai membuatmu datang?" Raline membuka obrolan inti pertemuan ini. Bagaimanapun dia memang kunci utama dalam persetujuan kerjasama."Seperti yang kamu tahu, Raline. Aku datang untuk menawarkan kerjasama. Papamu sudah setuju. Hanya saja masih perlu persetujuanmu juga." Bos Teo tak mau kalah. Ia menimpali ucapan Raline dengan berani."Kerjasama yang mana? Tentang hidangan pernikahan atau bisnis kuliner?" Raline menyombongkan diri dengan mengangkat sebelah alisnya. Ia juga tersenyum simpul pada Mas Baja.Bos Teo mengulas senyum. Ia menoleh ke arah Arga. Meminta beberapa berkas yang sudah kami siapkan. Sama sekali tidak menghiraukan tatapan Mas Baja yang seakan siap memakannya. Aku bahkan menunduk. Nyaliku menciut."Kamu juga siapkan, Amira. Santai saja tidak perlu gugup begitu." Bos Teo mengulas senyum. Ia sama sekali tidak takut apa pun. Bahkan tangannya sudah menggenggam tanganku lagi. Sialnya kini tangan itu tepat berada di atas berkas. Tentu
Read more
49. Sangat Berbahaya
Video itu mau dilihat dari segi mana pun menempatkan Mas Baja sebagai tersangka utama. Terlebih dia membuat kerusakan juga. Raline yang akan dirugikan jika video itu berhasil tersebar akan berpikir ulang. Ancaman Bos Teo mampu menggagalkan kesombongannya. Perlahan Raline menyingkirkan tangannya.Penandatanganan kerjasama restoran untuk vendor pernikahan terjadi dengan suka rela. Bos Teo tak perlu menjelaskan ulang. Raline dan Mas Baja sudah kalah. Mereka hanya bisa menahan kesal sembari bersiap keluar dari ruangan."Untuk bisnis kuliner aku mau langsung kamu yang ngurus. Gak usah libatin dua orang ini," ucap Raline sebelum akhirnya benar-benar pergi."Oke. Lusa aku main ke rumah. Sekalian silaturahmi sama Om," jawab Bos Teo santai. Ia tak terpengaruh dengan respons Mas Baja."Ayo kita pergi, Mas. Nanti ketinggalan pesawat!" ujar Raline seraya mengayunkan langkah meninggalkan ruangannya. Mas Baja mengekor di belakang. Saat seperti itu ia lebih mirip bawahan dari pada calon suami.Aku m
Read more
50. Andai
"Di sini?" tanya Mas Arhab begitu kami sampai di restoran. Memang cukup jauh dari tempat pertemuan kami tadi."Maaf, karena ini masih jam kerjaku. Aku gak bisa bolos gitu aja."Mas Arhab menatap ke sekeliling. Seperti memastikan apa tidak apa-apa berada di sana."Ayo!" seruku memimpin langkah.Perlahan Mas Arhab mengayunkan langkah juga. "Oke, gak masalah. Mari kita coba makanan di restoran kamu bekerja." Aku tersenyum tipis. Satu kali dayung dua pulau terlampaui. Tetap masuk jam kerja dan bisa bersamanya lebih lama. Begitu kiranya. Kami pun memasuki area restoran. Sengaja kupilih tempat yang tidak terlalu ramai sekaligus tidak jauh dari pintu utama. Aku harus bolak balik ke lantai dua."Mau pesan apa, Mas?" Buku menu kuambil sembari membaliknya."Ada rekomendasi?" Mas Arhab membaca satu per satu daftar menu dengan seksama. Nampaknya ia cukup bingung dalam menentukan pilihan."Ehmmmm apa ya. Aku juga gak begitu hapal." "Lah, katanya kamu kerja di sini, kok, gak paham." Mas Arhab mel
Read more
51. Modus Atau Tulus
Tak kupikirkan lagi anak tangga yang akan kunaiki. Yang paling utama adalah cepat sampai ke rumah ibu mertua. Meski ada sedikit kegamangan. Perlukan aku menolongnya atau kuabaikan saja? Aku manusia biasa. Tentu naluri untuk menjadi jahat pernah terlintas.Segera aku menggeleng. Rasa kemanusiaan tetap harus dipertahankan. Aku hanya akan menjemput Akila setelah memastikan kondisi ibu mertua. Bukan untuk kembali ke rumah yang tak pernah mengizinkanku untuk singgah. Rumah tempatku mendulang luka.Semakin ke atas semakin kupercepat langkah. Buru-buru meraih kunci di tas kecil yang melingkar di tubuh. Benda kecil itu kugunakan untuk membuka pintu. Namun, saat gugup melanda apa-apa menjadi kacau. Biasanya bisa dibuka dalam satu gerakan saja tanpa perlu pengulangan. Kali ini percobaan ke tiga masih sulit juga."Susah amat," gumamku. Tak biasanya seperti ini. Pagi tadi saja masih mudah. "Ngapain, Mbak?" tanya Arga yang berjalan menaiki tangga. Rupanya Arga lebih lama sampai ke restoran diband
Read more
PREV
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status